Ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merombak kabinetnya pada akhir 2011 lalu, ada seorang menteri yang berusia muda yang ikut dilantik. Menteri itu adalah Gita Irawan Wirjawan, yang diangkat menjadi Menteri Pedagangan menggantikan Mari Elka Pangestu. Mari bergeser menduduki jabatan Menteri Pariwisata dan Industri Kreatif.

Yang mengejutkan banyak pihak, diawal tahun 2012 Gita Wirjawan mengatakan akan mewajibkan skor TOEFL (Test of English as a Foreign Language)600 bagi Pegawai Negeri Sipil muda di Kementerian Perdagangan. Hal ini menuai kritik dari beberapa pihak.

Banyak yang mengatakan bahwa TOEFL 600 yang disyaratkan terlalu tinggi. TOEFL 600 adalah untuk ujian S3, Gita Wirjawan dianggap nantinya tak akan punya pegawai. Beberapa, malah mengatakan untuk sekadar menaikkan pamor Departemen yang dipimpinnya.

Skor 600 untuk bahasa Inggris memang cukup tinggi untuk kebanyakan orang Indonesia. Skor TOEFL 560 – 609 biasa disebut Good User. Pada skor ini seorang dinilai terampil berbahasa Inggris lisan dan tulisan secara baik dalam hampir semua situasi dan topik dengan sedikit kesalahan. Sedangkan Skor TOEFL 610 – 644 disebut Perfect User. Pada skor ini seseorang dinilai mampu menggunakan bahasa Inggris secara sempurna, baik lisan dan tulisan secara baik dalam situasi dan topik apapun.


Padahal kebanyakan lulusan Sarjana di Indonesia diluar yang memang belajar bahasa Inggris, angka TOEFL nya tak lebih dari 450 – 489 yang sering disebut Marginal User. Para Sarjana ini dinilai sebagai pengguna bahasa yang pas-pasan yaitu hanya bisa menggunakan kalimat-kalimat pendek saja dan untuk hal-hal yang sudah diketahuinya.

Sedangkan untuk para mahasiswa kelas internasional dan lulusannya, yang terbiasa menulis laporan dan mendengarkan penjelasan dosennya dengan bahasa Inggris sering ada pada skor TOEFL 490 – 529 /Modest User atau bisa sampai skor TOEFL 530 – 559 disebut Competent User. Pada skor ini seseorang dapat menggunakan bahasa Inggris secara lisan dan tulisan dengan berani dalam berbagai topik, walaupun disana-sini terlihat banyak kesalahan.

Tak mudah bagi tenaga kerja Indonesia untuk mengejar skor setinggi itu. Lingkungan tidak membiasakan bahasa Inggris dalam setiap kesempatan. Baik rapat, pertemuan, pendidikan, seminar dan lain-lain. Hal ini berbeda dengan Malaysia yang memakai bahasa Inggris sama fasihnya dengan bahasa Melayu. Di Indonesia , bahasa Inggris dianggap masih istimewa dan penggunaannya terbatas.

“Disini, lulusan SMA TOEFLnya biasanya sudah 550, karena mereka juga terbiasa dengan bahasa Inggris,”kata Titik R. Biyanto, PhD jurusan Food Safety di Universitas Sains Malaysia yang berasal dari Malang. “Saya malah melihat teman-teman dari India agak kalah bahasa Inggrisnya dengan teman-teman dari Cina dan Malaysia, bila sudah di seminar internasional,” katanya. India, menurutnya adalah daeah pendudukan Inggris, jadi harusnya bahasa Inggrisnya juga bagus.


Lembaga pendidikan dunia EF (English First) pernah menurunkan laporan yang agak mendalam soal kemampuan berbahasa Inggris atau EF English Proficiency Index (EF EPI) di 44 negara. Dipilih negara-negara yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa ibu.
Dari tes itu didapatkan, kemampuan bahasa Inggris di Indonesia berada sangat rendah yaitu di urutan ke-34, sedangkan Malaysia mencapai urutan ke-9.

EF EPI merupakan indeks pertama yang membandingkan kemampuan berbahasa Inggris orang dewasa di berbagai negara. Indeks ini menggunakan data uji unik (metodologi khusus) pada lebih dari dua juta orang di 44 negara, yang menggunakan tes gratis secara onlineselama kurun waktu tiga tahun (2007-2009).Kajian penelitian itu mengatakan, bahwa dengan nilai ekonomis yang telah dihabiskan untuk belajar bahasa Inggris pada sektor swasta, kemampuan berbahasa Inggris negara Asia masih di bawah perkiraan.

India sekarang tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk berbahasa Inggris dibandingkan dengan Cina, walaupun mempunyai warisan sebagai kolonial Inggris dan reputasi sebagai negara berbahasa Inggris. Survei menunjukkan jumlah yang hampir sama. China diperkirakan akan melampaui India di beberapa tahun mendatang.

EF English Proficiency Index juga menunjukkan fakta menarik yaitu hubungan antara kemampuan berbahasa Inggris dengan pendapatan nasional per orang di negara tersebut. Hubungannya jelas terlihat antara tingginya tingkat pendidikan dan kemapanan bidang ekspor negara bersangkutan. Indonesia memang terlihat jauh ketinggalan baik di bidang pendidikan maupun bidang ekonomi.

“Padahal di masa sekarang, kemampuan berbahasa Inggris adalah mutlak diperlukan untuk bekerja” kata Bill Fisher, Presiden divisi online EF Englishtown. Sehingga dapat dimengerti jika Menteri seperti Gita Wiryawan ingin membenahi kondisi ini jauh-jauh hari. Bahasa Inggris memang bukan segalanya, namun bahasa itu sangat penting untuk mempermudah banyak hal di dunia. (1002)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?47878

Untuk melihat artikel Utama lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_______________________________________________________________

Supported by :