Kebebasan Beragama Butuh Kepastian Hukum (oleh Pdt. Izak Y.M. Lattu)

Hak warga Negara Indonesia untuk beribadah seperti diamanatkan oleh UUD 1945 dan Declaration of Human Rights hanya dapat berjalan di Indonesia ketika ada kepastian hukum dan ketegasan pemerintah. Demikian pesan aksi damai “Warga Indonesia di Amerika yang Peduli Kekebasan Beragama di Indonesia” yang dilakukan di depan Los Angeles Convention Center tempat berlangsungnya Congress of Indonesian Diaspora pada 7 Juli 2012 itu.

Inti dari aksi damai tersebut adalah; “kekerasan itu tidak beragama”. Kekerasan harus ditindakan tegas sebab yang melakukan kekerasan adalah warga negara. Pemerintah yang tidak tegas terhadap pelanggaran HAM atas nama agama ini adalah pemerintah yang gagal. Karena pemerintah Indonesia telah gagal maka Pemerintah era Soesilo Bambang Yudoyono harus bertanggung jawab atas pembiaran terhadap kekerasan atas nama agama ini.

Dengan dua spanduk besar bertuliskan “Indonesian Government Failed to Protect Human Rights in Indonesia” dan “Religious Freedom is Human Rights” peserta demo menyampaikan aspirasi dan keprihatinannya secara diam. Meski tanpa orasi, tetapi spanduk dan poster cukup mewakili pesan dan kritik atas ketidakmampuan pemerintah Indonesian menjamin kebebasan beragama dan penegakan hukum secara tegas atas kekerasan atas nama agama di Indonesia.

Koordinator aksi tersebut, Jerry Sahertian dan Lisa Tungka, menyatakan bahwa aksi ini adalah bagian dari protes terhadap penutupan rumah ibadah, kekerasan atas kelompok kepercayaan, dan diskriminasi terhadap agama-agama suku (Indigenous Religions) di Indonesia. Bagi Jerry, penutupan paksa gedung gereja GKI Taman Yasmin dan HKBP Filadelfia adalah pelanggaran hak asasi manusia. “Hak beribadah itu dijamin oleh konstitusi Indonesia dan declaration of human rights. Jadi, bagi kami, penutupan gereja-gereja itu adalah pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Pemerintah Indonesia gagal menjamin hak asasi manusia dalam hal freefom of religious life ini”, demikian tegas Jerry.

Aksi damai ini tidak hanya dilakukan untuk kepentingan Umat Kristiani tetapi demi  kebebasan beragama yang lebih luas di Indonesia. “Kami ingin pemerintah memberikan ruang kebebasan beragama di Indonesia. Dalam kasus Ahmadiyah, pemerintah harus menjamin hak mereka untuk beribadah. Pemerintah harus tegas terhadap kelompok-kelompok yang melakukan kekerasan terhadap Ahmadiyah”, tandas Lisa sambil mengibarkan bendera merah putih. Lisa dan Jerry menambahkan, aksi ini kami lakukan supaya dunia international dapat melakukan tekanan diplomatis terhadap pemerintah Indonesia. Bagi mereka, pemerintah Indonesia melakukan pembiaran terhadap pelanggaran hak asasi manusia ini.

“Kami meminta masyarakat dunia dan lembaga-lembag hak asasi international untuk mengamati secara teliti pelanggaran HAM dalam hal kebebasan beragama yang terjadi di Indonesia. Hanya dengan tekanan internasional yang tegas pemerintah Indonesia akan lebih serius memperhatikan persoalan ini”, papar Lisa. Memang GKI Taman Yasmin yang telah menang di Mahkama Agung Indonesia harus mendapat haknya untuk menggunakan gedung ibadah di jalan Taman Yasmin itu. Sayangnya, keputusan MA itu tidak dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia. Kasus ini menjadi refleksi betapa pemerintah Indonesia tidak serius terhadap pelaksanaan HAM dan kepastian hukum di Indonesia.

Hal yang sama terjadi pada HKBP Filadelfia. Ancaman terhadap pendeta dan jemaat yang beribadah tidak pernah ditindak secara tegas. Padahal secara jelas pengancam telah melakukan terror dan ancaman mengambil nyawa orang lain. Kasus Ahmadiyah bahkan lebih menyedihkan, beberapa penganut kepercayaan ini dibunuh oleh kelompok lain atas nama agama, tetapi kekerasan ini goes unpunished. Kalaupun dihukum hanya dihukum beberapa bulan saja padahal terror yang dilakukan telah mengakibatkan trauma psikologis, fisik, dan menghilangkan nyawa orang lain.

Keprihatinan terhadap kebebasan beragama ini menjadi tema utama diskusi dalam panel Kongres Diaspora. Anis Baswedan salah satu pembicara dalam forum itu menegaskan isu ketidakpastian hukum dan ketidaktegasan pemerintah. Bagi Anis, kebebasan beragama hanya dapat berjalan ketika kepastian hukum berjalan dengan baik. Anis juga menyangkan sikap politik pemerintah Indonesia yang tidak tegas terhadap persoalan kebebasan beragama di Indonesia ini.

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?46604

Untuk melihat artikel Amerika / Exclusive lainnya, Klik disini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_____________________________________________________

Supported by :