KabariNews – Kasus dwi kewarganegaraan Arcandra Tahar dalam sebulan terakhir ramai jadi sorotan di Tanah Air. Nama mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sempat mencuat karena memiliki dua paspor yakni Indonesia dan Amerika Serikat. Karena hal tersebut Presiden pun memberhentikan Arcandra secara hormat pada 15 Agustus 2016.

Selain dicopot dari jabatan menteri yang baru diembannya selama 20 hari, Alumni Program Studi Tehnik Mesin ITB itu pun kehilangan dua kewarganegaraanya sekaligus. Arcandra kehilangan warga negara AS saat dilantik menjadi Menteri ESDM.

Namun awal September, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM meneguhkan kembali status warga negara Arcandra sebagai WNI. Hal ini disampaikan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly melalui Surat Keputusan bernomor AHU- 1 AH.10.01 Tahun 2016 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia atas nama Arcandra Tahar.

ArcandraPeneguhan tersebut didasarkan pada asas perlindungan maksimum. Yasonna mengatakan bahwa keputusan dilakukan berdasarkan pemeriksaan dan tindak lanjut atas dwi kewarganegaran Arcandra. Dalam surat keputusan pun dituliskan bahwa Arcandra sudah kehilangan status kewarganergaan Amerika Serikat berdasarkan Certificate of Loss od United States sejak 12 Agustus 2016. Keputusan tersebut telah disahkan oleh Department State of the United State of America dan surat US Embassy tanggal 31 Agustus 2016. Peneguhan atas status kewarganegaraan Arcandra berdasarkan prinsip Non Stateless atau tidak mengakui status tanpa kewarganegaraan (Apatride), dengan menggunakan Pasal 23 dan 32-35 UU 12/2006 tentang Kewarganegaraan dan PP No 2 Tahun 2007. “Kami menyelesaikan persoalan ini dengan kehati-hatian, berdasarkan azas tidak boleh statless

“Setelah dilakukan pemeriksaan dan klarifikasi saudara Arcandra Tahar tetap menjadi WNI sesuai prinsip perlindungan maksimum dan non apatride stateless” kata Yasonna

Yassona menjelaskan, berdasarkan PP No 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Pembatalan, Kehilangan dan Memperoleh Kembali Kewarganegaraan RI, jika pemerintah tak mengambil keputusan maka Arcandra tidak akan memiliki kewarganegaraan atau statless. Sedangkan pada Undang-Undang Kewarganegaraan Indonesia maupun Konvensi HAM internasional tidak memperbolehkan adanya warga negara yang statless. “Berdasarkan pertimbangan tersebut, kami menetapkan kembali yang bersangkutan” pungkasnya.

Pengembalian status Arcandra sebagai WNI menuai polemik. Perdebatan muncul terkait dengan satu pasal pada Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan yang menyatakan bahwa pengajuan permohonan kewarganegaraan baru dapat dilakukan jika yang bersangkutan tinggal di Indonesia setidaknya 5 tahun berturut-turut atau 10 tahun tidak berturut-turut.

Pro Kontra muncul dari kalangan DPR. Ada sebagian yang mendukung keputusan pemerintah terkait pengembalian status WNI Arcandra, namun tidak sedikit yang menganggap status WNI Arcandra sebagai bentuk ‘pengistimewaan’ yang melanggar aturan yang ada. Isu miring lainnya juga muncul, salah satunya kekhawatiran peneguhan status WNI Arcandra adalah upaya pemerintah untuk kembali mengangkat Arcandra sebagai menteri. Dimana hal itu memunculkan spekulasi kepentingan asing yang nantinya dapat merugikan Indonesia. Karena itu beberapa pihak minta pemerintah menjelaskan kebijakan yang diambil khusus untuk Arcandra Tahar. (1001)