Oleh: Dr Taruna Ikrar
(University of California, School of Medicine, Irvine, USA)

Jenis penyakit aneh dengan gejala delusi dan merupakan gangguan mental yang langka di mana penderita meyakini bahwa dia telah mengalami kematian, seperti, dia merasa dirinya telah membusuk, atau telah kehilangan darah, atau bahkan organ dalamnya telah hilang. Sindrom ini dalam ilmu kedokteran disebut Cotard syndrome. Hal ini didasarkan pada penemu penyakit ini “Jules Cotard (1840-1889)”, seorang ahli saraf Prancis yang pertama kali menggambarkan kondisi tersebut.

(Gambar 1 Ilustrasi Penderita Sindrom Cotard atau Sindrom Kematian)

Gambaran Cotard Syndrome, dapat terlihat dimana pasien meyakini organ tubuhnya telah hilang, sehingga dia tidak perlu makan. Demikian pula penderita tersebut meyakini bahwa dirinya telah terkutuk sehingga tidak bisa lagi hidup. Selanjutnya pasien tersebut meninggal karena kelaparan.
Gejala utama dalam sindrom Cotard adalah delusi. Penderita penyakit ini sering menyangkal bahwa mereka masih hidup. Penderita ini sering mengabaikan kebersihan mereka sendiri. Khayalannya membuat tidak mungkin bagi pasien untuk memahami realitas. Khayalan ini sering ditemukan pada pasien psikotik penderita skizofrenia. Namun berbeda dengan skizofrenia karena pada Cotard Syndrome yang tidak selamanya ada halusinasi. Gejala lainnya, penderita secara umum memiliki perasaan yang tidak nyata berupa kematian.

(Gambar 1: Ilustrasi Penderita Cotard Syndrome atau Sindrom Kematian)

Patopsikologi dan Dasar Munculnya Sindrom Kematian

(Gambar 2 Anatomi Daerah Otak Yang Diyakini menanjadi dasar munculnya Penyakit ini)

Psikopatologi dan neurofisiologi yang mendasari munculnya Sindrom Cotard yang mungkin berhubungan atau melibatkan kesalahan identifikasi delusi. Secara neurologis, penyakit ini diduga terkait dengan delusi sebagai akibat dari hambatan psikodinamik antara daerah otak yang mengenali wajah (area wajah fusiform) dan daerah yang bertanggung jawab terhadap peran emosi, asosiasi,dan kesadan di Amigdala dan struktur limbik lainnya di Otak. Hambatan ini menciptakan rasa bahwa persepsi wajah diamati oleh penderita bukan wajahnya sendiri tetapi telah berubah ke wajah orang lain sesuai yang muncul dalam delusinya. Sehingga menghasilkan perasaan derealization, karena biasanya wajah yang dipersepsikan adalah wajah orang yang telah meninggal dunia.

(Gambar 2: Anatomi Daerah Otak Yang Diyakini menjadi dasar munculnya Penyakit ini)

(Gambar 3 ST Scanning Penderita Syndome Cotard)

Beberapa literatur menunjukkan bahwa penyakit ini terkait dengan lesi (kerusakan) di lobus parietal. Sehingga pada pemeriksaan ST Scanning Otak, terlihat pada umumnya mengalami pengecilan atau atrofi otak dibandingkan kelompok kontrol. Pengecilan terjadi di area median atrofi lobus frontal. Sehingga penyakit ini juga bisa terlihat pada penyakit neurologis atau mental, terutama yang terkait dengan depresi dan derealization.

(Gambar 3: ST Scanning Penderita Cotard Syndrome)

Demikian pula dalam beberapa kasus, kelainan ini juga merupakan akibat reaksi obat yang merugikan, dari obat asiklovir. Dalam penelitian, menunjukkan bahwa aspek budaya juga memiliki dampak pada pengalaman yang diungkap oleh pasien penderita Cotard ini. Temuan ini mendukung pandangan tentang sistem kognitif yang didedikasikan untuk membentuk representasi ilusi keabadian.

Beberapa penelitian dewasa ini juga berupaya mengungkap misteri sisdrom kematian ini. Salah satunya yang dikemukakan oleh hasil penelitian Graham yang mengungkapkan beberapa penjelasan. Dalam penelitian tersebut, dengan menggunakan teknik positron emission tomography (PET) yang membantu memantau metabolisme dalam otak. Kemudian dilanjutkan oleh Hasil penelitian Zeman dan Laureys mengejutkan, bahwa aktivitas metabolisme pada otak bagian frontal dan parietal sangat rendah. Hal ini menunjukkan, bahwa otak berada pada kondisi istirahat. Ilmuwan mengatakan, bagian frontal dan parietal merupakan bagian yang penting dalam fungsi kesadaran dengan sistem yang kompleks dan menentukan kesadaran seseorang. Jaringan ini penting agar seseorang bisa mengingat masa lalu, memikirkan dirinya, merasakan eksistensinya, serta menyadari bahwa dirinya adalah agen dari sebuah tindakan yang dilakukannya sendiri.

Teknik Pengobatan dan Penatalaksanaan

(Gambar 4 Teknik Pengobatan Electro Convulsion Therapy)

Secara medis, ada beberapa jenis pengobatan farmakologis yang telah berhasil dalam menghilangkan gejala tersebut. Bebrapa contoh pengobatan farmakologis, misalnya: Monotherapeutic yang dikombinasikan dengan Antidepresan, antipsikotik dan stabilisator, ternyata memberikan hasil yang cukup memuaskan. Demikian pula, telah dilaporkan bahwa dengan electroconvulsive terapi juga memberikan dapat posistif dalam penyembuhan penderita. Sehingga pengobatan yang terbaik adalah kombinasi ketiga pengobatan diatas.

(Gambar 4: Teknik Pengobatan Electro Convulsion Therapy)

Dasar pengobatan diatas, diperkuat oleh hasil penelitian Zeman mengatakan bahwa hasil scan PET Otak pada daerah parietal dan frontal bisa dipengaruhi oleh pil anti-depresi yang dikonsumsi untuk meredakan sindromnya. (1005)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?56381

Untuk melihat artikel Amerika / Kesehatan lainnya, Klik disini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

____________________________________________________

Supported by :