KabariNews – Indonesia adalah rumah bagi penari terkenal sekaligus tuan rumah untuk pertunjukan tari bergengsi dari seluruh dunia antara tahun 1920-an dan 1950-an. Pada dekade 1920-an, Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda dijadikan tempat untuk acara-acara pendidikan dan kebudayaan, berkat politik timbal balik yang diberikan oleh badan legislatif untuk mengkompensasi lebih dari tiga abad pendudukan kolonial.

Masyarakat seni Belanda, atau Kunstkring diciptakan di kota besar seperti di Jakarta, Bandung, Medan dan Surabaya. Bahkan Kunstkring ini juga ada di kota-kota kecil di Indonesia. Masyarakat seni Belanda bekerja di tingkat nasional, mengadakan konferensi tahunan dan tak jarang kerap membawa seniman dunia, seperti pelopor tari kontemporer dari negeri Paman Sam,  Ruth St Denis dan Ted Shawn dengan rombongan mereka yang terdiri dari 20 penari dari  Denishawn Dancers.

Penari dari Amerika tersebut diundang oleh Bataviasche Kunstkring. Bataviasche Kunstkring  merupakan adalah organisasi (lingkar) seni yang didirikan pada zaman Pemerintah Hindia Belanda yang sangat menonjol akivitasnya pada tahun 1920-an yang memposisikan organisasinya sebagai pusat dari semua Kunstkring yang tersebar di Jakarta, Bandung, Surabaya, dan beberapa kota besar lain. Bataviasche Kunstkring banyak menyelenggarakan pameran yang merupakan kulminasi reputasi dari daerah-daerah. Bahkan mengadakan pameran bond kunstkring, atau pameran bersama dari berbagai kunstkring. Kunstkring beranggotakan seniman-seniman Belanda atau Eropa yang berdiam di Indonesia.

Kunstkring ini sempat menampilkan karya-karya pelukis Belanda kelahiran Indonesia, pertunjukkan musik dan ceramah, antara lain dari Prof. Djajadiningrat dan H.P. Berlage. Tahun 1936 dibuka museum yang menyajikan lukisan-lukisan berkelas internasional yang dipinjam dari berbagai museum di Eropa, antara lain karya Marc Chagall, Van Gogh dan Picasso. Tahun 1935 diselenggarakan pertunjukkan Peralatan Perak. Tahun 1936 diadakan pameran Kristal dari Cekoslowakia dan pameran buku-buku serta lukisan tentang Dud Batavia tahun 1943-1937. Pameran arsitektur pertama di Indonesia diselenggarakan pada 1925.  Namun sayang organisasi ini bubar ketika Jepang masuk pada tahun 1942.

Ruth St Denis dan Ted Shawn melakukan perjalanan selama satu bulan dengan  menyelenggarakan pertunjukan di Surabaya pada Juli 1926 dan berhenti di Malang, Madiun, Surakarta, Yogyakarta, Semarang dan Bandung sebelum menutup tur di Jakarta. Dikutip dari javaunique.com, Denishawn mengunjungi Jawa sebagai bagian dari tur dunia mereka. Mereka menghadiri pertunjukan dan benar-benar belajar, untuk pertama kalinya,di bawah bimbingan guru  tari Jawa. Selama mereka tinggal sementara di Indonesia, keduanya belajar tari Jawa Serimpi dan beberapa tarian Bali. Apa yang mereka temukan adalah tari Jawa, adalah tari yang mempesona  dunia Barat pada waktu itu.

The Cornell Daily Sun, Volume XLIX, Number 50, 20 November 1928, menuliskan Denishawn Dancer menawarkan tarian khas Timur saat di Jawa.  Mereka berada di Jawa selama tiga tahun, St. Denis dan Ted Shawn, dan sebelas penarinya sempat diundang ke istana Sultan Yogyakarta. Di sana mereka menyaksikan “Wayong Wong,” atau drama tari asli, disertai dengan orkestra Gamelan yang  seluruhnya terdiri dari gong dan  St. Denis dalam beberapa kesempatan memberikan penampilan terbaiknya.

The Denishawn School of Dancing sendiri didirikan oleh Ruth St Denis dan Ted Shawn di Los Angeles, California. The Denishawn School of Dancing  banyak membantu bakat menari dan menjadi akademi tari pertama di Amerika Serikat.  Beberapa murid yang pernah belajar disini meliputi Martha Graham, Doris Humphrey, Lillian Powell, Charles Weidman, Jack Cole, dan bintang film bisu, Louise Brooks. Sekolah ini terkenal karena pengaruhnya terhadap balet dan tari modern eksperimental.

Ruth St Denis dan Ted Shawn mulai berkolaborasi pada pekerjaan pada tahun 1914. Pada saat itu, St Denis sedang mempersiapkan untuk tur wilayah tenggara Amerika Serikat, dan membutuhkan pasangan laki-laki untuk membantunya dalam melakukan tarian. Shawn  mengagumi St Denis sejak melihat dia tampil pada tahun 1911 dan mengikuti audisi.  Akhirnya, lambat laun hubungan kerja antara Shawn dan St Denis berubah romantis. Dua seniman ini jatuh cinta dan menikah pada tanggal 13 Agustus 1914.

Tidak sampai 6 Februari 1915, istilah Denishawn pun  muncul. Dengan nama baru ini, Shawn dan St Denis mulai melakukan brainstorming untuk memperluas kontribusi mereka ke dunia tari. Shawn adalah orang pertama yang menyarankan membuka sekolah – lembaga yang  bisa menjadi sumber pendapatan dan pada gilirannya menyampaikan gagasan pendiri tari modern baru. St Denis dan Shawn membuka Sekolah Denishawn mereka pada tahun 1915. (1009)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/77567

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :

Hosana

 

 

 

 

kabari store pic 1