Mata uang merupakan salah satu simbol suatu negara. Amerika dikenal dengan dollarnya, India rupee dan Indonesia dengan rupiah. Adalah wajar jika rencana pemerintah dan Bank Indonesia melakukan redenominasi mendapat perhatian dari berbagai kalangan, sampai menuai pendapat yang pro dan kontra di tengah masyarakat. Apakah redenominasi itu? Samakah dengan sanering yang memotong nilai uang?

Untuk memperoleh keterangan lanjut, Kabari dalam satu temu wicara dengan Ryan Kiryanto,Kepala Ekonom Bank Negara Indonesia (BNI) jelaskan, bahwa redenominasi Rupiah adalah menghilangkan tiga digit (000) di belakang. Sebagai mudahnya, Rp 1000 sama dengan 1 Rupiah. Namun, penulisan ini tidak serta merta mengurangi nilai intrinsik yang terkandung di dalam mata uang tersebut. Jadi, tidak akan mengubah daya beli masyarakat.

Menurutnya, bahwa redenominasi ini merupakan langkah yang tepat, karena saat ini diproyeksikan kondisi ekonomi ke depan akan stabil dan baik, modal asing masuk ke Tanah Air dan banyak negara yang percaya terhadap Indonesia. Memang, pelaksanaannya tidak semudah membalik telapak tangan. Banyak yang harus dilakukan, terutama dalam menyiapkan program sosialisasi dan konsultasi agar masyarakat dan para pelaku usaha siap secara psikologis dalam menyambut redenominasi, tanpa kekhawatiran atau kegalauan.

Ryan juga tidak memungkiri, bahwa di samping pendapat positif, terdengar suara-suara yang meragukan manfaat redenominasi. Hal ini tak lepas dari kekhawatiran bila dalam pelaksanaannya, redenominasi sama dengan sanering. Mereka cemas bila terjadi lagi proses pemotongan nilai uang seperti terjadi di era pasca G30S/PKI pada 1965 silam. Pemerintah ketika itu terpaksa melakukan sanering, karena inflasi di Tanah Air luar biasa tinggi sehingga menyebabkan ekonomi di Indonesia hancur.

Ditekankan oleh Ryan, redenominasi bukanlah sanering. Redenominasi di Indonesia berbeda dari yang dilakukan Turki pada 2005 akibat laju inflasi terus menerus meninggi di negara tersebut sejak 1970-an. Pertanyaannya sekarang, apakah keuntungan redenominasi rupiah sehingga perlu dilakukan?

Di kesempatan terpisah, Menteri Keuangan Agus Martowardojo memaparkan bahwa redenominasi akan melancarkan proses kegiatan di sektor ekonomi maupun riil. Saat ini pertumbuhan ekonomi nasional sangat baik, tetapi belum ditunjang oleh nilai tukar rupiah yang efisien. Mata uang rupiah menjadi mata uang kedua terendah di kawasan ASEAN setelah Dong Vietnam. Padahal, produk domestik bruto (PDB) Indonesia lebih besar dibanding Thailand, Malaysia, Filipina, bahkan Singapura,” katanya.

Darmin Nasution, Gubernur Bank Indonesia, menyebutkan manfaat redenominasi yakni meningkatkan efisiensi dalam proses penyelesaian dan pencatatan transaksi, pengelolaan, pelaporan dan penyimpanan data. Sebaliknya, penggunaan digit di rupiah yang terlalu banyak akan membuat sajian laporan akuntansi menjadi boros, begitu pula dalam penggunaan memori pada perangkat IT. Pada 2012, nilai nominal transaksi melalui Real Time Gross Settlement (RTGS) di Indonesia mencapai Rp 404 triliun per hari, meningkat 187 persen dari sebelumnya. Bisa dibayangkan, ke depan tentunya akan menjadi lebih besar lagi.

Proses Redenominasi

Adapun tahap pelaksanaan redenominasi secara keseluruhan meliputi tiga tahap utama: persiapan (sosialisasi dan konsultasi publik), transisi dan pararelisasi serta tahap phashing out. Tahap persiapan berupa penyusunan RUU Redenominasi untuk disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), proses tendering untuk pemilihan kertas dan pencetakan uang, penyesuaian IT, dan sosialisasi kepada seluruh masyarakat. Kemudian masuk ke tahap transisi di mana diedarkan dua mata uang untuk sebuah nominal yang sama, yaitu rupiah lama dan rupiah dengan kata ‘baru’ (dual price tagging).

Pada periode awal 2-3 tahun, mata uang Rp 100.000 didampingi dengan mata uang dengan gambar yang sama, hanya penulisan angka 100 menonjol, sedangkan angka 000 dibuat kabur. Tahap terahir, phasing out, yaitu Bank Indonesia melakukan penarikan atau pengembalian mata uang rupiah yang memakai tambahan kata ‘baru’. Uang rupiah lama Rp 100.000 serta mata uang 100 ribu dengan 000 yang kabur itu ditarik, digantikan dengan Rp100 yang berdampingan dengan gambar lain. Itulah mata uang yang baru. Diharapkan, masyarakat sudah siap menerapkan redenominasi pada 6 tahun ke depan.

Sosialisasi Wajib Dilakukan

Di samping penilaian positif terhadap dampak redenominasi, ada juga yang melihat dari sisi yang berlawanan. Apa pun istilahnya, kata mereka, redenominasi bisa berdampak buruk seperti halnya sanering. Harga barang dan jasa akan dibulatkan sehingga pembayaran yang diminta pun dengan nominal lebih tinggi, padahal upah dan gaji pegawai negeri sipil (PNS) maupun swasta relatif tetap.
Namun Ryan Kiryanto sempat memaparkan, bahwa kelak ada pengaturan untuk mata uang kecil, misalnya 500 rupiah sebagai 0,5 sen rupiah, seperti dikenal dengan istilah penny di luar negeri. Jadi, pembulatan itu bisa ditata penerapannya.

Serupa dengan yang diungkapkan oleh Darmin Nasution. Ia tak menyangkal akan adanya kemungkinan besar oknum-oknum tertentu melakukan pembulatan harga ke atas secara berlebihan, sehingga menyebabkan harga barang dan jasa melonjak. Untuk itu Bank Indonesia dan pemerintah sudah melakukan langkah pencegahan risiko ini dengan memasukkan berbagai ketentuan di dalam Rancangan Undang-undang Redenominasi, termasuk secara tegas mengatur praktik pembulatan harga.

“Pembulatan itu harus memenuhi kriteria kewajaran, disertai pengawasan, dan ada penindakan tegas terhadap perilaku curang yang merugikan masyarakat luas,” kata Darmin Nasution.

Untuk pelaksanaan rencana redenominasi rupiah tadi, disampaikan oleh Ryan Kiryanto, pemerintah dan pihak perbankan wajib melakukan sosialisasi dan konsultasi publik dengan rapi dan hati-hati agar tidak terjadi kesalahpahaman. Terlebih, mengingat kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari beribu pulau dan derajat melek uang di tengah masyarakat amat beragam.

“Pihak perbankan harus jemput bola, mendidik masyarakat sebaik-baiknya, begitu juga saat mengimbau penukaran uang lama dengan uang baru. Informasi diberikan dengan bahasa sederhana yang mudah dipahami agar masyarakat tidak bingung,” ujarnya.
“Para pelaku usaha mesti menyiapkan diri dalam konteks alat pembayaran seperti penyediaan strook atau voucher. Bank Indonesia juga bersiap diri dalam menggelar tender untuk penyiapan uang kertas yang baru nantinya”, tambahnya lagi.

Semua ini masih menunggu kepastian, pasalnya Rencana Undang Undang (RUU) Redenominasi Rupiah itu baru masuk ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) untuk pembahasan, lalu akan diteruskan ke sidang paripurna dan baru turun ke Komisi.

Terlepas dari itu, seusai Rapat Kerja Pemerintah Tahun 2013 di Jakarta akhir Januari lalu, Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyatakan bahwa redenominasi mendesak dilakukan. Pemerintah akan terus melakukan sosialisasi di berbagai lini dan tempat. Untuk itu dibutuhkan kerja sama antar berbagai pihak, meliputi para akademisi, lembaga swadaya masyarakat (LSM), praktisi sampai ke masyarakat di daerah terpencil. (1003)

Untuk share  artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?52598

Untuk melihat artikel Utama lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_______________________________________________________________

Supported by :