Data pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan bahwa pada Triwulan II dan Triwulan III 2020 secara year on year (yoy), sektor pertambangan mengalami penurunan masing-masing sebesar -2,72% dan -4,28%. Sektor pertambangan di sini tentu saja tak terkecuali pertambangan batu bara yang belakangan jadi sorotan.

Setelah industri batu bara terseok-seok dihantam pandemi, kabar baik baru-baru ini datang dari Tiongkok. Negeri Tirai Bambu tersebut bakal membeli batu bara termal senilai US$ 1,467 miliar dari Indonesia tahun depan, setelah memutuskan untuk tidak lagi membeli dari Australia.

Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) dan China Coal Transportation and Distribution Association telah menyepakati kerja sama pembelian batu bara dari perusahaan-perusahaan tanah air. Peningkatan ekspor batubara ke Tiongkok digadang-gadang akan mencapai sebesar 200 juta ton di tahun 2021 mendatang.

Tentu, dengan adanya kerjasama ini, emiten-emiten yang bergerak di bidang batu bara mendapat sentimen positif. Lifepal mengidentifikasi sejumlah emiten perusahaan batu bara Indonesia yang memiliki porsi penjualan batu bara ke Tiongkok cukup besar. 

Lantas, bagaimana pengaruh berbagai hal tersebut di atas, dari penurunan sektor pertambangan pada PDB hingga sentimen positif mengenai rencana batu bara ke Tiongkok, terhadap harga saham emiten-emiten pertambangan di bursa saham?

Kinerja empat emiten ini mengalahkan IHSG dan Indeks Mining

Data kinerja di atas menunjukan ada empat emiten pertambangan yang kinerjanya sanggup mengalahkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Indeks Mining, indeks emiten-emiten pertambangan tempat mereka bernaung. Mereka adalah PT Adaro Energy Tbk (ADRO), PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), PT Harum Energy Tbk (HRUM), dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA)

PT Adaro Energy Tbk adalah Perusahaan Indonesia yang merupakan produsen batu bara terbesar di belahan bumi selatan dan keempat terbesar di dunia. Perusahaan ini mengoperasikan pertambangan batu bara tunggal terbesar di Indonesia (di Kalimantan Selatan) dan bertujuan menjadi grup pertambangan dan energi besar di Asia Tenggara. Pergerakan harga ADRO sejak bulan Desember 2015 sampai bulan November 2020 sudah tumbuh sebesar 169,90%. 

Sementara itu, PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) didirikan pada tahun 1987, adalah perusahaan pemasok batu bara terkemuka Indonesia untuk pasar energi dunia. Dari sisi harga saham, pergerakan harga ITMG sejak bulan Desember 2015 sampai bulan November 2020 sudah tumbuh sebesar 106,99%. 

Yang ketiga, PT. Harum Energy Tbk (HRUM) bergerak dalam bidang operasi dan investasi pada industri pertambangan, perdagangan dan jasa batu bara melalui anak perusahaan. Perusahaan ini mulai beroperasi secara komersial pada tahun 2007. PT Harum Energy Tbk sebagai induk perusahaan, didirikan pada tahun 1995, dengan portofolio usaha di bidang pertambangan batu bara dan kegiatan logistik berlokasi di Kalimantan Timur, Indonesia. Dari sisi harga saham, pergerakan harga HRUM sejak bulan Desember 2015 sampai bulan November 2020 sudah tumbuh sebesar 239,26%. 

Bukit Asam Tbk (PTBA) bergerak dalam bidang pertambangan batubara, termasuk survei umum, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan, pemurnian, pengangkutan dan perdagangan, pemeliharaan fasilitas pelabuhan batubara khusus untuk keperluan internal dan kebutuhan eksternal, pengoperasian pembangkit listrik tenaga uap untuk kebutuhan internal dan eksternal dan memberikan jasa konsultasi terkait industri pertambangan batubara serta produk turunannya, dan pengembangan perkebunan. Pada tahun 1993, Perusahaan ditunjuk oleh Pemerintah Indonesia untuk mengembangkan Unit Usaha Briket Batubara. Sejak Desember 2015 sampai dengan November 2020, tercatat adanya pertumbuhan pergerakan harga saham PTBA sebesar 166,30%.

HRUM Mengalami Penurunan Penjualan

Meski kinerja HRUM mampu mengalahkan indeks mining dan IHSG, dan merupakan yang tertinggi di antara keempatnya, berdasarkan laporan keuangan perusahaan, tercatat adanya penurunan penjualan dimulai sejak Triwulan III 2018 sampai Triwulan III 2020. 

Sementara itu, dari segi laba komprehensif, tercatat adanya kenaikan pada Triwulan III tahun 2020 meskipun terlihat adanya penurunan penjualan. Hal ini dikarenakan adanya tambahan pendapatan di sektor pendapatan lainnya. HRUM, mencatatkan penjualan sebesar 136,1 juta Dolar AS pada Triwulan III tahun 2020, dan mendapat laba komprehensif sebesar 26,8 juta Dolar AS.

Meskipun performa keuangan HRUM belum begitu bagus, namun dengan adanya peluang peningkatan ekspor ke Tiongkok, maka penjualan HRUM pun diprediksi melonjak. Pada Triwulan III 2020, HRUM melakukan ekspor ke Tiongkok dan Korea sebesar 76,5 juta Dolar AS.

Dari sisi harga saham, pergerakan harga HRUM sejak bulan Desember 2015 sampai bulan November 2020 sudah tumbuh sebesar 239,26%.

PTBA mengalami penurunan penjualan

Berdasarkan laporan keuangannya, perusahaan ini melakukan ekspor ke China sebesar 219,1 miliar rupiah pada Triwulan III tahun 2020. Namun, tercatat adanya penurunan penjualan jika dibandingkan dengan triwulan yang sama di tahun sebelumnya. 

Penjualan pada Triwulan III tahun 2019 tercatat sebesar 16,2 triliun rupiah, turun menjadi 12,8 triliun rupiah pada Triwulan III tahun 2020. Penurunan penjualan tersebut juga mendorong penurunan pada laba komprehensif emiten tersebut. 

Dilihat dari pergerakan harganya, dari Desember 2015 sampai dengan November 2020, tercatat adanya pertumbuhan pergerakan harga saham PTBA sebesar 166,30%.

Sumber: https://lifepal.co.id/asuransi/mobil/