Kisah Apia Dewi Agustin (23) mematahkan stigma jika anak kampung dengan kondisi perekonomian terbatas sulit untuk kuliah.

Setahun lalu, Apia  yang merupakan anak petani di pedesaan Gunung Lawu, Magetan tengah menjalani kehidupan sebagai mahasiswa semester akhir Universitas Gadjah Mada. Ia berhasil lulus dari prodi S1 akuntansi FEB UGM dengan predikat cumlaude tahun 2022 silam.

Apia menyelesaikan studi sarjananya ini tanpa dipungut biaya pendidikan dengan memanfaatkan beasiswa Bidikmisi dan beasiswa KAFEGAMA (Keluarga Alumni Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM).

Sekarang , dia berkesempatan melanjutkan studi pascasarjananya di UGM kembali secara gratis. Tidak hanya di jenjang S2, Apia bahkan mendapatkan kesempatan emas untuk langsung melanjutkan studi hingga jenjang S3.

“Alhamdullilah saya bisa meneruskan pendidikan master lanjut doktor melalui beasiswa PMDSU (Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU) Kemendikbudristek,” ungkap Apia.

Apia menjelaskan jalan mendapatkan beasiswa yang ditujukan untuk menghasilkan doktor yang bermutu, mempercepat penambahan dosen bergelar doktor, dan juga mempercepat peningkatan publikasi internasional ini berlangsung sangat ketat

Melalui program beasiswa ini, Apia menjadi salah satu dari 300 sarjana unggul yang beruntung untuk didik menjadi doktor muda dengan menempuh pendidikan pascasarjana secara akselerasi di jenjang S2 dan S3 maksimal 4 tahun mulai tahun 2023 ini.

Apia lahir dari keluarga sangat sederhana di salah satu pelosok desa yang jauh dari pusat kota di Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Ayahnya hanyalah seorang petani yang tidak pernah menempuh pendidikan formal, lulus SD pun tidak. Perekonomian keluarganya sempat goyah ketika sang ayah meninggal dunia saat Apia berada di semester 5 jenjang S1. Untuk hidup sehari-hari mereka pun mengandalkan hasil jualan dari toko kelontong kecil yang dikelola sang ibu yang hanya lulusan sekolah dasar.

“Dari jualan ibu itu ya hasilnya hanya pas-pasan saja untuk hidup sehari-hari,” tuturnya.

Namun begitu, kondisi tersebut justru menjadi pelecut semangat Aipa untuk tekun belajar dan berprestasi sejak bangku sekolah. Sejak SD hingga SMA, ia selalu menjadi bintang kelas. Peringkat pertama jarang lepas dari tangannya. Bahkan ketika SMA, Apia sering mengikuti lomba dan menjadi juara umum selama tiga tahun berturut serta menjadi lulusan terbaik di salah satu SMA terbaik di daerahnya. Saat SMA pun ia mendapatkan beasiswa penuh untuk pembayaran SPP karena prestasinya tersebut.

Sadar dengan kondisi keluarga yang serba terbatas. Saat menjalani masa kuliah Apia tidak hanya berdiam diri, ia aktif melakukan kerja paruh waktu dengan menjadi asisten dosen, kelas, penelitian, hingga laboratorium untuk menambah ilmu dan tentunya uang saku.

Dengan segala kondisi keluarganya, Apia tidak sekalipun merasa berkecil hati. Justru ia sangat bersyukur, sebab kedua orang tuanya selalu mendukung untuk anaknya bisa meraih pendidikan setinggi mungkin. Hal itu menjadi semangat Apia untuk terus belajar tekun hingga bisa menyelesaikan studi S1 dan kembali melanjutkan studi pascasarjana di Akuntansi UGM dengan beasiswa secara penuh.

“Saya selalu ingat pesan bapak ibu. Meski orang tua tidak sekolah, anak-anak harus bisa sekolah sebab dibekali harta akan ada habisnya, tetapi jika dibekali ilmu akan abadi,” jelasnya.

Saat ini Apia tengah fokus memenuhi target-target belajarnya selama di UGM dan menjadi awardee PMDSU. Apia memiliki minat penelitian di bidang Akuntansi Keuangan, Sistem Informasi Akuntansi, dan Akuntansi Syariah.

“Sekalipun dari pelosok desa, anak dari seorang petani yang tidak mendapatkan akses pendidikan formal, ekonomi pas-pasan, orang tua pun juga sudah tidak lengkap, tetap jangan pernah takut untuk bermimpi besar. Kita berhak untuk bermimpi tinggi dan meraihnya. Doakan, semoga ilmu yang diperoleh berkah dan bisa selalu bermanfaat untuk sesama,” pesan Apia yang bercita-cita ingin menjadi akademisi dan peneliti.

Sumber foto: ugm.ac.id

Baca juga: