Siang itu, Ari Sunarijati baru sampai di kantor Seknas Jala PRT di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan. Penampilannya sangat bersahaja dengan rambutnya yang sudah mulai memutih. Tahun 2014, wanita yang dilahirkan di Madiun ini berumur lebih dari setengah abad. Tua sudah pasti, namun usia hanyalah angka. Kobaran semangat masih nampak dalam tutur kata terlebih lagi jika menyangkut kehidupan kaum buruh Indonesia. “Pada waktu era Orde Baru aktivis buruh yang konsisten ditakut-takuti atau dikecam sebagai PKI, diintimidasi, dan lainnya tetapi sampai sekarang saya akan terus berjuang hingga tercapainya keadilan sosial bagi para buruh pada umumnya“ katanya lantang.

Aktivis gaek ini berkisah perjuangannya membela kaum buruh berawal di tahun 1978. Kala itu, ada pemilihan untuk pengurus di Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). Dia pun terpilih dan aktif menjadi pengurus organisasi itu. Semakin berkecimpung dan memahami seluk beluk problematika kaum buruh, dia pun akhirnya memutuskan untuk terjun lebih aktif dalam organisasi. Ari berkeyakinan langkahnya untuk lebih aktif dalam organisasi pasti ada konsekuensi. Hanya saja, dia berpendapat bahwa yang namanya rezeki sudah pasti ada yang mengatur. Pun dengan dukungan dari orang tuanya yang berada di Madiun. “Mereka mensupport langkah saya setelah saya berembuk” kata wanita yang lahir 1 Juni 1952 ini.

Dengan jalan totalnya menjadi aktivis kaum buruh, Ari mengenang di tahun 1984 dirinya pernah menangani kasus yang melibatkan 1500 buruh yang di-PHK (Pemutus Hubungan Kerja) tanpa pesangon di Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P). Lantas karena mendapat suara kuasa dari 1500 orang itu dan mereka tanda tangan semuanya. Hati Ari merasa miris sekaligus tertantang, jumlah itu bukanlah angka yang sedikit. Ditambah lagi sebelumnya dia belum pernah menangani kasus seperti ini. Hanya saja, kebesaran Yang Maha Kuasa mengingatkan dan dia percaya bahwa segala kemudahan akan diraih jika berusaha keras untuk mencapainya.

Ari pun belajar dan mencari jalan keluar untuk kasus yang ditanganinya. “Saya mencari tahu ke LBH Jakarta, setiap malam saya berdiskusi di sana dengan para buruh” ungkapnya kepada Kabari. Ari tidak melakukannya di kantor. Sebab Ari mempunyai alasan, dia tidak mau masuk Golkar, sebab menurutnya, organisasi buruh tempat bernaungnya untuk pengambilan keputusan, dari ketua, sekretaris adalah harus dari Golkar. Karena doktrin Golkar itu, menurutnya, buruh tidak boleh bergerak dan buruh tidak boleh menuntut haknya. “Kerja dengan eksploitasi, kalau kerja dan haknya terpenuhi masih lumayan ini kan tidak” kata Ari.

Dari situlah dia semakin terikat dengan persoalan buruh. Semakin serius dia belajar, Ari semakin memahami berbagai permasalahan yang mendera kaum buruh yang dibilangnya seperti halnya benang ruwet. Namun namanya benang ruwet selamanya tidak akan menjadi kusut jikalau dipintal dengan solusi. Dalam menyelesaikan benang ruwet itu, ilmu pun semakin banyak didapatkannya. Setelah menangani kasus 1500 buruh, Ari di tahun setelahnya menangani kasus yang melibatkan 19 buruh di Femina Garment. Dewi fortuna memihak kepadanya karena tuntutannya masuk akal, gugatannya pun dikabulkan oleh penasihat hukum Femina Garment.

Melawat Sekaligus Belajar di Luar Negeri

Ari Sunarijati diruang kerjaAtas prestasinya, di tahun 1985 Ari mendapatkan award dari United States of Information Service. Dan melawat ke negeri Paman Sam. Dia mendapatkan kuliah dan mengunjungi ke berbagai universitas-universitas disana. Di Departemen of Labornya AS, dari Washington dia mendapatkan kuliah di New York. Lalu ke Boston kemudian Atlanta, disana ke Charlestown dan berbagai kota-kota lainnnya. Selama di Amerika, Ari berkesempatan untuk menambah pengalamannya sambil belajar saat mengunjungi kaum petani di Amerika. “Ternyata disana saya melihat petani mempunyai puluhan hektar. Rumah petani satu antara petani lainnya berjauhan, mereka berkomunikasi melalui telepon, ohh ternyata kehidupannya petani sana seperti itu” paparnya. Terakhir dia berkunjung ke San Fransisco, menemui para aktivitis buruh.

Ari mengatakan plus minusnya tidak terikat dengan Golkar, dia bisa berkunjung ke berbagai negara. Dalam lawatannya Ari mendapatkan berbagai pelatihan dan kursus seperti keselamatan dan kesehatan pekerja di ILO Center, Economic Industrial ILO (International Labor Organization), kursus untuk pelajaran tentang pergerakan kaum perempuan di tahun 1990-an di Florida, AS, studi banding di Tiongkok, dan yang lain-lainnya. Selain itu Ari juga pernah studi banding ke Berlin dan Perancis, ketika mempresentasikan pembahasannya soal perempuan dan anak. “Saat itu kematian ibu saat melahirkan anak sangat tinggi” katanya. Rekomendasinya adalah welfare state untuk mencegah kematian ibu saat melahirkan. Di saat yang sama yang hadir di tamu ILO ada orang Jerman dan Perancis yang menangani soal jaminan sosial. Akhirnya dia diundang kesempatan studi lapangan ke jaminan sosial ke kedua negara tersebut.

Tahun 1997-2001, Ari aktif di ILO sebagai manager project selama 4 tahun. Hanya saja dia tidak bekerja full time secara berat hati Ari harus meninggalkan kerjaannya sebagai seorang aktivis. “Sebagian gaji saya saya sisihkan untuk gerakan ini” kata dia. Pun di tahun 1998, Ari pernah mengangkat tema hak buruh-buruh peremnpuan termasuk kasus Marsinah, buruh wanita yang tewas yang kini masih hangat diperbincangkan. ILO pun mencatat dan di tahun 2000, Indonesia diundang untuk pidato pertanggung jawabkan pemerintah terhadap kasus Marsinah. Namun sayang pemerintah Indonesia tidak datang ke Geneva, Swiss.

Pernah Membuat Komik Buruh

Ari Sunarijati pada sidang ILOSebagai upaya mencerdaskan kaum buruh, melalui organisasinya Ari pernah membuat semacam bacaan bagi para buruh-buruh di tahun 1992. Bacaan yang dibuatnya ini tergolong unik, bukan sejenis bacaan yang isinya melulu tulisan melainkan juga ilustrasi. “Jadi bisa dibilang bacaan ini komik” katanya. Dia punya alasan mengapa membuatnya demikian. Pasalnya, Bacaan tentang peraturan-peraturan menteri dan undang-undang selama ini hanya tulisan saja. ”Pernah dalam suatu pertemuan saya tanya bagaimana tanggapan teman-teman, mereka pun ketawa katanya belum dibaca. Saya pun kaget, mereka bilang membacanya gitu sih tulisan melulu biasanya membaca doyok sih bu Ari” kata dia. Lantas Ari pun berpikir bagaimana caranya membuat bacaan yang lebih mudah dipahami dan ringan bahasanya. Pilihan akhirnya jatuh kepada format bacaan seperti komik. Mereka pun, kata Ari jadi lebih mengerti.

Ide itu sebenarnya sudah muncul di tahun sebelumnya karena mencetak itu kan butuh biaya, jadi baru bisa dia realisasikan pada awal tahun 1990-an. Itu juga setelah Ari mendalami, karena menurutnya bagaimana bisa dituangkan dalam bentuk buku jika dia tidak memahaminya. Isi Komik itu berupa perjanjian kerja sama yang isinya bagaimana caranya, bagaimana membuat serikat buruh agar kita bisa berunding dengan pengusaha dan soal hak-hak buruh. “Itu sebenarnya materi diskusi, alat itu adalah komik-komik juga tentang perenpuan, hak cuti hamil, dan yang lainnya” tutur Ari.

Selain membuat komik, Ari juga aktif menjadi aktor terkait soal UU 13 Tahun 2003. Dia mengumpulkan teman-teman, dan membuat draft lantas diserahkan ke DPR. “Dewan harus kita desak dan akhirnya bisa juga diterima oleh DPR” kata dia. Landasannya ini karena tripartit, sebab ketika ada unsur ini, hak buruh tidak boleh diambil. Kita menyusun draft dan DPR menjadi fasilitator untuk perundingan antara pengusaha dan serikat pekerja. Karena tidak direncanakan dari awal negosiasinya, Ari pun memprioritaskan hal –hal yang penting untuk dikerjakan, seperti masalah PHK, mogok buruh, cuti haid, dan yang lain-lainnya. “Negosiasi itu alot sekali” bilang dia. Namun akhirnya sekarang ini bisa jalan walaupun Ari katakan belum bisa terlaksana seluruhnya tetapi dia optimis di masa depan keadilan sosial bagi buruh bisa diwujudkan.

Dalam rentang waktu yang tidak sebentar menggeluti dunia peburuhan, wanita yang belum lama ini mendapat nominasi Indihome award menyoroti secara singkat perbedaan permasalahan buruh di dua zaman, yaitu Orde Baru dan zaman reformasi. “Kalau yang saya rasakan di zaman orde baru musuh kita hanya pemerintah. Terus juga untuk melawan sistem kan? Pemerintah itu mengundang investor dengan promosi upah buruh murah dan berdampak sampai sekarang. Untuk menagih hak-haknya, kalau sekarang ini bahkan sudah ada serikat buruhnya pun pengurus-pengurus dipecat ada juga perusahan yang membuat serikat buruhnya menjadi hancur dan terpecah-pecah” ungkapnya

Terus sejak tahun 2001 setelah pemberlakukan otonomi daerah. “Saya mulai ke wilayah-wilayah misalnya ke Tanjung Pinang, nah, kepala disnakernya bukan naker karir melainkan orang pindahan” kata dia. Disana terletak kelemahannya, pertama dia tidak mengerti soal perburuhan. Tidak hanya di Riau saja, melainkan juga di wilayah-wilayah lainnya. jadi, Ari berasumsi seharusnya mereka yang ditempatkan bukan di tanah kerja yang semestinya. “Sejak otonomi daerah jadi tidak karu-karuan jadi perlu perubahan-perubahhan seperti menata kembali tatanan yang sudah ada menjadi lebih tertata dan diisi oleh orang-orang yang mumpuni di bidangnya” pungkas Ari. (1009)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?67298

Untuk melihat artikel Kisah lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_____________________________________________________

Supported by :

jason_yau_lie