Hari ini untuk pertama kalinya kita memperingati Hari Internasional untuk Korban Tindak Kekerasan Atas Nama Agama atau Kepercayaan. Hari ini menjadi pengingat bagi kita semua akan pentingnya mendorong dan melindungi hak kebebasan beragama secara mutlak, dan konsekuensi ketika negara gagal melakukannya.

Mendorong kebebasan beragama atau berkeyakinan adalah tanggung jawab komunitas global, dan hal ini merupakan prioritas utama kebijakan luar negeri pemerintahan Presiden Trump. Persekusi atas nama agama terus meningkat, terutama di negara-negara seperti China, Iran, dan Burma. Untuk mengatasi tantangan ini, saya mengadakan Pertemuan Ke-dua Tingkat Menteri untuk Memajukan Kebebasan Beragama di Washington bulan lalu. Peristiwa terbesar untuk pertemuan sejenis ini dalam sejarah Departemen Luar Negeri AS tersebut mempertemukan lebih dari seribu anggota masyarakat sipil dan komunitas keagamaan, lebih dari seratus pemerintahan, dan penyintas persekusi agama dari hampir setiap komunitas keagamaan ataupun yang bukan. Bersama-sama, kami mengirimkan pesan yang jelas lintas agama, politik, dan etnis tentang komitmen global memerangi persekusi dan mendorong kebebasan beragama untuk semua masyarakat.

Tidak seorang pun harus menghadapi persekusi karena keyakinan mereka, karena mengubah keyakinan, ataupun karena berpindah komunitas kepercayaan. Semua pemerintahan memiliki tugas untuk melindungi masyarakat dari bahaya tanpa memandang kepercayaan mereka, dan meminta pertanggungjawaban dari pelaku persekusi.