KabariNews –  Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen (SPK) Kementerian Perdagangan Widodo  menegaskan pencantuman label Berbahasa Indonesia sifatnya wajib pada saat barang diperdagangkan di pasar dalam negeri. “Bukan pada saat barang masuk wilayah pabean Indonesia,” kata Widodo dalam siaran persnya.

Para importir, produsen, dan pedagang pengumpul yang mencantumkan merek dagangnya dikenai kewajiban ini. “Saya mengingatkan ketentuan tersebut juga diwajibkan bagi pedagang pengumpul jika diperdagangkan dengan mencantumkan merek milik pedagang pengumpul. Pedagang Pengumpul adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha yang mempunyai kegiatan usaha mengumpulkan hasil produksi usaha mikro dan usaha kecil untuk diperdagangkan,” tegas Widodo.

Ketentuan tersebut dijabarkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 73/M-DAG/PER/9/2015 tentang Kewajiban Pencantuman Label dalam Bahasa Indonesia Pada Barang, yang berlaku sejak 1 Oktober 2015. Widodo menjelaskan, sebelumnya pelaku usaha diwajibkan mengurus  SKPLBI (Surat Keterangan Pencantuman Label Bahasa Indonesia)/SPKPLBI (Surat Pembebasan Kewajiban Pencantuman Label Dalam Bahasa Indonesia) untuk barang yang akan diperdagangkan sebagai dokumen syarat kepabeanan. Namun kini SKPLBI/SPKPLBI dihapuskan sehingga pengawasan dilakukan secara post audit di pasar atau tempat penyimpanan barang.

Selain aturan label, Widodo menuturkan kepada para pelaku usaha yang hadir di ITC Mangga Dua untuk wajib mengetahui identitas pemasok barang yang diperdagangkannya. Hal tersebut, lanjut Widodo, merupakan amanat dari Permendag No. 72/M-DAG/PER/9/2015 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Perdagangan No. 14/M-DAG/PER/3/2007  tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib Terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan, yang berlaku sejak 28 Oktober.

“Pelaku usaha yang memperdagangkan barang wajib mengetahui identitas pemasok barang yang diperdagangkan, paling sedikit nama dan alamat lengkap produsen, impotir, distributor, subdistributor, dan pemasok lainnya yang dimaksudkan untuk ketelusuran barang jika barang tersebut tidak sesuai ketentuan,” lanjut Widodo.

Permendag No. 72/M-DAG/PER/9/2015 juga telah meniadakan kewajiban kepemilikan Surat Pendaftaran Barang (SPB) pada saat barang memasuki wilayah Republik Indonesia, tetapi tetap harus memiliki Nomor Pendaftaran Barang (NPB) yang sifatnya tidak transaksional.

Melalui dua Permendag ini Widodo berharap dapat menciptakan iklim usaha yang lebih kondusif bagi pelaku usaha dalam menjalankan usahanya. “Pelaku usaha harus taat dan patuh pada ketentuan, baik yang terkait perlindungan konsumen dan kepabeanan, maupun ketentuan lainnya, seperti kewajiban label Berbahasa Indonesia, SNI, dan kewajiban mengenai identitas pemasok barang yang diperdagangkan,” pungkas Widodo. (1009)