Sejak demonstrasi di Mesir berlangsung, para mahasiswa ramai menghubungi KBRI
Mesir di Kairo. Dari perkiraan sekitar 4200 mahasiswa, ternyata
jumlahnya mencapai 5000 orang. Mereka yang jarang ke kampus untuk
menyelesaikan studi, mulai menunjukkan dirinya. “Fosil-fosil
bermunculan” kata Menteri Pendidikan Indonesia, M Nuh. Istilah fosil itu
akrab di kalangan mahasiswa sebagai istilah bagi mahasiswa yang belum
juga lulus. Kenapa mereka muncul kembali? Karena situasi di Mesir yang
tidak nyaman, tentunya.

Jamalullail, mahasiswa S-2 di Universitas Al Azhar asal Sulawesi Selatan, misalnya. Dia menelpon KBRI dan ingin segera dievakuasi. Namun KBRI
menyatakan, bahwa evakuasi pertama sampai ketiga diprioritaskan untuk
wanita, orang sakit dan anak-anak. Jamal harus menerima kebijakan itu.
Dia dan teman-temannya menunggu di apartemen mereka sekitar Nasser City.
Dengan internetlah, dia bisa berkomunikasi dengan dunia luar. Jaringan
internet sempat diblokir oleh pemerintah Mesir selama 6 hari sejak tgl
25 Januari. Namun sudah dibuka lagi.

Jamal membenarkan, bahwa situasi di Mesir tidak nyaman lagi bagi
mereka. Menurutnya, sejak kelompok anti Presiden Mesir Hosni Mubarak
bergerak, Selasa (25/1), mereka sudah tidak bisa keluar seenaknya.
Penjarahan terjadi di mana-mana. Jam malam diberlakukan, mulai pukul
15.00 sampai pukul 08.00 pagi waktu setempat. Sejak Rabu (2/2) jam malam
diundur, dari pk 17.00 sampai pk 07.00 pagi.

Menurutnya, makin lama situasinya mengkhawatirkan. Karena pasokan
makanan terus menipis. Hampir semua toko tutup. Shalat berjamaah di
masjid terdekat, belum bisa dilakukan. Tetangga orang Mesir melarang dan
menyuruh mereka kembali ke rumah.

Sebagian orang-orang Mesir berjaga dengan benda tajam dan tumpul
untuk menghalau para penjarah. Kondisi mereka cukup aman asal tidak
keluar rumah. Menurutnya, warga Mesir terus memantau mereka dan ikut
menjaga serta memberikan peringatan jika sewaktu-waktu terjadi hal-hal
yang mengkhawatirkan. Orang Mesir sendiri selalu bersikap baik. Memberi
perhatian kepada orang Indonesia. “Mereka melarang untuk kebaikan kami,
“ kata Jamal. “Kami sangat berterimakasih atas kebaikan mereka. Namun,
sampai kapan di sini? Kami hanya berdiam diri di rumah dan hanya keluar
untuk membeli bahan makanan atau keperluan yang mendesak ”, tulisnya di chatting room.

Berbagai kesulitan memang menghimpit para mahasiswa itu. Mereka sendiri
tak banyak uang. Tunjangan beasiswa mereka sekitar 165 – 170 pound
Mesir atau sekitar 45 – 50 US$ perbulan. Jumlah yang tidak besar.
Beberapa malah harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Sekarang harga kebutuhan di sana mahal sekali. Toko tak lagi dipasok
oleh pemasok barang. Tiap provinsi dijaga oleh polisi dan tidak
sembarang kendaraan bisa melintasi batas provinsi. “Kami menginginkan
pemerintah melakukan evakuasi secepatnya agar kami bisa tenang. “
ujarnya.

Perkuliahan ditutup sampai batas yang belum ditentukan. Sampai saat
ini, belum ada pernyataan resmi dari Universitas Al-Azhar. Juga
keputusan resmi dari Kementerian Pendidikan Mesir. Tapi, sementara
seluruh kampus diliburkan. Mahasiswa Al-Azhar baru saja menyelesaikan
ujian termin pertama, tgl 24 Januari. Tgl 25 Januari, demonstrasi
dimulai. Ujian termin kedua di Al-Azhar jatuh pada akhir Mei sampai awal
Juni.

Jamal, tidak sendiri. Banyak sekali mahasiswa Indonesia yang merasa,
bahwa keadaan sekarang sangat dilematis bagi mereka. Ada yang terancam Drop Out
(DO) kuliah putus karena tenggat waktu. Mereka harus segera
menyelesaikan skripsi atau tesis mereka. Namun situasi politik di sana,
sangat tidak memungkinkan.

Menitipkan anak evakuasi ke Indonesia, demi tesis

Dilema itu dialami pasangan Umi Kulsum (30) dan Muhammad Taesir Al
Azhar (37). Pasangan ini sudah tinggal di Mesir selama 10 tahun.
Muhammad Taesir Al Azhar menyelesaikan S2 di Universitas Al Azhar dan
terancam DO. Sedang Umi Kulsum adalah guru bahasa Indonesia di
Cairo. Pasangan ini memiliki 3 anak, yaitu Ala ( 6 tahun) dan Afnan (4
tahun) serta Hurin Ain (3 bulan). Karena tesis Muhammad Taesir Al Azhar
harus selesai tahun ini juga. Mereka tidak merencanakan untuk pulang ke
Indonesia.

Namun situasi Mesir makin memanas, membuat Umi Kulsum berfikir ulang. Mendengar pemberitahuan dari KBRI
tentang kemungkinan pulang untuk anak dan wanita, dia mendaftarkan
keluarganya untuk ikut evakuasi ke Indonesia. Dia memutuskan Ala dan
Afnan dievakuasi. Keputusan itu diambil Selasa (1/2) subuh, sekitar
pukul 04.00 waktu Mesir. Pukul 07.00, Umi langsung mengemasi
barang-barang anaknya. Pukul 09.00 mereka ke Bandara. Dua anak Umi itu
berangkat ke Indonesia tanpa dirinya maupun suaminya.

Lantas ? Ala dan Afnan yang masih kecil itu, dititipkan ke teman Umi
bernama Rani dan Apep. Mereka suami istri dan tidak membawa anak. Selama
perjalanan ke Indonesia 10 jam, dua anak itu tidak rewel. “Mereka
tidak keberatan pisah sama orang tuanya, Tidak rewel selama perjalanan”
kata Ulfah, adik kandung Umi . Rabu (2/2), keluarga Umi yang berasal
dari Bandung, menjemput Ala dan Afan ke bandara Soekarno Hatta.
Peristiwa tersebut menarik perhatian banyak pihak. Sebagian menyesalkan .
Sebagian berusaha memahami keputusan yang diambil oleh keluarga itu.

Kementerian Pendidikan dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
(Menakertrans) Indonesia, sudah menyiapkan beberapa solusi. M. Nuh
sebagai Menteri Pendidikan, dalam waktu dekat akan menyurati Menteri
Pendidikan Mesir. Ini untuk kelangsungan pendidikan mahasiswa asal
Indonesia. “Benar-benar di luar kemampuan dan bukan kemauan mahasiswa
itu. Pasti universitas akan memahaminya,”katanya. Bila situasi Mesir
tidak memburuk lagi, menurut M.Nuh dalam waktu sebulan, kemungkinan
kondisi pulih kembali. “Para mahasiswa itu akan kita antarkan lagi ke
Mesir atas tanggungan pemerintah”, lanjutnya.

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar juga memastikan, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang berada di Mesir sudah didata oleh KBRI di Kairo. Sejauh ini mereka dalam kondisi baik. Data yang ada, jumlah TKI di Mesir mencapai 1.000 orang. Dari jumlah itu, 70% adalah laki-laki dan illegal. Mereka tidak melalui prosedur resmi. Meskipun illegal, mereka dapat dievakuasi pemerintah. Bila situasi aman dan TKI itu akan berangkat lagi ke Mesir. Menteri Muhaimin meminta mereka untuk mengurus dokumen resmi supaya status mereka tidak lagi illegal. (Indah Winarso)

Untuk share atrikel ini klik www.KabariNews.com/?36307

Untuk melihat artikel Khusus lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel in

_______________________________________________________________

Supported by :