Selain catur, masih ada
permainan papan yang tak kalah menarik, yakni Igo. Igo merupakan
permainan papan yang cukup unik. Dari cara bermain, Igo malah jauh
lebih ringkas dan sederhana daripada catur, tapi punya tingkat
kompleksitas yang setara. Tak sedikit pula yang beranggapan, meski cara
mainnya sederhana, Igo jauh lebih rumit.

Apa sih Igo?

Ada beberapa versi sejarah kemunculan Igo. Namun tak ada satupun bukti
tertulis kapan persisnya permainan ini dimulai. Bukti fisik tertua
tentang Igo dalam bentuk tulisan adalah tulisan pada “Analects”
karangan Confucius yang ditulis sekitar abad 5 SM. Sementara bukti
fisiknya, sebuah papan 17 X 17 pada makam Dinasti Han.

Dari cerita yang beredar, permainan ini diciptakan Kaisar Yao
(2357-2256 SM) sebagai hiburan untuk anaknya yang idiot. Cerita lain
menyebutkan bahwa Kaisar Shun (2255-2205 SM) membuat permainan ini
dengan harapan meningkatkan kemampuan berpikir anaknya yang lemah. Ada
juga cerita yang mengaitkan penciptaan Igo dengan Wu, abdi Kaisar Jie
(1818-1766). Kisah terakhir mengatakan bahwa Igo dibuat oleh para
astrolog kerajaan zaman dinasti Zhou (1045-255 SM).

Papan permainan Igo berbentuk kotak-kotak seperti catur tapi tak
berwarna alias polos. “Pada permainan professional, Igo menggunakan
papan 19×19 (361 titik). Namun ada juga papan berukuran lain. Untuk
pemula biasanya memakai papan 9×9 atau 13×13,” ujar Edwin Halim, pemain
Igo professional yang juga menjadi pimpinan Federasi Igo Indonesia (FII), saat ditemui Kabari dalam sebuah acara pameran di Jakarta Trade Center, Kemayoran.

Dua pemain yang berhadapan dibedakan menggunakan batu hitam dan
putih. Mereka bergiliran meletakkan batu mereka di persimpangan antara
(titik) garis vertikal dan horisontal. Pemegang batu hitam mulai lebih
dulu.

“Tujuan permainan ini adalah untuk menguasai daerah (titik) kosong
sebanyak mungkin. Kita juga bisa menangkap sekelompok batu musuh dengan
cara mengurungnya, yaitu menduduki semua titik kosong di
sekelilingnya,” kata Edwin. Penangkapan menyebabkan batu-batu yang
terkurung dikeluarkan dari papan. Batu itu nanti dihitung sebagai poin
saat penentuan pemenang.

Beberapa gerakan menangkap dapat menyebabkan keadaan papan yang
persis sama dengan keadaan sebelumnya. Aturan yang disebut “Aturan Ko”
melarang gerakan tersebut untuk dilakukan.
Pemain juga dapat melakukan pass jika dia merasa bahwa tidak ada lagi gerakan yang menguntungkannya. Jika kedua pemain pass berturut-turut, permainan selesai.

Di akhir permainan dilakukan penghitungan nilai. Pemain dengan nilai
terbanyak akan menang. Ada dua cara yang bisa dipakai. Dengan cara
Cina, tiap pemain mendapat nilai sebanyak titik kosong yang dia kurung
ditambah dengan batu yang dia miliki di papan. Jika cara Jepang
digunakan, tiap pemain mendapat nilai sebanyak titik kosong yang dia
kurung ditambah dengan batu musuh yang telah dia tangkap.

Igo di Indonesia

Dari China, Igo lalu masuk Jepang sekitar abad ke 7 Masehi dibawa oleh
orang Jepang yang berperang di China. Igo berkembang pesat di Jepang.
Mulai dari abad ke 13 sampai sekarang permainan ini terus mendapat
perhatian masyarakat Jepang, bahkan banyak sekali
perkumpulan-perkumpulan Igo di Jepang, baik yang dibiayai pemerintah
maupun dibiayai sendiri.

Di China permainan ini disebut Weiqi, di Jepang disebut Igo, dan di Korea disebut Baduk.
Tak ada catatan pasti kapan Igo mulai masuk ke Indonesia, namun bisa
dibilang permainan ini dipopulerkan bawa oleh lembaga budaya Japan
Foundation, Jakarta, sejak sepuluh tahun belakangan. Permainan ini
langsung mendapat tempat di kalangan anak muda. Bahkan pada hari-hari
tertentu para Igomania berkumpul di kantor Japan Foundation untuk main
Igo.

Menurut Edwin Halim, bermain Igo membutuhkan ketrampilan yang kompleks bukan cuma kreativitas tapi juga teori, intuisi, style,
semangat dan pengalaman. “Igo juga bukan dominasi orang-orang yang
berpengalaman saja, banyak kok yang usianya masih remaja atau anak-anak
sudah jago main Igo,” kata Edwin. Mencari peralatan Igo juga mudah.
Saat ini sudah banyak toko mainan yang menjual peralatan Igo.

Turnamen Igo yang rutin diadakan adalah turnamen 4 negara yang
digelar Japan Foundation setiap tahun untuk memperingati hubungan
Indonesia-Jepang. Pesertanya dari empat negara yakni, Indonesia, China,
Jepang dan Korea Selatan.(yayat)

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?34112

Untuk melihat Berita Indonesia / Sana-Sini lainnya, Klik disini

Klik disini untuk Forum Tanya Jawab

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_____________________________________________________

Supported by :