KabariNews –  Laju pertumbuhan pasar properti 2014 pada triwulan terakhir mengalami perlambatan, terutama  subsektor perkantoran dan retail, baik dari segi pasokan maupun penyerapan. Perlambatan di subsektor tersebut  disebabkan oleh pengaruh internal dan eskternal.

Vivin Harsanto (Head of Advisory Jones Lang Laselle) dalam keterangan persnya, Rabu, (21/1) di Jakarta, mengatakan pengaruh internal antara lain melemahnya nilai tukar rupiah terhadap US dollar dan peningkatan tingkat suku bunga. Hal ini menyebabkan pelaku pasar properti melakukan sikap wait and see, namun masih memiliki sentimen yang positif terhadap kondisi perekonomian nasional.

Sementara itu Angela Wibawa (Head of Markets Jones Lang Laselle) memaparkan bahwa tingkat hunian perkantoran di CBD tetap stabil di kisaran 94%, mengalami kenaikan sekitar 1% dibandingkan tingkat hunian pada triwulan IV di 2014. Penurunan terjadi di tingkat permintaan sebesar (-)2.600 m2 yang disebabkan oleh efisiensi dan relokasi beberapa penyewa gedung perkantoran CBD ke gedung yang dimiliki sendiri. Secara menyeluruh penyerapan ruang perkantoran CBD selama tahun 2014 adalah 48.000 m2 dan angka tersebut menunjukkan angka tingkat penyerapan terendah sejak 10 tahun terakhir.

Sebaliknya yang terjadi di pasar perkantoran di luar CBD, penyerapan ruang perkantoran selama triwulan IV adalah 42,000 m2 terjadi di gedung perkantoran grade B & C di Jakarta Barat (Slipi) dan Jakarta Selatan (Kuningan dan TB Simatupang). Tingkat penyerapan di tahun 2014 untuk perkantoran di luar CBD sebesar 119.000 m2 menunjukan penurunan dibanding tahun 2013. Tingkat hunian gedung perkantoran di luar CBD adalah 91% atau mengalami penurunan sebesar 1%.Ini diakibatkan adanya pasokan baru ( ± 25.000 m2) di Jakarta Selatan (TB Simatupang).

Harga sewa di pasar perkantoran CBD tidak mengalami perubahan yang signifikan, kecuali pada gedung grade B yang mengalami kenaikan sekitar 3% dibandingkan triwulan sebelumnya. Para pengembang menjelang tahun 2015 ini, menunujukkan adanya tendensi untuk menaikkan service charge akibat pengaruh dari kenaikan tarif listrik, kenaikan BBM dan upah minimum regional (UMR).

“Terlepas dari kondisi perekonomian dalam negeri yang diwarnai dengan melemahnya Rupiah terhadap dollar Amerika, tingginya tingkat suku bunga dan sentimen bisnis yang sedang menurun, aktifitas pasar properti di Indonesia masih menunjukkan persepsi yang positif. Hal ini terjadi di pasar properti hunian (kondominium), ritel dan perkantoran Non CBD “ kata Angela.

Sektor perumahan (kondominium) tetap mendapatkan respon yang positip dari pasar, terutama sektor hunian vertikal ini masih dianggap instrument investasi yang menarik oleh pasar pembeli properti. Pada penutupan tahun 2014. Meskipun dibayangi dengan kondisi makro ekonomi yang masih bergerak lamban, penyerapan pasar hunian kondominium pada triwulan IV 2014 mencapai 3.975 unit, sedangkan total penyerapan pasar kondominium di tahun 2014 mencapai ±17.000 unit dan pasokan mendatang (hingga 2018) mencapai ± 56.000 unit.

Di triwulan IV 2014 harga kondominium di kelas mewah (high-end) dan atas (upper) mengalami kenaikan yang cukup signifikan sebesar 7.5 % di kuartal ini. Hal tersebut disebabkan karena kepercayaan pembeli terhadap kondominium sebagai alat investasi dan keterbatasan pasokan kondominium di kelas mewah dan atas. Pada akhir 2014 tingkat hunian ruang ritel mencapai 92,4% tidak mengalami perbedaan terhadap tingkat hunian di periode yang sama di tahun 2013. Pada triwulan IV, tidak ada pasokan baru di pasar ruang retail. Total kumulatif penyerapan ruang retail mencapai 50.646 m2 dengan jumlah pasokan hingga 61.848 m2 di Jakarta Barat.

Vivin Harsanto menambahkan pada tahun 2015 ini pasar properti akan lebih baik dengan ditandai oleh sentimen para investor yang masih positif terhadap investasi properti di Indonesia. “Pada penutupan tahun 2014 para investor asing masih antusias menunjukkan minatnya berinvestasi di sektor properti Indonesia. Sektor kondominium dan perumahan di Jabotabek menjadi sektor yang selalu dibidik investor asing, mengingat pasar perumahan di Indonesia yang masih kuat. Sektor logistik dan industri juga dilirik sebagai peluang pengembangan yang menarik bagi para pengembang lokal dan investor asing.” Pungkasnya. (1009)