KabariNews – Said Agil Siradj, Ketua PBNU, hari ini mengumumkan di istana negara bahwa Presiden Jokowi telah menandatangani Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang) yang melarang Hizbut Tahrir beroperasi di Indonesia. Pemerintah akan mengumumkan pelarangan ini hari Kamis, demikian menurut Siradj.

Perppu ini kekuatan hukumnya sama dengan undang-undang legislatif. Secara teori, DPR akan memiliki waktu 1 tahun untuk menyetujui atau menolak Perppu.

Said Agil mengatakan bahwa pemerintah kesulitan membubarkan HTI dengan adanya Undang-undang organisasi masyarakan yang ada sekarang ini.

7 Juli lalu, 14 organisasi masyarakat Islam, termasuk Nahdlatul Ulama, melakukan pertemuan dan mengeluarkan surat pernyataan bersama di Kantor Pusat Nahdlatul Ulama yang meminta pemerintah untuk menerbitkan Perppu untuk melarang Hizbut Tahrir. Mereka menyatakan bahwa Hizbut Tahrir adalah ancaman bagi keamanan bangsa sehingga mereka meminta pemerintah untuk mempercepat pembubaran dan memakai Perppu.

Yang menarik, Muhammadiyah yang merupakan organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia tidak hadir di dalam pertemuan ini. Tidak hadir pula Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).

Yang jelas, Jokowi mendengarkan permintaan ini dan memerintahkan kabinetnya untuk mempersiapkan Perppu tersebut.

Langkah ini agak mirip dengan keputusan yang dikeluarkan pada tahun 1966 oleh Pejabat Presiden Soeharto untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia. Soeharto pada saat itu mengeluarkan Keputusan Presiden untuk mengumumkan pembubaran PKI.