Demensia atau pikun yang banyak menyerang orang berusia lanjut usia (lansia) disebabkan oleh 10 – 11 penyakit, termasuk tumor otak serta pendarahan pada otak yang bisa ditangani ahli bedah saraf. Kondisi penderita, semakin tua semakin besar kemungkinan terserang demensia. Pada penderita demensia, terjadi gangguan fungsi intelektualnya, termasuk pula kemampuan mengingat, terutama ingatan jangka pendek (mudah lupa).

Demikian diungkapkan Profesor Satyanegara, ahli bedah saraf ternama, dalam Konferensi Internasional Dementia Forum 2024 di Kaohsiung, Taiwan. “Di antara semua 10 – 11 penyakit yang menyebabkan dementia, yang berkaitan pengobatannya kalau ada pendarahan di otak atau tumor otak.”

Profesor Satyanegara menjelaskan penderita demensia juga sulit berpikir abstrak, sukar mengolah informasi baru atau mengatasi persoalan. Kepribadian seorang penderita demensia, misalnya respons emosionalnya, juga bisa berubah. Dalam beberapa kasus, gejala itu bisa menjadi kronis dan progresif sehingga penderita kehilangan seluruh kemampuan intelektualnya.

“Kalau mendadak yang jadi pikun, karena ada tumor. Kalau operasi pembedahan, tumornya sudah diambil (dihilangkan), biasanya kondisi penderita membaik,” kata Prof. Satyanegara, perwakilan Indonesia pada 2024 International Dementia Forum (IDF) di Kaohsiung, Taiwan.

IDF berlangsung satu hari penuh, diikuti oleh para ahli termasuk neurologist, psychiatrist, psychology, dokter spesialis kejiwaan, Dokter Rehabilitasi Medis dari berbagai negara. IDF mengundang Fakultas Kedokteran President Univ. (FK-PU) Jababeka, dan Prof. Satyanegara selain sebagai Wali Amanat FK-PU, juga yang dianggap kompeten karena berprofesi sebagai ahli bedah saraf.

“Kalau yang betul-betul terserang alzheimer, (si penderita) tidak bisa sembuh karena tidak ada obatnya. Saya menjelaskan pada IDF, untuk tidak langsung menitipkan penderita di panti jompo atau senior living care (pelayanan lansia). Penderita harus diperiksa dulu, bagaimana kondisi medis otaknya,” kata Prof. Satyanegara, yang didampingi SD Darmono (President Univ.), Sigit Samsu dari Universitas Negeri Jember (UNEJ) di KaohsiungYuan-Han Yang, Professor, Neuroscience Research Center, Kaohsiung Medical Univ, Vice superintendent, Kaohsiung Municipal Tatung Hospital Taiwan sebagai lead IDF, dan para pembicara datang dari Singapura, Korea, Jepang, Thailand, Filipina, Vietnam.

Masing-masing ahli dari negaranya memaparkan materi/presentasi mengenai dementia dan alzheimer. Kondisi dimana penderita mudah lupa, sebagai gejala yang paling sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari warga lanjut usia (lansia). Tapi, mudah lupa tak jarang ditemukan pada usia setengah baya, bahkan umur belia.

“Untuk memori (ingatan), mungkin penderita dementia masih bisa mengenal anggota-anggota keluarganya atau orang-orang dekatnya. Tapi yang jelas, usia yang di atas 65 tahun, masih usia produktif. Usia tersebut, masih efektif dan efisien dalam melakukan pekerjaan,” kata Prof. Satyanegara.

Beberapa pembicara pada IDF melihat perlunya pelatihan, terapi psychology untuk analisa. Bagi saya, hal tersebut ‘datar dan sebaliknya ia melihat urgensi untuk membangun fasilitas Dementia Research Center. Hal tersebut yang diutarakan oleh pembicara dari Singapura. Ide tersebut (research center) lebih mendekati pemikirannya. Sebelum penderita dementia dititipkan di panti jompo atau senior living care, perlu ada pemeriksaan.

“Sebelum masuk panti jompo, peneliti di research center bisa membantu pemeriksaan (terhadap penderita dementia). Kadang ada asrama juga untuk mendukung kegiatan research. Pembicara yang lain termasuk dari Filipina, Vietnam lebih berkutat pada fisioterapi, psychiatrist, education sebagai tindakan terhadap penderita dementia. Berbagai fasilitas yang dibangun pemerintah masing-masing negara, juga harus dibarengi dengan peran swasta. Kolaborasi pemerintah dan swasta, termasuk upaya menyiapkan asrama, sambil pengobatan,” kata Prof. Satyanegara.

Sumber foto: Istimewa

Baca Juga: