Diani Sadiawati

Diani Sadiawati

Undang-undang atau regulasi dibuat untuk mengatur agar penyelenggaraan negara berjalan tertib dan harmonis. Namun, karena mekanisme pembentukannya keliru, yang terjadi malah kerancuan dan ketidakpastian. Kabari menemui Dr Diani Sadiawati, SH, LLM, Direktur Analisa Peraturan Perundang-undangan di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) sambil mengajak Anda mengenal perempuan kelahiran 1962 itu lebih dekat.

Setiap tahun undang-undang dibuat, tanpa pernah meneliti khazanah regulasi yang sudah ada. Akibatnya, terbitlah undang-undang senada yang saling tumpang tindih. Ini menimbulkan beban yang tidak perlu bagi kelompok sasaran maupun pihak yang terkena dampak. Selain itu ada juga undang-undang yang sifatnya multitafsir, berpotensi mengundang konflik, ketidaksesuaian asas, lemah dalam penerapannya, tidak harmonis/sinkron, tidak memiliki dasar hukum, tidak dilengkapi aturan pelaksanaannya, serta tidak konsisten.

Demikian Diani menyampaikan fakta yang ada dalam tata perundang-undangan di Tanah Air. Sebelumnya ia juga mengungkapkan hal yang sama di dalam seminar nasional bertajuk Reformasi Regulasi untuk Mewujudkan Perencanaan Kebijakan yang Sinergis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) di Depok. Betapa regulasi kita masih lemah, pun kualitasnya masih di bawah negara-negara lain. Pada The Worldwide Governance Indicators (WGI) 2011 menunjukkan, regulasi kita berada di posisi 10 sesudah Hong Kong, Australia dan Taiwan di posisi 1, 2 dan 3.

Reformasi Regulasi

Bersama sahabat alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Bersama sahabat alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Kepada Kabari, ibu seorang putri yang tengah beranjak remaja ini kembali menjelaskan. Sebagai anggota masyarakat dunia, Indonesia mesti membenahi peranti perundang-undangan untuk bisa berkompetisi di kancah internasional dengan sebaik-baiknya. Kata kuncinya, segera melakukan reformasi di bidang regulasi. Tidak bisa ditunda lagi.

“Agenda kerja saya adalah memperbaiki kondisi regulasi, sehingga penentuan kebijakan pembangunan dapat bersinergi dengan perundang-undangan secara harmonis dan tertib. Tidak seperti sebelumnya, perumusan rencana pembangunan dan pembentukan regulasi berjalan sendiri-sendiri. Tidak terjadi sinergi, sehingga tak tertutup kemungkinan berisiko hukum dalam pelaksanaannya,” ujarnya.

Jadi Pembicara di forum internasional

Jadi Pembicara di forum internasional

Sejak November 2012, Diani dipercaya menjadi Direktur Bappenas yang bertugas menganalisa perundang-undangan di Tanah Air. Tanggung jawab yang besar sekali, jauh lebih rumit ketimbang tanggung jawab dari jabatan sebelumnya sebagai Direktur Hukum dan Hak Azazi Manusia.

“Memang sekarang banyak sekali yang harus dikerjakan. Diketahui, selama berpuluh tahun undang-undang dibuat tiap tahun, tanpa pernah melakukan studi dan evaluasi yang menyeluruh terhadap regulasi yang sudah ada (existing regulation). Ini bukannya membuat tertib, malah menimbulkan ketidakpastian,” tutur Diani, sambil melanjutkan.

“Sibuk? Ya, tentu saja sibuk, sampai ada yang bertanya kepada saya, ‘Apakah sudah sanggup menjalani tanggung jawab yang demikian besar itu?’ Saya lakukan saja tugas yang ada di depan mata, dengan sebelumnya mengucapkan bismillah, memohon pertolongan Allah SWT.”

Agenda kerja yang dilakukan Diani adalah mempercepat terjadinya proses reformasi regulasi di Indonesia, sehingga pembangunan dapat dilaksanakan sesuai rasa Indonesia. Tahapan kerjanya meliputi empat langkah: Pertama, melakukan simplifikasi regulasi, yaitu menyederhanakan regulasi dengan melihat dan menata kembali regulasi yang ada. Setelah itu memberikan rekomendasi untuk memperbaiki, mempertahankan, atau mencabut regulasi itu. Dukungan kementerian dan lembaga berwenang diminta melakukan hal ini.

Kedua, melakukan rekonseptualisasi, artinya mengubah tata cara pembentukan regulasi sehingga prosesnya menjadi lebih tertib. Memang, mekanismenya berubah. Bila semula kementerian dan lembaga berwenang bisa membuat regulasi sendiri. Alhasil, regulasi yang tersebar mengakibatkan potensi konflik dan berlawanan antara satu regulasi dengan regulasi lainnya.

Hadiri pelantikan suami sebagai kepala BPHN

Hadiri pelantikan suami sebagai kepala BPHN

“Selama ini harus diakui, kebijakan pembangunan dikoordinasikan oleh Bappenas dan penyusunan regulasi oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM (BPHN-Kemhukham), tapi masing-masing berjalan sendiri-sendiri. Tidak heran jika regulasi yang beredar bermutu rendah yang mengakibatkan daya saing Indonesia di antara negara lain juga rendah. Syukurlah, saya dapat bersinergi secara positif dengan BPHN, kebetulan suami saya, Wicipto Setiadi, menjadi Kepalanya. Sesegera mungkin dapat mewujudkan PTSP—Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Ini dapat menghindari beban regulasi tidak perlu yang selama ini dikeluhkan investor.”

Ketiga, langkah yang sifatnya jangka panjang, karena tidak mudah mewujudkan otoritas tunggal sebagai pengelola regulasi. Seperti pernah disampaikan Kepala BPHN-Kemhukham di depan kementerian, bahwa mekanisme pembuatan undang-undang berubah. Ada 5 kementerian yang berperan sebagai pengarah, yaitu Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Dalam Negeri, Bappenas, Kementerian Keuangan, dan Sekretariat Negara.

“Yang menarik, masyarakat dilibatkan dalam proses pembentukan undang-undang. Kehadirannya akan menentukan rumusan regulasi yang akan dibuat. Jadi, tidak seperti yang lalu, kehadiran masyarakat hanya sekadar sebagai formalitas,” urai Diani, penuh semangat.

Langkah keempat adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Sebab dengan sistem yang bagus, didukung SDM perancangan regulasi dan SDM perencana kebijakan berkualitas, maka pembangunan yang diharapkan dapat terwujud.

Jelang AFTA 2015

Seminar nasional Bappenas-FHUI

Seminar nasional Bappenas-FHUI

Di lingkup ASEAN, kualitas regulasi kita masih rendah. Sementara Indonesia telah menyepakati pemberlakuan pasar bebas ASEAN atau AFTA (ASEAN Free Trade Area) 2015 tatkala digelar Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-IV pada 28 Januari 1992 di Singapura. Waktunya tinggal sebentar lagi. Banyak pihak, termasuk para pelaku pasar hingga penanam modal dari dalam dan luar negeri sangat menanti regulasi yang sederhana, tertib dan harmonis.

Kehadiran konsep PTSP tentu didambakan. Memang terbukti sekali dengan pemberlakuan konsep PTSP di Provinsi Bengkulu, misalnya, hal ini mengundang para penanam luar negeri untuk datang ke sana. Belum lama terdengar, Korea telah menanamkan modalnya di sana. Tentu ini kabar gembira dan dapat memicu provinsi-provinsi lain untuk segera menerapkan konsep PTSP dalam mengelola daerah masing-masing.

“Regulasinya mesti diatur sedemikian rupa. Sebagai anggota Komunitas Bebas ASEAN, kita mesti mengutamakan globalisasi, tetapi tentu saja harus melindungi pelaku bisnis kita, karena ini menyangkut mata pencaharian masyarakat. Jadi, tidak melulu mesti mengutamakan impor. Misalnya, negara kita dikelilingi oleh lautan, mengapa sampai garam saja harus impor? Jadi, mesti detail dan teliti dalam mengatur regulasi ini, untuk merumuskan RPJM yang betul-betul menjadikan Indonesia lebih baik,” ditambahkannya.

Sempat Mengajar dan Memasak

Berlibur dengan suami dan anak

Diani Sadiawati selalu terlihat energik, meski agenda kegiatannya sangat padat. Namun, sejak remaja, seperti diakuinya, terbiasa aktif. Ia justru merasa pusing bila tak punya banyak kegiatan. Karenanya, begitu lulus SMA pada 1982, ia giat kuliah di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, sehingga dapat selesai pada 1987 dan langsung menjadi asisten dosen untuk mata kuliah Manusia dan Kebudayaan.

“Kemudian saya bergabung dengan Bappenas, dan pada 1995 kuliah S2 di University of Leiden di bidang Public International Law. Untuk meningkatkan kemampuan saya, pada 2001 mengambil program doktoral di FHUI. Namun karena kesibukan kerja saya tak bisa diusik, tetapi menurut tim panel bahwa topik disertasi saya sangat menarik, yaitu tentang Mekanisme Regulasi di Bidang Migas, maka saya ditransfer ke Universitas Diponegoro. Lulus pada 2004,” ujar Diani.

Hari-hari Diani sangat sibuk. Pukul 8 pagi sudah berangkat kerja, dan baru pukul 8-9 malam tiba di rumah. Namun, karena didikan disiplin dari orang tua, ia terbiasa mengelola waktu dengan baik. Terbukti, meski jadwal kerjanya padat, ia masih mengajar mata kuliah Hukum Perdata, Hukum Internasional dan Hukum Administrasi Negara di beberapa universitas.

“Sifat saya air ya, aquarius, jadi selalu ngulik, mencari celah untuk bisa menyelesaikan pekerjaan. Kendala waktu yang terbatas, saya buat model mengajar berupa diskusi kelompok. Ini penting untuk mengasah intelektualitas mahasiswa dan mengasah kepekaan mereka terhadap permasalahan negara,” urai Diani, yang berbagi waktu dengan suami agar salah satu dari mereka selalu ada menemani putri tercinta.

“Tapi yang pasti, saya tetap ada waktu untuk memasak. Ya, saya hobi memasak. Tapi banyak lo yang tidak percaya. Padahal dari remaja saya suka masak, bahkan jelang Idul Fitri dulu saya suka buat black forest cake, dan pernah juga mengisi kantin. Tapi ke sini, kesibukan bertambah, tidak kepegang lagi. Jadi, saya masak untuk keluarga dan kadang bawa bakso untuk teman-teman di kantor,” ujar Diani, sambil terkekeh. (1003)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?60532

Untuk melihat artikel Profil lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :

lincoln