Begitu menjadi sarjana Matematika dari Institut Teknologi Bandung (ITB), ia ingin mengikuti jejak turun temurun keluarganya bekerja di perusahaan minyak Caltex di Dumai, Riau. Tapi tawaran (alm) Prof Nababan, dosen senior, untuk menjadi dosen membuatnya penasaran. Dengan diiringi doa mohon petunjuk dari-Nya, ia mencoba tawaran itu, dan jatuh cinta akhirnya.

Kota Dumai berarti besar bagi seorang Dumaria R Tampubolon, PhD. Di sana ia lahir dan tumbuh. Semasa hidupnya, ayahnya, Taruli Halomoan Tampubolon, bekerja di Caltex. Ibunya, Ratna Willis Tampubolon, sebagai perawat di perusahaan minyak multinasional itu. Makanya, tak heran ketika lulus kuliah, ia terpikir untuk mudik dan bekerja di sana saja.

Namun suatu hari, Prof Nababan memintanya untuk mempertimbangkan tawaran mengajar di almamater. Secara materi, menjadi dosen memang tidak pernah miskin, tapi kaya raya pun tidak. Hanya mencerdaskan itu akan memberi kepuasan batin tersendiri, demikian kata sang dosen kepada perempuan kelahiran Dumai, 11 September 1963 itu.

Untuk mengambil keputusan yang tepat, ia berdoa mohon Tuhan memilihkan jalan yang terbaik. Bekerja di perusahaan minyak asing, pasti secara materi beroleh lebih, atau menjadi dosen. “Kalau menjadi dosen adalah jalan terbaik untukku, ya Tuhan, mohon supaya aku jatuh cinta pada profesi ini,” demikian doanya.

Perjalanan Karier Menjadi Ringan

Tuhan menjawab doanya, dan memilihkan jalur pendidikan sebagai ladang ikhtiar baginya. Duma, demikian ia disapa, pun mengurungkan niatnya ke Dumai. Bahkan adik-adiknya—3 lulusan ITB dari Fakultas Teknik Planologi, Teknik Informatika, Matematika serta Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Hukum Internasional di Universitas Pajajaran, Bandung—tak habis pikir akan keputusannya. Mereka heran kok mau dan sanggup kakaknya berdiri berjam-jam mengajar di depan kelas.

Itulah, dalam perjalanannya, hati Duma telah tetap menjadi dosen. Ayahnya yang ketika itu pensiun pada 1989 mengurungkan niatnya tinggal selamanya di Dumai, memutuskan pindah ke Bandung. Duma makin ringan langkahnya. Yang juga membahagiakan Duma, ia bisa kuliah S2 hingga S3 di luar negeri, bukan dengan biaya sendiri.

Beasiswa pertama kuliah magister Statistika di Melbourne, Australia di Monash University, pada 1992. Diawali dengan pra S2 dulu, memilih program master by coursework (ujian saja, tidak ada tesis), master by coursework plus minor thesis (ujian, ada tesis), atau pure research. Duma tertarik memilih yang terakhir. Selesai pada 1996, ia dipercaya Prof Sunardi (alm) dan Prof Sembiring untuk membidani Jurusan Aktuaria di Fakultas Matematika, ITB. Duma juga yang mengikuti penggodokan program dengan Persatuan Aktuaris Indonesia (PAI), hingga terbentuk jurusan ini untuk Strata 2 dengan angkatan pertama pada 1998.

Seiring Proses Reformasi

Suasana di Tanah Air tengah memasuki proses reformasi. Di mana-mana mahasiswa berdemo hingga jelang penetapan Pemilu 1999. “Saya kebetulan Sekretaris Jurusan Bidang Kemahasiswaan, dan menerima tawaran dari National Democratic Institute (NDI) dari Amerika, organisasi di bawah Yayasan Jimmy Carter, untuk memantau pelaksanaan Pemilu, penghitungan suara dengan metode Parallel Vote Tabulation (PVT). Sebagai orang statistika, saya tertarik sekali,” kisahnya.

Mahasiswa juga membentuk Forum Rektor Indonesia (FRI) terdiri dari perguruan tinggi, negeri dan swasta, diketuai oleh Rektor ITB kala itu, Liliek Hendrajaya. Tujuannya, menjaga mahasiswa tetap bersatu. NDI pun memberi pelatihan penerapan metode PVT untuk memantau Pemilu dengan Duma sebagai Ketua PVT.

“Program kerjanya, mengambil sampling di Tempat Pemungutan Suara di tingkat kecamatan di 27 provinsi di Indonesia. Ratusan perguruan tinggi, dosen dan mahasiswa, dari Aceh sampai Papua ikut bergabung. Menurut NDI, baru kali itu dalam sejarah pemilu dunia, NDI melakukan metode PVT terbesar. Hasilnya bagus sekali dan prediksinya mirip dengan hasil pemilu sesungguhnya,” urainya.

Kunci keberhasilannya, jelas Duma lagi, mengedepankan netralitas. Tidak boleh ada anggota partai ikut memantau. Ada 48 partai ikut dalam pemilu pertama yang dilakukan secara demokratis. Sekitar 300.000 lebih pemantau. Mahasiswa menaiki puncak gunung seminggu sebelum pemilu atau naik kapal untuk menjangkau TPS di pulau terpencil. Sistem komputerasi sudah diterapkan di kabupaten, sehingga proses tabulasi bisa dilakukan di tempat dan dikirim ke sekretariat pusat di Jakarta. Sejarah yang penting!

Kuliah Aktuaria Di Australia

Akhir Januari 2000 pehobi menyanyi itu beroleh beasiswa dari World Bank untuk kuliah bidang asuransi umum di Macquarie University, Sydney. Sebagai pengusul program magister aktuaria, ia merasa bertanggung jawab untuk memiliki gelar di bidang itu. Di Australia bidang studi itu sudah ada sejak 34 tahun silam, tapi di Indonesia memang belum umum.

Ilmu aktuaria dapat diaplikasikan di beberapa bidang, seperti asuransi, investasi dan untuk mengelola risiko. Di dalamnya berbagai ilmu, dari matematika, statistika, ekonomi, akuntansi dan keuangan digabung, dengan dasar ilmu matematika dan statistika. Ilmu aktuaria dapat menerapkan ilmu peluang untuk mengestimasi kondisi keuangan di masa mendatang, dengan faktor risiko dan ketidakpastian.

“Di Indonesia, aktuaris di asuransi jiwa ada sekitar 300 orang, tetapi aktuaris di bidang asuransi umum belum ada. Padahal ada 90 perusahaan asuransi umum yang beroperasi di sini. Jadi, SDM profesional sebagai aktuaris di asuransi umum masih sangat langka. Meski sudah lulus S3, juga ada ujian profesinya,” tegas Duma.
Melihat fenomena ini berarti akan cukup menjanjikan prospek untuk berkarier sebagai aktuaris. Masih terbuka luas untuk berkarier di bidang ini, mengingat pentingnya asuransi telah mulai diterima oleh masyarakat, utamanya yang bermukim di perkotaan.

Seorang aktuaris bertugas mengawasi penghitungan premi di bawah pengawasan lembaga-lembaga seperti Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan di Kementerian Keuangan, untuk menjaga keamanan nasabah bila perusahaan asuransi bangkrut.

Aktif Melakukan Riset

Saat ini, disamping giat mengajar, Duma aktif melakukan berbagai penelitian dengan dibantu bersama mahasiswa dari S1 hingga S3. Di antaranya yang telah selesai adalah tentang profil risiko asuransi kendaraan bermotor se-Indonesia. Kemudian membangun catastrophy model untuk asuransi gempa bumi, yang sekaligus menghimpun banyak disiplin ilmu, dari ahli geofisika, geologi, seismologi, statistika, matematika, informatika, hingga aktuaria. Selain itu terlibat dalam lokakarya, seminar dan orasi ilmiah, serta menyusun rancangan, bahwa kelak setiap perusahaan asuransi umum, minimal mempunyai seorang aktuaris di bidang asuransi umum. Nah, bukankah ini peluang profesi yang baik dan menjanjikan?

Menurut Duma, yang tidak kalah penting dilakukan adalah menjelaskan kepada masyarakat agar tidak salah pengertian tentang asuransi. Bahwa asuransi bukan cara untuk menjadi kaya, tetapi untuk mengelola risiko yang bisa membawa kerugian finansial (keuangan). Misalnya, pada asuransi kematian, bila kepala keluarga meninggal, anak-istrinya tidak terbebani.

Raih Variance Price 2010

Variance Prize adalah penghargaan tahunan kepada tulisan ilmiah terbaik yang dimuat dalam jurnal ilmiah Variance dari The Casualty Actuarial Society, yaitu asosiasi aktuaris di Amerika Serikat. Bersama salah seorang pengujinya, yaitu Prof Gary G Venter, Duma diajak melakukan penelitian tentang Robustifying Reserving, yaitu jenis asuransi long tailyang pembayaran klaimnya dalam jangka waktu lama, seperti asuransi kompensasi pekerja.Hasil riset itu dikirimkan ke jurnal ilmiah Variance di Amerika Serikat, terbit pada edisi 2010. Ternyata riset ini memenangkan juara sebagai The Best Paper in The Year 2010. Dumaria R Tampubolon menjadi orang Indonesia pertama beroleh penghargaan Variance Prize, dan ia pun berangkat ke Arizona, Amerika Serikat untuk menerima penghargaan itu. (1003)

Untuk share  artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?51693

Untuk melihat artikel Profil lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :