Pernahkah kita memperingati atau sekadar ingat pada Hari Buku Nasional yang jatuh setiap tanggal 17 Mei? Sejak dicanangkan tahun 1980 lalu, gaung Hari Buku Nasional belum cukup terdengar. Masih banyak diantara kita yang belum memperingati atau mungkin tidak memperhatikan. Padahal buku disebut-sebut sebagai jendela ilmu. Sebenarnya bagaimana nasib buku dan budaya baca di Indonesia saat ini?

Minat baca masyarakat di Negara-negara ASEAN adalah yang paling rendah di dunia. Data tersebut  dikeluarkan oleh UNESCO. Kondisi ini juga mencerminkan minat baca di Indonesia. Membaca belum menjadi budaya di Indonesia. Membaca adalah sebuah kegiatan ‘mewah’ yang jarang dilakukan. Masih menurut survey UNESCO, hanya ada 1 orang dari 1.000 orang di Indonesia yang memiliki minat baca yang tinggi.

Apalagi aktivitas membeli buku, belum tentu membeli buku baru dilakukan setiap bulan. Toko buku tidaklah seramai tempat-tempat  belanja yang lain. Apalagi perpustakaan yang nyaris sepi pengunjung. Hanya segelintir kalangan yang masih mendatangi perpustakaan. Mereka tak lain adalah pelajar atau mahasiswa yang notabene memerlukan data dan informasi untuk  keperluan tugas di sekolah atau kampus.

Budaya baca yang masih belum diminati masyarakat diperparah dengan adanya kemajuan dan kecanggihan teknologi baik televisi maupun internet. Tayangan di televisi yang lebih menarik membuat kegiatan membaca kian terpinggirkan. Segala informasi yang lengkap tersedia di Internet, membuat pencarian data menjadi lebih mudah dan cepat. Lagi-lagi ini membuat buku dikesampingkan keberadaannya.

Bahkan jika melihat data perbandingan banyaknya buku yang dibaca oleh siswa SMA di beberapa negara, Indonesia menempati tempat terendah. Untuk siswa SMA di Amerika Serikat, jumlah buku yang wajib dibaca sejumlah 32 judul, Brunei 7 buku, Singapura 6 buku sedangkan  Indonesia 0 buku. Data yang cukup menyedihkan ini dikeluarkan oleh CSM, Center for Social Marketing.

Taman Bacaan Masyarakat

Di tengah-tengah rendahnya minat baca di Indonesia, masih ada sebagian orang yang peduli akan pentingnya membaca. Mereka mendirikan Taman Bacaan Masyarakat baik dengan dana sendiri maupun dengan adanya bantuan dari sana sini. Salah satu Taman Bacaan Masyarakat yang menjadi percontohan adalah TBM Arjasari di Kabupaten Bandung. TBM ini didirikan oleh Agus Munawar di ruang dapurnya yang hanya berukuran 3 x 3 meter. Agus kerap membeli buku bacaan bekas bermutu untuk melengkapi TBM nya. Agus menjalankan TBM dengan serius sehingga diapresiasi baik oleh masyarakat. Anak-anak pun menyukai kegiatan di TBM tersebut sehingga menjadi kegiatan rutin. Selain TBM binaan Agus, TBM lain sudah tersebar di Indonesia dan memberikan peran positif untuk menumbuhkan minat baca anak-anak.

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?55732

Untuk melihat artikel Khusus lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :