Batik merupakan warisan budaya Indonesia yang adiluhung. Kita baru saja merayakan Hari Batik Nasional tanggal 2 Oktober kemarin. Hari Batik ini dirayakan sesuai saat UNESCO menetapkan Batik sebagai Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity, yaitu warisan kemanusiaan untuk budaya lisan dan nonbendawi. Betapa bangganya kita sebagai warga negara Indonesia yang memiliki batik dan diakui dunia.
Di Indonesia sendiri, batik sungguh beragam. Meski kalau kita menyebut batik, orang langsung terpikir berasal dari kota Pekalongan atau Solo. Tetapi sesungguhnya di beberapa kota lain juga memiliki jenis batik sendiri yang memiliki ciri khas berbeda. Seperti batik Semarangan. Batik dari kota Semarang ini tak kalah indah.
Dan untuk membuat batik Semarang lebih dikenal luas, dibangunlah Kampung Batik Semarang yang berlokasi di kelurahan Rejomulyo, Semarang Timur. Jika ingin mengetahui sejarah dan aktivitas serta keindahan batik Semarangan, tempat ini menjadi tujuan yang tepat. Selain untuk berwisata sekaligus berbelanja.
Rini Sari Handayani, merupakan salah satu pengrajin batik yang mendalami batik Semarangan. Wanita kelahiran Semarang ini memiliki usaha toko Handayani yang beralamat di Kampung Batik Krajan No. 611. Awalnya tertarik batik karena kakaknya. “Kakak saya yang mengawali belajar membatik. Lama-lama saya tertarik. Karena pada waktu itu saya juga nggak kerja,” tutur ibu dari seorang putri semata wayang ini.
Motif khas batik Semarangan menggambarkan ciri khas kota Semarang seperti Tugu Muda dan Lawang Sewu. Serta flora dan fauna, semacam kupu-kupu, burung blekok, hingga pohon asam. Batik Semarang ini dipengaruhi gaya pesisir pantai karena itu warna-warnanya pun berani dan ekspresif. Tidak ada gambaran yang disembunyikan atau dituangkan dalam bentuk simbol-simbol. Berbeda dengan batik-batik kota lain yang memiliki makna tersembunyi didalamnya, seperti batik truntum atau parang. Batik Semarangan sangat lugas. Apa yang menjadi ekspresi si pengrajin, langsung tertuang dalam karyanya.
“Saya tertarik membatik sejak tahun 2010, lalu serius mendalaminya setahun kemudian.” Rini belajar membatik dengan mengikuti kursus di Dinas Tenaga Kerja di tahun 2011. Sebelumnya, belajar secara otodidak dengan sang kakak. Menurutnya dengan mengikuti kursus akan memperoleh sertifikat yang dapat dipakai sebagai bekal untuk bergabung dengan Komunitas Klaster Batik. Saat ini ada 10 komunitas di bawah binaan Walikota Semarang.
Keinginannya adalah ingin melestarikan batik Semarangan dan mengenalkan pada dunia, “Ini lho, kota Semarang juga punya batik.” Sehingga Rini tidak hanya berpangku tangan menangani usahanya saja tapi juga memberi pelatihan pada anak-anak, remaja serta para ibu yang tertarik membatik. Selain rajin mengikuti berbagai pameran dan pelatihan di kota Semarang. Untuk pelatihan yang diadakan, biasanya merekalah yang mengundang Rini. atau mereka datang ke toko Handayani. Rini menyediakan bahan-bahan dan alat membatik dengan harga per paket yang sangat terjangkau.
Menurut Rini, pengrajin batik Semarang itu bisa mengerjakan segalanya, mulai dari menggambar, mendisain, menjiplak, mencanting, mewarnai dan nglorot yaitu menghilangkan bahan malam. Rini sendiri di antara kesibukan lain masih membuat batik tulis. “Batik Semarangan itu terdiri dari batik cap dan tulis. Saya membuat batik tulis karena membuatnya secara pelan-pelan. Bedanya batik tulis itu tidak bisa sehari jadi, bisa berhari-hari, sedangkan batik cap bisa menghasilkan beberapa batik dalam sehari.” Ini menjadikan batik Semarangan istimewa, tapi di sisi lain menjadikan harganya lebih mahal. Apalagi belum banyak pengrajin yang benar-benar mau belajar mengerjakan sendiri dari awal. “Semoga kendala ini bisa teratasi dan batik Semarang makin meluas penyebarannya.”
Sejak enam tahun lalu, Rini mendapat kepercayaan mendisain seragam batik untuk salah satu gereja di Kopeng, Salatiga. Mereka mengadakan konferensi dengan peserta dari seluruh Indonesia setiap dua tahun sekali. “Mereka tertarik batik Semarangan untuk dijadikan seragam, lalu bertemu saya. Sejak itulah saya mulai membuatnya. Setiap tahun berganti motif dan meningkat pesertanya.”
Apakah ada rencana ke depan yang ingin dicapai? “Menambah koleksi batik.” Rini bertutur bahwa batik Semarangan yang dibuat pengrajin di Kampung Batik itu berbeda satu sama lain. Karena itulah Rini ingin selalu berkreasi, berinovasi dengan motif, agar koleksinya terus bertambah. Misalnya saat ini yang digambar adalah motif warag ngendog, maka selanjutnya akan mencari kreasi menggambar warag ngendog dengan penambahan gambar lain atau permainan warna yang berbeda. “Begitu juga dengan motif yang lain,” tutur Rini yang kerap membeli batik dari pengrajin lain yang tidak memiliki usaha toko sepertinya. “Sesama pengrajin harus saling membantu dan mendukung, “ tutupnya sambil tersenyum. (foto: dok. Rini Sari /Kabari1004)