Meski dibuat untuk tujuan baik, Rancangan Peraturan Menteri
(RPM) tentang Konten Multimedia oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika,
menuai kontroversi dan perdebatan di masyarakat.  Masyarakat menilai RPM  Multimedia tak lebih sebagai upaya pemerintah memangkas
hak-hak kebebasan berpendapat termasuk kebebasan pers.

Bahkan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menilai rancangan tersebut
membahayakan kebebasan pers. Pasal-pasal dalam Rancangan Peraturan Menteri
(Permen) tersebut bertentangan dengan UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers. Karena
melarang penyelenggara jasa internet untuk mendistribusikan konten yang
dianggap illegal (pasal 3 sampai 7) dan mewajibkan memblokade serta menyaring
semua konten yang dianggap illegal (pasal 7 sampai 13) dan pembentukan Tim
Konten sebagai lembaga sensor (pasal 22 sampai 29).

Lembaga sensor bentukan Kementerian Komunikasi dan Informatika ini bisa jadi
menkesampingkan keberadaan Dewan Pers yang tugasnya mengawasi profesionalisme pers
nasional. Dikhawatrikan pula lembaga sensor ini menjadi lembaga super body yang
bisa dengan seenaknya menyensor dan memblok sebuah konten internet, yang bisa
jadi merupakan produk jurnalistik. Tim Sensor  ini bisa jadi  keberadaannya mirip Lembaga Sensor Film
(LSF).

Menurut AJI Ketentuan-ketentuan tersebut bertentangan dengan pasal 4 UU No.
40 tahun 1999 tentang Pers. Pasal 4 ayat (2) UU Pers mengatakan: “terhadap pers
tidak dikenakan sensor, bredel dan larangan penyiaran” dan ayat (3) mengatakan
“untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari,
memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi”.

AJI kemudian  menyatakan dengan tegas menolak
RPM Multimedia, karena bertentangan dengan Undang-undang Pers. Jika rancangan
peraturan ini disahkan, maka pers Indonesia akan menghadapi era sensor dan
bredel baru.

Jika RPM ini disahkan, maka penyelenggara-penyelenggara konten harus waspada,
pasalnya bisa dijerat hukuman berupa denda administratif, pembatasan kegiatan
usaha, dan/atau pencabutan izin jika dinilai melanggar.

Padahal, penyelenggara konten tidak bisa mengambil tanggung jawab begitu
saja terhadap konten yang masuk, misalnya komentar-komentar yang masuk sehabis
artikel. Sejumlah penyelenggara konten juga menilai, hal  ini bisa membawa peradaban internet kembali
mundur ke belakang.

Sejumlah penyelenggara konten seperti kompasiana, kaskus, detikfroum, bahkan
kabariforum milik KabariNews.com bisa terserempet RPM Multimedia ini. Tak
menutup kemungkinan portal-portal berita nasional pun bisa dijerat dengan RPM Multimedia,
karena dasar pembentukan RPM Multimedia konsideran (consideration) kepada UU Pers
dan UU ITE (Informasi dan Transaksi elektronik).

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?34528

Untuk melihat Berita Indonesia / Jakarta lainnya, Klik disini

Klik disini untuk Forum Tanya Jawab

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

______________________________________________________

Supported by :