Kampus STMIK AMIKOM Yogyakarta banyak mencetak animator handal. Karya mereka bisa disejajarkan dengan film animasi kelas Hollywood. Nah, prestasi-prestasi yang diraih animator STMIK AMIKOM ini tidak lepas dari seorang Mohammad Suyanto. Ia adalah Rektor STMIK AMIKOM Yogyakarta. Suyanto membuat rumah produksi film animasi bernama MSV Pictures. Film garapan studio animasi MSV Pictures pun meraih berbagai  penghargaan, salah satunya International Movie Trailer Festival (IMTF) 2013 untuk kategori People’s Choice Award. Untuk mengetahui serpak terjang Mohammad Suyanto dan film animasinya.  Berikut wawancara kabarinews.com bersama Prof. Dr. Muhammad Suyanto, MM.

KABARI : Bisa diceritakan awal mula ketertarikan Anda terhadap film animasi? dan bagaimana menurut Anda perkembangan film animasi di Indonesia saat ini jika dilihat dari awal ketertarikan Anda sampai sekarang ini?

Film animasi merupakan sarana untuk menyampaikan pelajaran, nasihat, peringatan, penghibur hati, penjelas kebenaran dan dapat untuk meningkatkan iman sehingga menjadi sarana pendidikan karakter yang baik untuk anak-anak, bahkan untuk orang dewasa. Film animasi memberikan ruang yang lebih bebas dengan biaya relatif lebih rendah dibandingkan film live action, misalnya kamera mengikuti burung terbang, maka biaya untuk meyewa Helikopter cukup mahal, tetapi kalau film animasi tidak butuh menyewa Helikopter.

Perkembangan awal 70-an, terdapat beberapa film animasi seperti Timun Mas yang disutradarai Suryadi alias Pak Raden, kemudian era 80-an ada film animasi diantaranya rimba si anak angkasa, yang disutradarai Wagiono Sunarto,  “Si Huma” yang merupakan animasi untuk serial TV, dan sebagainya. Tahun ’90-an, diantaranya Legenda Buriswara, Nariswandi Piliang, Satria Nusantara, kemudian ada serial Hela,Heli,Helo yang merupakan film animasi 3D pertama yang di buat di Surabaya disusul  seperti Bawang Merah dan Bawang Putih, Timun Mas dan petualangan si Kancil. Di era 90-an ini banyak terdapat animator lokal yang menggarap animasi terkenal dari Jepang seperti Doraemon dan Pocket Monster dan diantara mereka saat ini bergabung di MSV Pictures.

Pada 2002, MSV Pictures, yang ketika itu merupakan studio kecil membuat 2 film animasi untuk ditawarkan di stasiun TV, yaitu Jatayu dan Petualangan Abdan. Bahkan Petualangan Abdan telah dibuat 13 episode, tetapi tidak ada stasiun Televisi yang mau membeli atau menayangkan. Bahkan saya sampai mengatakan sudah, kamu bayar berapapun saya terima, asalkan ditayangkan, tetapi tidak ada stasiun TV yang mau menayangkan, sehingga saya mulai berpikir untuk membuat film animasi yang dapat di tayangkan di Hollywood atau ditayangkan ke suluruh dunia. MSV Pictures sebagai perusahaan yang serius untuk Animated Feature Film baru pada awal 2011 dengan membuat 2 film sekaligus, Battle of Surabaya dan Fire and Ice untuk pasar global (Hollywood). Saat ini perkembangannya cukup menggembirakan, karena sudah mulai ada film animasi lokal yang ditayangkan oleh TV Nasional, tetapi kami mengajak produser Indonesia untuk membuat Animated Feature Film untuk pasar global yang sangat menjanjikan.

KABARI : Menurut Anda, seperti yang diketahui film animasi Indonesia jika dibandingkan dengan film animasi luar negeri sepertinya kalah bersaing. Apa ada yang salah dengan film animasi Indonesia ataukah teknologi, sumberdaya manusia ? seberapa jauh tingkat persaingan antara film animasi lokal dan animasi buatan luar? 

Kalau dilihat dari proses produksinya kekurangan film animasi Indonesia dengan film Hollywood mulai dari Tahap Pengembangan, tahap pra produksi, tahap produksi dan tahap pasca produksi  antara lain :

Pada tahap Pengembangan, cerita dan naskah film Asia menurut Christopher Vogler menggantung, mulai dari dunia biasa menuju dunia petualangan dan tidak kembali ke dunia biasa, sedangkan cerita film Hollywood  mulai dari dunia biasa menuju dunia petualangan dan kembali ke dunia biasa, yaitu mulai dari Ordinary World, Call To Adventure, Refusal of The Call, Meeting With Mentor, Crossing The Threshold, Test-Allies and Enemies, Approach, The Ordeal, Reward, Refusal of Return, The Roadback, Resurrection/Climax dan Return atau kembali ke Ordinary World. Pola cerita Indonesia biasanya hanya mengedepankan perjalanan dramatis saja, tidak ada perjalanan jiwanya. Padahal perjalan jiwa (inner journey) pahlawan itu yang membuat cerita itu menjadi sangat menarik dan itulah kekuatan film Hollywood. Rahasia cerita dan naskah Hollywood telah kami tulis yang diterbitkan oleh Penerbit Andi Yogyakarta dengan judul The Oscar Winner and Box Office : The Secret of Screenplay.

Tahap berikutnya adalah tahap praproduksi, membuat “Look and Feel” karakter, set, prop dan environment (background) nya, untuk film animasi Indonesia terlalu lokal, seharusnya bersifat universal. Pada tahap ini sementara dapat belajar dari Studio Ghibli untuk film animasi 2D dan Pixar atau Dreamworks untuk film animasi 3D. Pada tahap ketiga adalah tahap produksi, yang paling utama adalah penyutradaraan dan sinematografi. Sinematografi buatan lokal tidak membuat penonton pikiran dan perasaannya terlibat, sedangkan  Hollywood Cinematography membuat pikiran dan perasaan penonton merasa terlibat, sehingga penonton seperti ikut main dalam film tersebut. Pada tahap terakhir adalah tahap pasca produksi, editing video sebagai sentuhan akhir terlihat seadanya untuk film animasi Indonesia, sedangkan Hollywood menggunakan visual effect yang luar biasa, sehingga kelihatan wah.

Kita tidak usah menyalahkan siapapun, tetapi saat ini waktunya untuk belajar banyak dari pembuatan animasi dengan menggunakan teknologi Hollywood. MSV Pictures dan STMIK AMIKOM Yogyakarta telah belajar banyak, sehingga memberanikan diri untuk membuat Animated Feature Film untuk pasar Hollywood. Sumberdaya kita juga sudah mulai menunjukkan berkualitas global, seperti beberapa animator yang bekerja di Lucas Film, Weta Digital dsb. Di MSV Pictures ada sekitar 30 an yang berpenglaman internsional. Untuk Animated Feature Film di Hollywood pada 2013, untuk film animasi 2D hanya 5 film dan untuk 3D hanya 10 film, sehingga persaingannya tidak terlalu ketat. Animated Feature Film peluangnya sangat besar. Jumlah penonton seluruh dunia pada 2013 lebih dari 7,6 milyar, sehingga setiap orang di dunia dalam 1 tahun menonton film satu kali, karena penduduk dunia sekitar 7,1 milyar. Jumlah penonton India lebih dari 3 milyar, Amerika Serikat dan Kanada lebih dari 1,3 milyar, Tiongkok lebih dari 470 juta, Meksiko lebih dari 228 juta, Perancis lebih dari 204 juta, Korea Selatan lebih dari 195 juta, Inggris lebih dari 173 juta, Rusia lebih dari 157 juta, Jepang lebih dari 155 juta dan Brazilia lebih dari 149 juta dalam satu tahun. Penonton di Asia Tenggara saja hampir mendekati 200 juta penonton yang merupakan peluang pasar yang sangat besar.

Nilai penjualan film  pada 2013 mencapai 35,9 milyar dolar Amerika Serikat (Rp. 430 triliun, US$ 1 = Rp 12.000), suatu nilai yang sangat besar. Untuk Asia Pasifik mencapai 11,1 milyar dolar Amerika Serikat (Rp. 133 triliun) dan untuk Asia Tenggara saja sudah mencapai lebih dari US$ 720 juta (Rp. 9,4 triliun), Sedangkan pasar film Indonesia hanya sekitar US$ 84 juta (Rp. 1 triliun) atau lebih kecil dari 0,25 % dari pasar global. Dengan demikian kalau mau menikmati kue yang besar, tidak ada jalan lain kecuali memproduksi film animasi dengan kualitas mendekati Studi Ghibli, Blue Sky, Disney, Pixar atau Dreamwork. Itulah yang dilakukan MSV Pictures dan STMIK AMIKOM Yogyakarta. Yang telah belajar banyak tentang proses pembuatan film dengan pola Hollywood.

KABARI : Menurut Anda, film animasi dengan tema apa yang sekiranya dapat diiminati oleh masyarakat indonesia pada umumnya dan masyarakat internasional pada khususnya? bisa dijelaskan karena tema sangat beragam, kisah perjuangan dapat diangkat menjadi film animasi, tema dongeng dan yang lainnya? 

Battle_of_SurabayaTema film yang utama dalam film, yang pertama adalah tentang Kebaikan vs Kejahatan. Kebaikan meliputi keberanian, kebebasan, kesetiaan, dan kehormatan, dan sebagainya, sedangkan keburukan mencakup pengecut, terpenjara, keegoisan, pengkhianatan dan sebagainya.Tema ini biasanya banyak dibidikkan pada anak-anak, misalnya Frozen, Epic,Toy Story dan sebagainya.

Tema kedua adalah tentang Cinta. Cinta dapat menjadi romantis dan menyenangkan, tetapi juga dapat memilukan hati dan menyakitkan. Film animasi bertema selalu menjadi standar yang bersumber dari kebaikan dan keburukan. Cinta mengalahkan segalanya dipandang sebagai karakter melawan nasib tak terbantahkan dari cinta sejati, tidak peduli dengan hambatan karakter utama yang luar biasa, tetapi harus bertahan, film berputar di sekitar tema ini akan berakhir dengan memperoleh cinta sejati. Misalnya Up, Snow White, Cinderella, Shrek,Tangled, dan sebagainya.

Tema ketiga adalah Keberhasilan mengatasi kesulitan. Tema ini kehidupan dan cerita karakter utama yang didefinisikan oleh kesulitan yang mereka hadapi. Di hampir semua dalam cerita, karakter utama menghadapi kendala dan mereka harus mengatasi kendala tersebut. Kesulitan hampir selalu berputar di sekitar karakter utama yang luar biasa dalam situasi yang mengerikan dan putus asa. Apakah mereka dilahirkan ke dalamnya atau jatuh ke dalamnya, kisah-kisah ini menunjukkan bagaimana jiwa manusia dapat bangkit dari waktu ke waktu mengatasi tirani, ketidakadilan, atau keberuntungan yang hanya dari nasib buruk, meskipun dengan susah payah, pada akhirnya akan berhasil. Misalnya The Croods, Princess and The Frog, Mulan, termasuk Battle of Surabaya.

Tema keempat adalah Individu vs Sosial. Tema ini menunjukkan pertempuran antara karakter utama dengan norma sosial atau tradisi sosial. Pada tema ini tokoh utama mengorbankan kebahagiaan dirinya sendiri untuk suatu tujuan. Film animasi Brave mencoba mengubah tradisi bahwa menikah itu harus mengikuti orang tua menjadi menikah itu sesuai dengan pilihannya sendiri. Karakter utama rela mengorbankan segalanya untuk perjuangan mereka menghadirkan air di kota Dirt yang kering kerontang adalah tema film Rango. Po mengorbankan dirinya melawan Tailung untuk kedamaian Lembah Damai dalam Kungfu Panda. Tema yang lain misalnya tentang perang seperti Mulan dan Battle of Surabaya. Tema Kematian, Manusia dengan dirinya sendiri, manusia dengan alam, dan sebagainya.

KABARI : Terkait dengan mindset orang Indonesia yang terbiasa dengan film-film animasi Hollywood atau Jepang dan negara lainnya, menurut Anda mampukah film animasi Indonesia dapat bersaing dan merebut hati penonton Indonesia?

Seperti yang saya sampaikan sebelumnya bila pembuatan film dari Tahap Pengembangan, tahap pra produksi, tahap produksi dan tahap pasca produksi dikerjakan dengan Hollywood Taste, yaitu pikiran dan perasaan penonton terlibat  maka film animasi buatan Indonesia akan dapat bersaing tidak saja merebut hati penonton Indonesia, tetapi penonton seluruh dunia. Disamping itu Bangsa Indonesia mempunyai kekayaan cerita dan budaya lebih lengkap dari Amerika Serikat. (1009)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?67834

Untuk melihat artikel Khusus lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini
______________________________________________________

Supported by :

Asuransi Bisnis