Bagi kalangan muslim, bulan
Ramadhan atau bulan puasa adalah bulan yang penuh berkah. Sehingga
bulan ini kerap dinantikan kedatangannya. Bagi umat Muslim, bulan
Ramadhan merupakan bulan yang penuh rahmat, karunia, pengampunan dan
segalanya. Dimana semua amal ibadah seseorang akan dilipatgandakan
pahalanya, serta akan diampuni segala kesalahan atas segala dosa-dosa
yang telah dilakukan pada bulan-bulan sebelumnya.

Di
Indonesia, dimana masyarakatnya mayoritas muslim, berbagai acara atau
tradisi menyambut Ramadhan banyak digelar di berbagai daerah.
Tentu
saja caranya berbeda-beda namun semangatnya tetap sama, yakni merupakan
bentuk ucap syukur serta kegembiraan umat muslim akan datangnya bulan
puasa.

Dalam kalender Islam, bulan Ramadhan akan di awali dengan datangnya bulan Sya’ban.Nah di bulan Sya’ban ini biasanya banyak digelar upacara tradisi menyambut datangnya bulan Ramadhan.

1. Dugderan

Tradisi
“Dugderan” ini berasal dari kota Semarang, Jawa Tengah. Nama “Dugderan”
sendiri berasal dari kata “Dug” dan “Der”. Kata Dug diambil dari suara
dari bedug masjid yang ditabuh berkali-kali sebagai tanda datangnya
awal bulan Ramadhan. Sedangkan kata “Der” sendiri berasal dari suara
dentuman meriam yang disulutkan bersamaan dengan tabuhan bedug.
Tradisi yang sudah berumur ratusan tahun ini terus bertahan ditengah perkembangan jaman.
Untuk
tetap mempertahankan suasana seperti pada jamannya, dentuman meriam
kini biasanya diganti dengan suara-suara petasan atau bleduran.
Bleduran
terbuat dari bongkahan batang pohon yang dilubangi bagian tengahnya,
untuk menghasilkan suara seperti meriam biasanya diberi karbit yang
kemudian disulut api.

2. Padusa

Lain
daerah pasti lain pula tradisinya, masyarakat di Klaten, Boyolali,
Salatiga dan Yogyakarta biasa melakukan upacara berendam atau mandi di
sumur-sumur atau sumber mata air ditempat-tempat kramat. Tradisi ini
disebut “Padusa” yang bermakna agar jiwa dan raga seseorang yang akan
melakukan ibadah puasa bersih secara lahir dan batin.
Selain itu juga bermakna sebagai pembersihan diri atas segala kesalahan dan perbuatan dosa yang telah dilakukan sebelumnya.

3. Meugang

Berbeda
dengan lainnya, di Nangroe Aceh Darussalam (NAD) atau yang akrab
disebut dengan kota “Serambi Mekah”, warganya menyambut datangnya bulan
suci Ramadhan dengan menyembelih kambing atau kerbau. Tradisi ini
disebut “Meugang”, konon kabarnya tradisi “Meugang” sudah ada sejak
tahun 1400 Masehi, atau sejak jaman raja-raja Aceh.
Tradisi makan
daging kerbau atau kambing ini biasa dilakukan oleh seluruh warga Aceh.
Bahkan jika ada warga yang tidak mampu membeli daging untuk dimakan,
semua warga akan bergotong-royong membantu, agar semua warganya dapat
menikmati daging kambing atau kerbau sebelum datangnya bulan Ramadhan.
Tradisi “Meugang” biasanya juga dilakukan saat hari raya Lebaran dan Hari Raya Haji.

4. Balimau

Tradisi
Balimau hampir sama dengan tradisi padusa, yakni membersihkan diri
dengan cara berendam atau mandi bersama-sama di sungai atau tempat
pemandian.
Tradisi Balimau dilakukan oleh masyarakat Padang,
Sumatera Barat. Biasanya tradisi ini dilakukan dari mulai matahari
terbit hingga terbenam beberapa hari sebelum bulan Ramadhan.
Mirip
dengan “Padusa”, makna dari tradisi Balimau ini berarti melakukan
pembersihan diri secara lahir dan batin, agar seseorang siap
menjalankan ibadah puasa.

5. Jalur Pacu

Di
Kabupaten Kuantan Singingi, Riau, masyarakatnya memiliki tradisi yang
mirip dengan lomba dayung. Tradisi “Jalur Pacu” ini digelar di
sungai-sungai di Riau dengan menggunakan perahu tradisional, seluruh
masyarakat akan tumpah ruah jadi satu menyambut acara tersebut.
Tradisi
yang hanya digelar setahun sekali ini akan ditutup dengan “Balimau
Kasai” atau bersuci menjelang matahari terbenam hingga malam.

6. Nyorog

Di
Betawi, tradisi “Nyorog” atau membagi-bagikan bingkisan makanan kepada
anggota keluarga yang lebih tua, seperti Bapak/Ibu, Mertua, Paman,
Kakek/Nenek, menjadi sebuah kebiasan yang sejak lama dilakukan sebelum
datangnya bulan Ramadhan. Meski istilah “Nyorog”nya sudah mulai
menghilang, namun kebiasan mengirim bingkisan sampai sekarang masih ada
di dalam masyarakat Betawi. Bingkisan tersebut biasanya berisi bahan
makanan mentah, ada juga yang berisi daging kerbau, ikan bandeng, kopi,
susu, gula, sirup, dan lainnya.

Tradisi “Nyorog” di
masyarakat Betawi memiliki makna sebagai tanda saling mengingatkan,
bahwa bulan suci Ramadhan akan segera datang, selain itu tradisi
“Nyorog” juga sebagai pengikat tali silahturahmi sesama sanak keluarga.(arip)

Untuk Share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?33468

Untuk melihat Berita Indonesia / Sana-Sini lainnya, Klik disini

Klik disini untuk Forum Tanya Jawab

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_____________________________________________________

Supported by :