Besarnya anggaran belanja untuk pegawai dan melihat kinerja pegawai negeri di beberapa daerah, membuat Pemerintah lewat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB) akan mengambil kebijakan pensiun dini dan tidak mengabulkan usulan daerah untuk menambah jumlah pegawai negeri sipil (PNS).

Terutama untuk daerah dengan belanja pegawai lebih dari 30 persen. Kalaupun ada penambahan pegawai harus disesuaikan dengan kemampuan anggaran daerah itu.
Deputi Sumber Daya dan Aparatur Kemenpan dan RB, Ramli Naibaho mengatakan, pihaknya tidak akan memenuhi usulan daerah yang ingin menambah pegawainya jika belanja pegawai lebih dari 30% atau lebih tinggi dari belanja publik. 

Hasil pemetaan yang dilakukan Kemenpan, daerah yang belanja pegawainya kurang dari 30% hanya 52 daerah. “Daerah dengan kategori ini masih dimungkinkan menambah pegawai seperti di Papua,” jelas Ramli mengutip Antara (29/6).

Menurut Ramli, dari data Kemenpan dan RB tercatat 76 daerah belanja pegawainya masih mencapai 31–41%. Selanjutnya, sebanyak 106 daerah belanja pegawainya mencapai 41–50%.Untuk daerah dengan belanja pegawai sebesar 51– 90% mencapai 145 daerah. 
”Kalau daerah yang belanja pegawainya lebih besar dibandingkan belanja publik, maka harus dihentikan dulu rekrutmen pegawainya karena akan memberatkan keuangan untuk biaya pegawai,” paparnya. Pemerintah, jelas Ramli, saat ini menerapkan kebijakan zero growth PNS. Kebijakan rekrutmen PNS hanya untuk mengisi kekosongan akibat pensiun,meninggal dunia, dan sebagainya. 
Saat ini, ungkapnya, beban yang harus ditanggung negara untuk membayar pegawai, termasuk yang pensiun mencapai Rp180 triliun per tahun. ”Jadi, memang harus hati-hati betul. Untuk itu, kami meminta daerah melakukan pendataan kebutuhan pegawai terlebih dulu,baik jumlah maupun kualitas sebelum mengusulkan penambahan,” tegasnya. 
PENSIUN DINI

Wakil Ketua Komisi II DPR Abdul Hakam Naja mengatakan, DPR mendukung upaya pensiun dini bagi para pegawai nonfungsional. Sebab, banyak pegawai nonfungsional yang memiliki kinerja tidak jelas. Lain halnya dengan pegawai fungsional. Meski sudah memasuki usia 50 tahun, mayoritas pegawai fungsional masih memiliki kontribusi yang besar terhadap instansi. 

”Yang tidak fungsional dipensiunkan dini saja, sebab banyak pegawai yang kerjanya cuma duduk-duduk saja,” tegasnya. Dari informasi yang diperoleh, ujarnya, banyak daerah yang belanja pegawainya lebih besar dibandingkan dengan belanja publik.

Andre Sarjan (35), seorang pegawai negeri di lingkup Kementrian Perdagangan dan Perindustrian Makassar mengatakan bahwa kebijakan pensiun dini merupakan langkah bijak. ”Banyak pegawai apalagi di daerah yang masuk pukul 08.00 tapi gak punya kerjaan lagi pada pk 10.00,” katanya. Akibatnya mereka hanya duduk-duduk baca koran atau pergi tanpa alasan jelas.

Namun menurutnya, pegawai fungsional biasanya memiliki bidang yang lebih jelas dibanding non fungsional atau struktural. “Biasanya mereka memberikan kontribusi yang jelas terhadap institusi dan masyarakat,” katanya. Dia mencontohkan pegawai fungsional di lingkupnya misalnya penyuluh lapangan untuk usaha kecil. Mereka memberikan pelatihan ketrampilan kepada para pengusaha kecil di daerah-daerah.

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?36951

Untuk melihat artikel Jakarta lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_____________________________________________________

Supported by :