Kabari News – Gaza kembali membara pada Juli bulan lalu. Serangan membabi buta tentara Israel di jalur Gaza menewaskan dan menciderai setidaknya ratusan jiwa, baik  warga sipil maupun tentara di pihak Palestina.  Michele Beck, kepala tim medis Médecins Sans Frontières/Dokter Lintas Batas (MSF), dalam email yang diterima kabarinews.com (7/8) memberikan tesimoninya mengenai situasi di Rumah Sakit utama di Gaza saat tentara Israel menyerang Gaza.  Berikut testimoninya:

“Korban cedera berdatangan tanpa henti di Rumah Sakit Al Shifa di Gaza. Mereka tiba secara bergelombang, banyaknya bergantung dari intensitas pengeboman Kebanyakan dari mereka mengalami berbagai trauma, luka bakar dan luka serpihan bom. Perawatan kami lakukan bersama tim Kementerian Kesehatan Palestina. Dari seluruh pasien di Al Shifa, saya pikir, 30 persen di antaranya perempuan dan 30 persen lainnya anak-anak. Namun sulit untuk menentukan pasti angkanya maupun melakukan pencatatan secara regular di tengah khaos yang terjadi. Bagi kami, perawatan medis adalah prioritas utama.

Semalam di Ruang Gawat Darurat, kami menerima dua anak perempuan berusia empat dan enam tahun, keduanya dalam kondisi serius. Kakak beradik ini tengah berada tidak jauh dari daerah yang dibom di pengungsian Jabaliya. Mereka datang dengan luka-luka di  kaki, wajah, mereka mengalami patah tulang serta cedera di bagian kaki dan dada. Pada usia mereka, dada belum terbentuk benar, dan ledakan tersebut sedemikan kencang sehingga merusak paru-paru. Keduanya berada di meja operasi sepanjang malam, dan hari ini kami memberikan perawatan pasca operasi. Luka-luka mereka cukup serius, saya tidak tahu apakah mereka akan bertahan.

Satu hal yang pasti: terdapat terlalu banyak pasien. Kami mencoba merawat kasus-kasus paling darurat, dengan tujuan untuk menyelamatkan hidup mereka yang terluka paling serius. Tim kami bekerja non-stop. Di Rumah Sakit Al-Shifa terdapat tujuh staf international dari MSF—terdiri dari sejumlah dokter bedah, ahli anestesi dan para perawat—yang bekerja di bagian tanggap darurat, ruang operasi, dan unit luka bakar, bersama dengan para staf Palestina. Para staf Palestina melakukan pekerjaan yang sangat baik: mereka berpengalaman melakukan operasi dalam kondisi perang maupun dalam menghadapi besarnya arus orang yang terluka.

Tim kesehatan MSF misalkan, akan berupaya menstabilkan pasien gawat darurat sebelum dioperasi ahli bedah dari kementerian kesehatan; sebaliknya, korban luka distabilkan oleh rekan dari Palestina, sebelum dioperasi oleh salah satu ahli bedah kami. Pembagian tugas dilakukan berdasarkan kebutuhan, dengan cara apapun yang bekerja paling tepat.”

5 Agustus 2014, 9 tenaga kerja asing dan 30 staf nasional bekerja bersama MSF di Jalur Gaza. Rumah Sakit Al-Shifa di Kota Gaza  Al-Shifa, dengan ke-600 tempat tidurnya, adalah rumah sakit rujukan utama di seluruh Jalur Gaza. MSF bekerja di Rumah Sakit Al-Shifa sejak 17 Juli di bagian ruang gawat darurat, unit perawatan intensif,  terapi okupasi, serta unit luka bakar. Berdasarkan intensitas serangan, antara 80-180 pasien tiba di Rumah Sakit Al-Shifa. Tingkat kegentingan kasus berbeda-beda namun dua per tiga dari pasien adalah anak-anak dan perempuan. Sejak Israel meluncurkan serangan “Protective Edge”, sekitar 2000 pengungsi internal juga telah mengungsi ke dalam rumah sakit. MSF menyumbang persediaan medis untuk  Rumah Sakit AL-Shifa  17 Juli lalu. Pada tanggal 28 Juli, rumah sakit ini terkena serangan saat staf MSF tengah bekerja di dalamnya. Serangan ini dikecam keras oleh MSF.

Klinik perawatan pasca-operasi MSF di Kota Gaza, berdiri tahun 2007, proyek ini merawat ratusan pasien setiap hari sebelum terjadinya konflik. Namun saat ini, hanya 20-30 pasien dirawat tiap harinya. Akibat serangan, sebagian besar pasien tidak bisa mencapai klinik.

Rumah Sakit Nasser di Khan Younis, pada 2010, program khusus bedah dibuka di Rumah Sakit Nasser di Khan Younis, sebelah selatan Gaza, namun program ini terpaksa ditangguhkan akibat konflik.Rumah Sakit Nasser, dengan kapasitas regular sebanyak 100 tempat tidur, sebenarnya sudah terlalu sesak. Tanggal 4 Agustus silam, selama tiga hari, MSF membentuk tim darurat kecil yang terdiri dari satu ahli logistik, satu ahli anestesi  dan satu dokter bedah untuk membantu mengurangi beban kerja staf rumah sakit yang terlampau berat. MSF juga memberikan donasi berupa persediaan medis pada tanggal 12 dan 30 Juli untuk membantu rumah sakit.

Donasi persediaan medis lainnya juga telah diberikan pada Rumah sakit Kamal Edwan di Beit Lahya (sebelah utara jalur Gaza) pada 30 Juli, dan pada tanggal 15 juli diberikan kepada pusat persediaan obat-obatan kementerian kesehatan untuk sebelah utara dan selatan Gaza. Donasi ad-hoc lainnya telah diberikan kepada Kementerian kesehatan sejak awal krisis.

Gaza 6 Agustus 2014. Gencatan senjata tiga hari mulai berlaku di Gaza. Michèle Beck, menjelaskan situasi di lapangan.“Gencatan senjata 72 jam diumumkan kemarin pagi. Sebelumnya, saya skeptis tentang ini, karena gencatan sebelumnya nyaris tidak tampak. Namun kali ini, tentara Israel mengumumkan penarikan pasukan dari Jalur Gaza. Dan, sangat segera, kami merasakan perbedaannya.

Di depan kantor MSF, saya melihat orang lalu lalang, baik berjalan kaki maupun naik mobil. Lalu saya mendengar klakson mobil. Seperti kehidupan normal—sesuatu yang sudah berminggu-minggu tidak saya dengar. Sejak perang dimulai, jalanan sepi. Dari kejauhan saya mendengar bunyi peluit polisi mengatur lalu lintas. Hidup seolah berlanjut. Orang ke luar ke jalan dan menyetok persediaan pangan mereka. Namun segalanya relatif, banyak pula pemakaman.

Di Khan Younis, sebelah selatan Gaza, situasinya berbeda. Kami akhirnya berhasil menempatkan tim kecil di sana pada hari Selasa—setelah sekian lama. Kami telah lama ingin mengirimkan staf MSF ke Khan Younis. Sebenarnya, kami berupaya mengirimkan tim Jumat lalu, sesaat setelah gencatan sebelumnya diumumkan. Sayangnya, tim kami harus putar arah di tengah jalan karena pertikaian kembali terjadi. Sejak Jumat silam, RS Nasser di Khan Younis menerima pasien dalam jumlah besar, dengan kembali berlangsungnya pertikaian di Rafah, lebih jauh di arah Selatan. RS Nasser kewalahan menghadapi gelombang demi gelombang korban luka yang berdatangan. Saya diberitahu bahwa hunian tempat tidur di sana mencapai 200 persen. Mereka tidak tahu lagi di mana pasien bisa ditempatkan sehingga mereka mulai mengirimkan pasien ke beberapa rumah sakit lain, antara lain  RS Al Shifa,  kota Gaza, di mana MSF beroperasi. Mereka benar-benar membutuhkan bantuan.

Dengan berlakunya gencatan senjata  hari Selasa, sebuah tim—terdiri dari dokter bedah, ahli anestesi dan ahli logistik— berhasil melakukan perjalanan tanpa hambatan berarti dari basis kami di Kota Gaza ke Khan Younis. Begitu tiba, Maurice, dokter bedah, dan Ron, ahli anestesi langsung meninjau bangsal  bersama rekan baru mereka dari Palestina.

Ketika menghubungi saya, mereka mengatakan bahwa banyak sekali terdapat korban luka, meski situasinya tidak seburuk bayangan mereka. Jumlah tempat tidur di unit perawatan intensif telah ditambah hingga tiga kali lipat dan masih ada beberapa tempat tidur kosong. Setelah memperoleh gambaran keadaan, mereka langsung menuju  ruang operasi dan melakukan pembedahan. Sementara itu, Gilles, ahli logisik, menyelesaikan persoalan penginapan. Ia berhasil menemukan tempat menginap bagi anggota tim: beberapa kasur yang digelar di koridor kosong. Seadanya, tapi cukup baik untuk beberapa hari. (1009)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?68629

Untuk melihat artikel Khusus lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini
______________________________________________________

Supported by :

 

asuransi-Kesehatan