Tim Navy Pangolin, tim beranggotakan enam orang yang terdiri dari coder atau programmer dan spesialis konservasi muda dari Indonesia, meraih gelar juara kedua dalam Kontes Global Zoohackathon 2019. Tim ini menciptakan Pang The Pangolin, sebuah alat ekstraksi dan verifikasi data yang didukung oleh Kecerdasan Buatan  (AI) yang menambang data dari artikel berita daring guna menemukan informasi penting terkait penyitaan satwa liar untuk analisis yang efisien mengenai kejahatan terhadap satwa liar. Navy Pangolin akan menerima hadiah sebesar 5.000 dollar AS dalam bentuk hibah kredit Microsoft Azure untuk membantu menjalankan solusi mereka.

Pada November 2019 yang lalu, Tim Navy Pangolin meraih gelar juara pertama dalam kegiatan regional Borneo Zoohackathon di Kota Kinabalu, Malaysia. Acara yang diselenggarakan oleh Kedutaan Besar AS di Kuala Lumpur dan Universiti Malaysia Sabah (UMS) ini mempertemukan delapan puluh lima coder dari seluruh Malaysia dan Indonesia untuk membuat aplikasi serta alat baru guna membantu mengentaskan perdagangan satwa liar. Acara di Borneo adalah salah satu dari enam belas kompetisi regional yang diadakan secara global untuk para pengembang, perancang, manajer proyek, dan para pegiat untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh perdagangan satwa liar ilegal. Proyek-proyek tim Navy Pangolin dan lima belas pemenang kompetisi regional lainnya diperlombakan dalam sebuah kompetisi global di Washington, DC. Juara pertama kompetisi, Tim Quantum dari Kolombia, menciptakan solusi yang menggabungkan perangkat keras dan perangkat lunak untuk memantau jumlah kayu yang dibawa oleh truk-truk logging.

Zoohackathon adalah kegiatan coding komputer dan teknologi yang menyatukan para pengembang, perancang, manajer proyek, dan para ahli materi pelajaran untuk membuat aplikasi, sistem, dan alat atau tool untuk membantu mengurangi permintaan akan produk dari hasil perdagangan satwa liar. Zoohackathon yang disponsori Departemen Luar Negeri AS mempromosikan solusi teknologi, membangun kolaborasi lintas sektor, meningkatkan kesadaran, dan memberdayakan masyarakat untuk memerangi perdagangan satwa liar. Selama kompetisi 48 jam ini, tim-tim yang terdiri dari mahasiswa, pengembang perangkat lunak, pembuat program, desainer grafis, dan para pegiat satwa liar menggunakan teknologi untuk mengatasi masalah konservasi satwa liar. Dalam setiap acara lokal – yang diadakan di kebun binatang – juri dari organisasi perlindungan satwa liar, fasilitas teknologi rintisan, serta pusat pendidikan dari seluruh dunia memilih solusi yang unggul.