Kabari News – Bagi kebanyakan masyarakat muslim Indonesia hari raya lebaran identik dengan sesuatu yang baru, contohnya saja soal pakaian. Tak aneh jika menjelang lebaran, pusat perbelanjaan dijejali oleh mereka yang ingin membeli baju baru yang akan dikenakan pas hari raya lebaran nanti.

Nah, seakan seperti  tradisi yang telah dilakukan secara turun temurun. Membeli baju baru menjelang lebaran tercatat dalam buku Sejarah Nasional Indonesia karya Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. Dijelaskan dalam buku tersebut, membeli baju baru saat lebaran sudah dilakukan sejak tahun 1596,  tahun yang sama dimana empat buah kapal dagang Belanda pimpinan oleh Cornelis de Houtman berlabuh di Banten.

Kesultanan Banten merupakan sebuah kerajaan Islam yang pernah berdiri di Provinsi Banten, Indonesia. Adalah Sunan Ampel, yang kemudian diteruskan oleh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) yang seluruh kisahnya terekam dalam naskah Carita Purwaka Caruban Nagari yang menjadi tokoh dimana Islam menjadi pilar pendirian Kesultanan Banten.

Fase sejarah penting menguatnya pengaruh Islam terjadi ketika Bupati Banten menikahkan adiknya, yang beernama Nyai Kawunganten, dengan Syarif Hidayatullah yang kemudian melahirkan dua anak yang diberi nama Ratu Wulung Ayu dan Hasanuddin sebagai cikal bakal dimulainya fase sejarah Banten sebagai Kerajaan Islam. Bersama putranya inilah Sunan Gunung Jati melebarkan pengaruh dalam menyebarluaskan agama Islam ke seluruh tatar Sunda hingga saatnya Sang Wali kembali ke Cirebon

Agama Islam menjadi “roh” Kesultanan Banten, Sultan Banten dirujuk memiliki silsilah sampai kepada Nabi Muhammad, dan menempatkan para ulama memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan masyarakatnya, seiring itu tarekat maupun tasawuf juga berkembang di Banten. Sementara budaya masyarakat menyerap Islam sebagai bagian yang tidak terpisahkan.

Seperti yang dijelaskan dalam buku tersebut ketika menyambut lebaran, mayoritas penduduk muslim  di bawah kerajaan Banten sibuk menyiapkan baju baru. Namun bedanya, tak seperti sekarang kala itu hanya sedikit masyarakat yang membeli baju baru. Sebab, mayoritas mereka menjahit bajunya sendiri karena  masih terbatasnya teknologi waktu itu. Hanya kalangan kerajaan yang memiliki akses luas mendapatkan baju bagus untuk lebaran.

Digambarkan suasana Banten waktu itu ketika menyambut lebaran sangat ramai, berbeda dari hari-hari biasanya. Dan juga, mayoritas penduduk yang berprofesi sebagai petani, ramai-ramai berubah menjadi tukang jahit dadakan. Pada malam hari, sepanjang jalanan dipenuhi oleh cahaya obor yang menghiasi di tiap sisi.

Kondisi senada juga terjadi di kerajaan Mataram (Yogyakarta). Memasuki hari terakhir Ramadan, orang-orang Muslim Mataram sibuk membuat pakaian baru untuk dipakai pada hari raya. Tradisi baju baru juga diiringi dengan pemukulan beduk pada malam hari raya dan sebelum salat Ied. Umumnya beduk yang digunakan terdapat di musola atau surau. Jika hari biasa, beduk-beduk itu digunakan untuk memberitahu waktu masuk salat. Karena waktu itu, jam merupakan benda mahal yang hanya dimiliki oleh kerajaan.

Sama seperti fungsinya untuk memberitahu waktu salat, penggunaan beduk pada malam Idul Fitri adalah untuk menginformasikan jika pada malam itu adalah buka puasa terakhir Ramadan. Begitu juga dengan pemukulan beduk pada saat salat Ied, untuk memberitahukan jika hari itu sudah masuk 1 Syawal. (1009)

Untuk share artikel ini klik www.KabariNews.com/?68361

Untuk melihat artikel Nusantara lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_____________________________________________________

Supported by :

intero