Widyaretna Buenastuti

Widyaretna Buenastuti

Produk palsu ibarat sel kanker yang terus menyebar hingga ke penjuru dunia, pun ke Tanah Air tercinta ini. Sulit dibasmi bila berupaya sendiri-sendiri. “Semua pihak, produsen asli, pemerintah dan masyarakat, mesti merapatkan barisan, bersama-sama menolak praktik maupun barang palsu,” demikian Widyaretna Buenastuti, Ketua Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) kepada Kabari.

Indonesia ditengarai menjadi sasaran empuk, menjadi ‘pasar’ produk ‘asli tapi palsu’ alias ‘aspal’. Baik produk aspal yang datang dari luar negeri, maupun yang dibuat di dalam negeri. Jadi, saat ini masyarakat betul-betul diserbu produk aspal dari berbagai penjuru, sampai-sampai terdengar anekdot mengatakan, “Zaman serba palsu, sampai cinta pun direkayasa, dipalsukan!”

Grafik Terus Meningkat

Pada 2012, International Data Cooperation (ID) melansir data, bahwa Indonesia menduduki peringkat ke-11 sebagai negara pembajak software di dunia. Sebanyak 86 persen software bajakan beredar di Tanah Air dengan nilai kerugian 1,46 miliar dolar AS atau Rp12,8 triliun. Bentuk pembajakan umumnya berupa perbanyakan secara ilegal, penggunaan software tanpa lisensi oleh individu dan perusahaan komersial, serta pemasangan software tanpa lisensi oleh penjual hardware.

“Secara garis besar, Indonesia selalu jadi korban penjualan produk palsu atau produk bajakan dari luar negeri. Kita bisa temukan peredaran barang palsu, yang kebanyakan berasal dari Tiongkok dan Malaysia,” ujar Direktur Penyidikan pada Dirjen Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Kementerian Hukum dan HAM, Mohammad Adri kepada pers beberapa waktu lalu.

Jam Ilegal

Jam Tangan

Ragam produk aspal tersebut banyak sekali. Sebut saja, jam tangan mewah merek terkenal dunia seperti Omega, Longines, Swatch, Rado dan Mido. Harga dalam kisaran Rp25 juta hingga Rp60 juta, hanya dijual Rp3 juta. Sangat tidak masuk akal, tetapi ada. Belum lagi ratusan spare part mobil menyesaki pasar. Suatu kali, Tim Nasional Penanggulan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (PPHKI) dari Kementerian Hukum dan HAM menyita jutaan keping VCD dan DVD bajakan dari hanya tiga toko di pertokoan besar di Jakarta Pusat. Luar biasa memprihatinkan.

Widyaretna merinci sektor-sektor yang disesaki barang-barang palsu, di antaranya farmasi sebanyak 3,5 persen, kosmetik 6,4 persen, oli 7 persen, pestisida 7,7 persen, minuman 8,9 persen, rokok 11,5 persen, elektronik 13,7 persen, lampu 16,4 persen, pakaian 30,2 persen, software 34,1 persen dan barang kulit sebanyak 35,7 persen.

Dampaknya Bisa Merenggut Nyawa

Obat Ilegal

Obat-obatan palsu

Dampak praktik pemalsuan amat luas. Yang pasti negara dirugikan dalam sektor perolehan pajak, lalu hilangnya peluang kerja, berkurangnya keterampilan kerja sumber daya manusia Indonesia, sehingga menurunkan daya saing Indonesia di kancah dunia. Belum lagi citra negara menjadi buruk di internasional, serta nilai asli ekspor ikut turun, sebab tidak ada negara yang mau menerima barang palsu, bukan?

Widyaretna sendiri menggarisbawahi pengaruh berbahaya dari pemalsuan produk farmasi, obat-obatan. Dicontohkannya, saat pemeriksaan obat Sildenafil Citrate (viagra) di luar apotek di Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Jabodetabek) dan kota-kota besar di Indonesia, ditemukan 100 persen palsu. Bisa dibayangkan betapa viagra palsu itu dapat merenggut jiwa orang yang meminumnya. Pemalsuan software palsu juga jangan dianggap remeh, karena perangkat lunak palsu ini bisa menghilangkan seluruh data di komputer yang berarti bisa menjadi petaka bagi pekerjaan dan hidup orang.

Pemberantasan

Sofyan Wanandi

Sofyan Wanandi

Tindak razia pembersihan produk aspal terus-menerus dilakukan. Banyak sekali produk yang terjaring, tapi anehnya barang aspal itu tidak juga surut. Bahkan dari waktu ke waktu grafik pemalsuan HKI, hak paten dan merek terus meningkat. Tingkat kerugian pun berbanding lurus. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi menyatakan, pada 2003, kerugian negara sekitar Rp 4 triliun, selang 5 tahun kemudian, jumlahnya melonjak hampir 9 kali lipat menjadi Rp43 triliun.

Menteri Perdagangan Gita Wirjawan juga menunjukkan sikap memerangi barang palsu dan ilegal yang bernilai total miliaran rupiah. Pihaknya juga menjalin kerja sama dengan instansi dan berbagai kementerian. Kerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) misalnya, berhasil menjaring 129 situs internet yang memasarkan obat, obat tradisional, kosmetik, dan suplemen kesehatan ilegal dan palsu dan langsung diblokir.

Menggugah Kesadaran Masyarakat

Barang Ilegal

Spare part mobil

Sesungguhnya sudah ada perangkat hukum untuk menghadapi praktik pemalsuan, seperti Undang-Undang Merek No 15 Tahun 2001, Pasal 94, yang memberlakukan ancaman pelaku, ganjaran hukuman pidana kurungan 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00. Juga menyita barang palsu itu, maupun pemilik toko atau penjualnya.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sesungguhnya juga memiliki kekuatan hukum untuk menghentikan dan menyita produk impor palsu di pasar Indonesia. Kini ada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2012 tentang Penetapan Sementara Pengadilan di Bidang Hak Kekayaan Intelektual (HKI); Direktur Jenderal HKI Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Ahmad M Ramli mengatakan, peraturan Mahkamah itu memungkinkan aparat Bea dan Cukai menghentikan peredaran barang impor palsu, tanpa menunggu proses pengadilan selesai.

Peraturan ini merupakan salah satu upaya pemerintah menekan peredaran barang impor palsu. Perlu diperhatikan, bahwa barang palsu yang beredar tidak melulu pemalsuan atau pembajakan yang dilakukan di dalam negeri, melainkan datang secara impor dari luar negeri.

Menurut Widya, cara paling jitu memerangi produk palsu adalah dengan mengubah sudut pandang masyarakat. Memotong mata rantai antara penyediaan barang dan permintaan atas produk palsu itu.

Produk Ilegal

Barang-barang impor

“Jangan biarkan diri kita, keluarga, anak-anak dan lingkungan yang lebih luas lagi merugi karena menjadi korban praktik pemalsuan produk,” katanya. “Hendaknya para ibu lebih mawas diri dan berperan menjadi konsumen yang cerdas, serta mendidik keluarganya. Misalnya, membeli obat resep dari dokter di apotik, bukan di toko obat. Di apotek ada apoteker yang bertanggung jawab atas obat yang diberikan. Pembeli memegang tanda terima pembelian obat, sehingga bisa meminta pertanggungjawaban apoteker itu bila terjadi sesuatu. Jadi, jangan mempertaruhkan kesehatan keluarga dengan membeli obat sembarangan.”

Selain itu ditambahkan Widya untuk tidak tergiur dengan harga miring produk palsu. Membeli barang dengan murah, tetapi kualitasnya pun miring, tentu konsumennya sendiri yang rugi. Tidak hanya obat yang membahayakan keselamatan jiwa konsumen, melainkan juga memakai onderdil palsu.

Untuk menggugah kesadaran masyarakat memerangi aksi pemalsuan, Widya bersama tim di MIAP acap melakukan sosialisasi ke berbagai kalangan. MIAP bergerak di lingkungan universitas hingga sekolah-sekolah di seluruh Indonesia. Di samping juga menggandeng Kementerian Perdagangan, Kantor Wakil Presiden, Timnas HKI, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Kesehatan, serta para penegak hukum. Kerja sama dengan kedutaan besar negara sahabat juga dilakukan, seperti dengan Amerika Serikat, US Patent and Trademark Office, serta berbagai asosiasi seperti Ikatan Dokter Indonesia. Kesimpulannya, semua mesti bergerak bersama-sama demi mewujudkan Indonesia yang bersih dari barang palsu. (1003)

Untuk share artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?59837

Untuk melihat artikel Utama lainnya, Klik di sini

Mohon beri nilai dan komentar di bawah artikel ini

_______________________________________________________________

Supported by :

jason_yau_lie