KabariNews – Dunia pendidikan sudah menjadi bagian hidup yang tak terpisahkan bagi seorang perempuan yang terlahir dari keluarga seorang cendikiawan muslim, Quraish Shihab (Mantan Menteri Agama kabinet pembangunan VII). Dia lah Najelaa Shihab yang kenal sebagai pegiat pendidikan yang berhasil meluncurkan berbagai inisiatif pendidikan, salah satunya adalah komunitas Cikal.

Komunitas belajar yang didirikan pada tahun 1999 mengusung konsep komunitas belajar sepanjang hayat. Dengan kata lain bahwa yang belajar di Cikal bukan hanya muridnya saja namun juga semua pendidik, orang tua dan semua yang menjadi bagian dari komunitasnya. “Bahkan sampai kakek nenek, pengasuh yang membantu anak di rumah semua jadi bagian dari komunitas belajar ini,“ ungkap Nejelaa.

Dalam komunitas ini dipupuk rasa tanggung jawab, tak terkecuali murid, orang tua, guru bahkan pengasuh pun punya peran dan tanggung jawab masing-masing dalam proses belajar. “Komunitas juga menjadi penting, menunjukkan bahwa sebetulnya tanggung jawab yang dibagi di Cikal adalah tanggung jawab bukan hanya kepada anak masing-masing atau kepada murid masing-masing, tapi tanggung jawab kepada semua anak dan semua murid, sehingga kita memang sama-sama bergerak menuju cita-cita sama-sama,“ imbuh Elaa pangilan akrab Najelaa Shihab.

Cikal memiliki impian yang dikenal dengan Five Stars Competencies yakni anak-anak bisa tumbuh secara mapan baik moral maupun spiritualnya, memiliki kemampuan berpikir kritis dan terampil dalam proses berpikir, memiliki wawasan luas dan fisik sehat sehingga menjadikan pelajar yang merdeka agar individu-individu di dalamnya dapat berkontribusi untuk kemajuan masyarakat. Dengan demikian, kelima tujuan tersebut menjadi dasar dari apa yang dilakukan di Cikal sehari-hari

“Tujuan ini memang tujuan besar, bersekolah, belajar bersama di cikal bukan hanya tentang hal akdemik, bukan hanya tentang menjadi pribadi yang utuh untuk diri sendiri tetapi memang ingin membentuk anak yang betul –betul bukan hanya terbaik di dunia tapi menjadi yang paling baik untuk dunianya, “katanya.

Perempuan berusia 41 tahun ini berharap cita-cita yang mendasari debut komunitas Cikal ini diaplikasikan ke sekolah lain. “Mudah-mudahan untuk cita-cita ini bisa terus disebarkan bukan hanya untuk sekolah-sekolah Cikal saja. Kami ada delapan sekolah sekarang, insyaallah akan jadi sepuluh sekolah diawal tahun depan,“ paparnya.

Seperti diterangkan Elaa, Cikal memiliki berbagai terobosan yang melibatkan semua individu di dalamnya, tak hanya di sekolah, Cikal juga tumbuh melalui kampus guru Cikal. “Ini kita sebarkan ke banyak daerah, ke banyak pendidik yang lain, kampus guru Cikal dan komunitas guru belajarnya” terangnya lagi.

Saat ini sudah ada 75 kabupaten yang diyakini Elaa punya kesempatan untuk menyebarkan nilai-nilai Cikal terutama nilai kemerdekaan belajar kepada sebanyak mungkin sekolah, guru, dan pemangku kepentingan lain di seluruh Indonesia.

Dan untuk mencapai cita-cita tersebut komunitas Cikal memilki lima pendekatan utama yaitu Cikal Five Sis, pertama characterise (memanusiakan hubungan) yakni hubungan belajar mengajar harus jadi hubungan yang penuh perhatian individual dan memperhatikan kebutuhan masing-masing pelajar. Kedua, Cikal sangat ditekankan konsep komprehensif, artinya apa yang dipelajari anak bukan hanya sekedar pengetahuan di luar saja dan kadang-kadang tidak berguna untuk tahap kehidupan berikutnya, namun betul-betul esensial dan akan bermanfaat lintas disiplin ilmu.

Ketiga, di Cikal percaya sekali dengan proses konstraktif continuity, yakni kontinuitas atau keberlanjutan yang jelas untuk masing-masing anak. “Sebetulnya tahap pelajaran sebelumnya tentang apa yang harus dilalui dan sesudahnya apa, gambaran tentang masing-masing tahapan itu jelas bukan hanya untuk gurunya, tapi untuk masing-masing anak,“ terang Elaa

Keempat, percaya pada pendekatan challenge choices, setiap pelajar perlu mendapatkan tantangan namun tantangan yang dipilih dengan sadar, “Nah ini yang kadang-kadang sulit, kita biasanya kasih beban ke anak bukan tantangan, itu dua hal yang sangat berbeda, tantangan itu disesuaikan dengan tingkat kesiapannya dan juga membuat anak selalu semangat untuk mencapai target baru,“ paparnya.

Dan untuk yang terakhir mengenai kontek komunitas, ini sangat penting, karena pendiri ingin anak tumbuh dengan terus berinteraksi dengan komunitas-komunitas baik yang ada disekitarnya, misalnya, lingkungan keluarganya, lingkungan yang dekat dengan sekolah maupun konteks komunitas negara dan dunia yang lebih luas.

“Nah dengan lima pendekatan itu, memanusiakan hubungan, konsep yang komprehensif, keberlanjutan, kemudian tantangan yang dipilih dan kontek komunitas kami yakin mudah-mudahan cita-cita Cikal five stars competency bisa dicapai bersama-sama disini,“ tutur Najelaa shihab.

Selain itu, Cikal juga memiliki berbagai Program yang diberikan untuk murid serta guru di komunitas pendidikan tersebut.

Kini, Cikal memiliki tingkat pendidikan dari pra sekolah yang dimulai dari kelas dari usia masih batita hingga ke tingkat SMA. Selain itu, di tempat pendidikan tersebut juga didirikan kampus guru disertai dengan berbagai pelatihan untuk para guru baik sebelum mereka mengajar dengan tujuan kedepan para pendidik tersebut bisa mengembangkan profesi lanjutan ketika mereka sudah memiliki predikat menjadi guru.

Adapun program Cikal lain yang diberikan khusus untuk membantu orang tua, yakni Day Care, lebih jauh Najelaa menjelaskan mengenai program ini, yakni untuk membantu orang tua yang sering kali mengalami kesulitan pada saat harus menjalankan fungsi-fungsi pengasuhan anaknya. “Jadi bukan cuma sekolahnya, sesudah sekolahpun, Cikal terus terlibat dalam pendidikan dan pengasuhan anak-anak,“ terang Elaa.

Sebagai pegiat pendidikan sejati, Najelaa begitu tulus dan ikhlas memperjuangkan pendidikan bagi anak-anak, guru dan orang tua dengan tujuan yang mulia, menjadi pendidik sepanjang hayat.

“Tujuan pendidikan sebenernya adalah menumbuhkan pelajar-pelajar yang terus belajar sepanjang hayatnya jadi bukan cuma sekedar lulus ujian atau dapat sertifikasi atau kriteria-kriteria yang seringkali kita simplifikasi tapi memang anak yang bisa terus meningkatkan kemampuan dirinya, “ ujar Najelaa.

Menurutnya, anak-anak memiliki karakteristik kuat sebagai pembelajar, dan ia menilai hal ini sangat penting karena dunia berubah begitu cepat, banyak sekali riset dan pengalaman. “Bahkan pengalaman kita sendiri, dimana apa yang kita pelajari di sekolah dulu itu kemudian menjadi tidak relevan begitu kita bekerja yang kita butuhkan bukan pengetahuan yang dulu dihafal sekian puluh tahun yang lalu tapi kemampuan untuk terus beradaptasi dengan lingkungan untuk mendapat ketrampilan baru untuk memahami orang lain dan seterusnya,” katanya.

Baginya pendidikan saat ini adalah untuk menyiapkan anak-anak untuk masa depan, dan yang harus disiapkan adalah anak-anak yang siap berubah, beradaptasi dan selalu bisa tetap belajar.

“Kalau saya menyiapkan masa depan dengan mereka mempelajari sesuatu yang sudah sekian puluh tahun itu sama aja sebetulnya, kita sedang yang menyiapkan anak-anak kita yang gagal bukan untuk sukses,” katanya.

Untuk itu, ia ingin mengajak semuanya untuk kemudian mencoba mendefinisikan kembali yang namanya sukses di sekolah. Menurutnya, sukses pendidikan adalah bisa menerima tantangan dan kebutuhan pendidikan saat ini.

“Namanya sukses di pendidikan itu seperti apa sih, jangan-jangan kita orang dewasa yang sudah punya pengalaman belajar sekian lama adalah justru yang menghambat perubahan pendidikan karena kita memaksakan pola-pola lama yang sudah kita ketahui pada pendidikan anak-anak, kita sekarang yang kebutuhannya dan tantangannya dimasa depan itu sebetulnya sangat berbeda dengan apa yang sudah kita lalui dimasa lampau,“ ujar Elaa.

Di Cikal memiliki sistem penilaian yang berbeda dengan sekolah pada umumnya, sistem penilaian di tempat ini tidak mengandalkan hanya sekedar nilai atau satu kali ujian untuk menentukan keberhasilan anak.

Selain itu, di Cikal juga banyak PR atau berbagai kegiatan yang hendak dibangun, menurut sang penggagas, hal ini merupakan sebuah tantangan yang dari awal sudah diprediksi. Menurut Elaa, sejak awal ia meyakini bahwa yang melalui proses belajar itu bukan hanya anaknya tapi semua pihak yang berada di lingkungan anak.

Elaa punya pemikiran, saat ini pendidik harus mengunakan metode-metode yang progresif, karena menurutnya, pada waktu dulu sekolah, pendidik itu sendiri tidak melalui hal itu.

“Butuh proses belajar lagi untuk bisa menerapkan metode-metoda baru, orang tua pun demikian, butuh terus didampingi berada dalam lingkungan yang kondusif untuk bisa menghadapi anak-anak yang kadang-kadang suka bikin kewalahan dengan pertanyaan-pertanyaannya,“ paparnya lagi.

Jika proses tersebut bekerja secara bersama-sama dan melibatkan semua pihak, maka yang akan mendapatkan hasil optimal adalah anak-anak. “Karena anak tidak mendapatkan pesan yang berbeda justru mendapatkan lingkungan yang semua unsurnya kondusif dan mendukung dia untuk menjadi pribadi yang utuh,“ imbuhnya.

Setiap perjuangan tentu berharap kemerdekaan, pun demikian dengan Elaa, memiliki mimpi yang besar terhadap murid –muridnya di Cikal.
Najelaa sangat yakin bahwa semua muridnya memiliki bibit–bibit yang luar biasa pada dirinya masing-masing.

Cikal terkenal dengan naturing greetness, yakni menumbuhkan kehebatan yang sudah ada pada diri masing-masing murid. Namun kata Elaa seringkali ia menemukan bakat atau keunikan anak diabaikan. “Seringkali di dalam pendidikan itu dimatikan, nah kami berharap Cikal menyuburkan keunikan-keunikan itu, menyuburkan kehebatan-kehebatan itu, sehingga anak juga diterima di lingkungan, anak merasa bahwa keberadaannya itu dihargai dan bisa memberikan kontribusi kepada orang lain bukan hanya kepada dirinya sendiri,“ pungkasnya.