KabariNews – Jaringan Diaspora Indonesia atau juga disebut Indonesia Network (IDN) didirikan pada tahun 2012 pada kongres Diaspora Indonesia pertama (CID-1) di Los Angeles. Diaspora Indonesia menyatakan bahwa mereka akan berkontribusi dalam membangun Indonesia.

Deklarasi ini dikenal dengan Deklarasi LA Diaspora 2012. IDN adalah organisasi non-politik, independen dan transparan. Setiap dua tahun di Bulan Agustus, Diaspora Indonesia dari seluruh dunia akan berkumpul bersama di Jakarta untuk menyampaikan kepada masyarakat Indonesia kontribusi yang telah mereka lakukan selama dua tahun terakhir.

Presiden Indonesia Diaspora Network Global  Herry  S. Utomo memaparkan berbagai program nyata yang dibahas dalam acara Kongres Diaspora Indonesia pada bulan agustus 2017 di Jakarta.

“Pada bulan agustus kemarin kita sudah membuat program yang sudah sangat real,salah satunya adalah  program dwi kewarganegaraan, kemudian program D2D (Diaspora to Diaspora) yang akan mencakup  berbagai aspek perlindungan  terhadap diaspora kita di luar negeri  yang mengalami berbagai kendala baik secara legal maupun domestic  failen atau apa aja yang merugikan diaspora,” papar Herry dalam wawancara bersama Kabari.

Lebih lanjut ia menambahkan, “ Jadi ini adalah program baru, kemudian program sudah berjalan antara lain adalah program pendidikan di Papua dan telemedicine yang merupakan terobosan untuk membawa Papua dan Papua barat menjadi lebih maju lagi sehingga ketertinggalannya dengan  provinsi lain bisa dikurangi,” imbuhnya.

Disamping itu, lanjut  Herry, “Kita sudah meluncurkan berbagai  progam-program baru termasuk juga di antaranya, fashion, kulinery serta tourism kemudian juga ada UKM (Usaha Kecil Menengah) kemudian juga ada beberapa hal yang sifatnya lebih universal  seperti media dan juga hal lain yang ada hubungannya dengan transfer teknologi dan juga pembimbingan dalam hal usaha dan teknologi,” ungkapnya.

Dengan jumlah sekitar 8 juta orang, diaspora Indonesia tersebar di seluruh dunia dan tercatat di Amerika sendiri saat ini berada di kisaran 25 persen.

Mereka menetap di luar negeri untuk belajar atau bekerja dengan berbagai latar belakang etnik, agama,serta beragam tingkat ekonomi dan pendidikan.

Dengan demikian,untuk  keanggotaannya  masih dipertimbangkan, “Untuk itu, Membership akan kita pertimbangkan pada tahun ini dan kedepannya, karena kita sudah mempunyai  berbagai  manfaat yang bisa kita tawarkan kepada member kita,” ujar Herry.

Masyarakat Indonesia di luar negeri yang memenuhi persyaratan dan kriteria tertentu sepanjang  tidak memiliki masalah hukum dengan Pemerintah Republik Indonesia berhak mendapatkan Kartu Masyarakat Indonesia Luar Negeri (KMILN).

Dijelaskan Herry, mengenai  Kartu Masyarakat Indoneisa di Luar Negeri  (KMILN) atau dikenal dengan kartu Diaspora, yang pada awal september ini mulai diterbitkan.

“Menurut peraturan presiden pada tahun 2017 no 76, itu dikemukakan suatu peraturan presiden yang akan memberi fasilitas bagi masyarakat Indonesia di luar negeri, jadi di dalam peraturan Presiden diterangkan juga apa kriteria dari masyarakat Indonesia di luar negeri yang antara lain selain WNI juga mencakup WNA eks WNI yang menjadi WNA pada saat ini,” ungkap Herry.

Di dalam peraturan tersebut tercantum beragam manfaat untuk kartu KMILN, menurut Herry, ada beberapa hal yang memicu penafsiran yang kurang jelas, “Karena di dalam Perpres tersebut  juga masih ada beberapa lubang-lubang , saya kira kalau tidak dibaca dengan teliti sering kali menimbulkan kesalahpahaman,” tuturnya.

Lebih lanjut  Herry menambahkan, mengenai fasilitas untuk membuka rekening dan membeli property di tanah air, “Jadi, di dalam pasal 3 ayat nomor 2 jadi memang ditegaskan fasilitas bagi pemegang KMILN  yang merupakan WNI saja, jadi ini juga masih belum sempurna dijelaskan  di dalam Peraturan Presiden,” ungkapnya

Dengan demikian, peraturan presiden tersebut  untuk KMILN hanya mencakup kepada hanya WNI saja, dan untuk membuka rekening di bank umum, memiliki properti di Indonesia atau mendirikan badan usaha di Indonesia, peraturan ditentukan oleh  undang-undang yang berlaku.

“Jadi ini yang saya sebut masih terbuka, atau lowong, sehingga yang semula di definisikan mencakup penduduk luar negeri yang sudah eks WNI tadi, ternayata di terjemahan di dalam pasal 3, itu hanya terbatas kepada  KMILN  yang masih warga negara Indonesia,” jelas Herry.

Untuk mengetahui informasi lebih lanjut, silakan klik video dibawah ini :