Dewi Lestari Simangunsong yang akrab dipanggil Dee adalah seorang penulis buku yang cukup terkenal, sejak menerbitkan novel pertamanya pada tahun 2001 bertajuk Supernova, Dee yang sebelumnya dikenal masyarakat sebagai penyanyi Rida Sita Dewi, kini Dee lebih dikenal sebagai novelis.

Perempuan kelahiran tahun 1976 ini kembali menelurkan karya terbaiknya lewat buku terbaru yang berjudul Aroma Karsa. Dalam karyanya yang ke–12 ini, Dee menuangkan potongan sejarah dari legenda majapahit, diakui Dee, banyak unsur yang dimainkan dalam Aroma Karsa, “Seperti tokoh utamanya bernama Jati Wesi, dan seorang perempuan bernama Tanaya Suma, kedua tokoh ini lah merupakan tokoh central dalam serial Aroma Karsa,” ujar Dee saat ditemui Kabari di kawasan Jakarta Selatan.

Menurut Dee, Aroma Karsa berbeda karena deskripsi cerita yang didasarkan adalah kekuatan aroma. Ia sendiri baru mulai menyadari kekuatan indra penciuman ketika menulis Madre di tahun 2009 silam. Itulah mengapa dalam buku ini akan banyak ditemui istilah-istilah molekuler dunia perwangian yang tidak awam didengar.

Menurut mantan istri penyanyi Marcell, deskripsi melalui penciuman memiliki efek yang sangat kuat, ketika ia menulis dirinya bisa merasakannya. Pun demikian dengan pembaca juga akan bisa merasakan hal yang sama.

“Deskripsi penciuman memiliki kekuatan yang sebenarnya lebih kuat daripada visual di tubuh manusia, kalau kita mencium satu aroma, mungkin yang lain juga ikut merasakan, misalnya tercium aroma mantan bukan hanya sekedar wajahnya namun juga pada perasaannya, jadi sensasi yang dibangkitkan oleh penciuman itu sangat menyeluruh, karena penciuman ini juga salah satu indra yang paling primitif,” papar Dee.

Selainnya itu menurut dia, penciuman itu sulit untuk diungkapkan secara tulisan, banyak yang harus dimainkan seperti metafora, asosiasi, imajinasi, dengan demikian mengapa Dee memilih tema Aroma Karsa ini.

Dee memaparkan, banyak beragam fiksi yang selama dia baca jarang menemui yang mengungkapkan sesuatu dari penciuman. Hal inilah yang membuat Dee merasa tertantang, dengan tangan dinginnya melalui tarian penanya, Dee akhirnya memutuskan membuat sebuah fiksi yang tema sentralnya ada di penciuman, “Pasti ini akan menjadi suatu tantangan yang menarik dan saya juga penasaran bagaimana efeknya nanti terhadap pembaca,” katanya.
Diakui Dee, empat tahun yang silam keinginan menulis fiksi mengenai penciuman ini akhirnya terwujud.

“Penciuman itu sangat luas, bisa dimulai dari mana saja dan dibumbui dengan apa saja dan kemudian aroma yang bisa mengendalikan kehendak, dan kehendak itu adalah karsa,” ujar Dee saat maknai judul Aroma Karsa.

“Saya membayangkan Aroma Karsa ini pasti punya kekuatan yang luar biasa, saya membayangkan ada aroma yang mengendalikan kehendak manusia, lalu munculnya lapisan drama di atasnya sampai akhirnya melibatkan legenda majapahit dan lainnya,” imbuh Dee.

Dalam karya Dee kali ini, tertuang beragam senyawa kimia sebagai bumbu dari tema penciuman sebagai wewangian yang dituangkan ke dalam fiksinya.

Dalam menyusun sebuah kosakata hingga menjadi sebuah karya tulisan yang menarik, tak mudah bagi Dee, tantangan dan kendalanya pasti ada.
“Saya merasa bahwa memang memacu saya sebagai seorang penulis, saya ditantang untuk dapat memperdalam lagi teknik penuturan, cara membuat struktur, ketika saya sudah susun dramanya, saya juga sempat berpikir ini akan menjadi drama yang sangat rumit dan bagaimana yang rumit ini bisa diikuti dengan mengalir dan masuk akal, itu seninya,” ungkap Dee.

Aroma Karsa ini banyak mengandung unsur kimia, meski Dee sendiri kurang memahami tentang senyawa kimia, namun bagi Dee, wajib mengerti karena berhubungan dengan Aroma.

“Macam-macam hal termasuk hal teknis yang rumit dan satu lagi yaitu kosakata utuk membauhi, menghidu misalnya, saya harus mampu menggali berbagai macam pengungkapan untuk satu tindakan yang sama agar tidak bosan,” kata Dee.

“Aroma Karsa ini betul-betul memaksa saya untuk menggali bahasa Indonesia serta perumpamaan yang sebelumnya saya jarang menggunakannya,” pungkasnya.