Dinny Jusuf, berawal dari kecintaannya terhadap batik dan tenun ia mendirikan sebuah yayasan yang bernama Toraja Melo.

Mulai merasa penat dengan hiruk pikuk kota Jakarta, maka pada akhir tahun 2007 Dinny meninggalkan profesinya sebagai Sekretaris Jenderal di Komnas Perlindungan Perempuan, kemudian meminta suami untuk menjalani hari tua bersamanya di tanah kelahiran sang suami, Danny Parura di tanah Toraja.

“Pada akhir 2007, aku cape banget akhirnya aku keluar dari pekerjaanku, saya minta pada waktu itu pada suami saya untuk membuatkan saya rumah di Toraja karena saya ingin istirahat, udah pengen pensiun, pengen nulis, pengen baca, my Hobi is diving, reading, writer,” ungkap Dinny.

Sewaktu mendirikan rumah, ia melihat pemandangan dimana banyak perempuan di sana yang meninggalkan Toraja untuk bekerja sebagai TKI (Tenaga Kerja Indonesia) di Malaysia.

Ia menambahkan, “Dari ngobrol dengan mereka, mereka menceritakan bagaimana banyak perempuan-perempuan Toraja yang harus bekerja ke Malaysia dan mereka pulang banyak membawa bayi, tapi mereka harus melahirkan di Toraja dan karena ga bisa punya izin tinggal ga ada surat lahir lalu ibu-ibunya kembali bekerja lagi ke Malaysia sedangkan anaknya ditinggal di Toraja,” imbuhnya.

Melihat fenomena tersebut, Dinny tak bisa berdiam diri. Sebagai seorang yang fokus terhadap isu permpuan, Dinny berinisiatif untuk mengkreasikan Tenun khas Toraja bersama para perempuan Toraja untuk dipromosikan menjadi bagian dari gaya hidup kaum urban para pecinta batik dan tenun.

“Kalau perempuan Toraja bisa tinggal di rumah dan menjual hasil tenunanya, jadi tidak harus menghadapi risiko saat bekerja di luar Toraja, lalu menjadi hamil atau mengalami kekerasan,” kata Dinny.

“Pada tahun 2008 saya mulai bekerja dengan para penenun di Toraja dan membawanya ke Jakarta, saya bukan fesyen desiner, namun saya cinta textile Indonesia termasuk batik dan tenun,” ujar Dinny.

Selengkapnya Klik Video Berikut Ini: