Ai Syarif adalah perancang busana yang mengawali karirnya sejak tahun 1993 pada dunia mode. Ia pernah bekerja sebagai fashion editor di Majalah Gadis selama 11 tahun, kemudian lanjut 4 tahun di Majalah Dewi, Ai juga pernah bekerja di Majalah Highend dan Highend Teen sebagai Managing Editor selama 5 tahun. Berangkat dari situlah Ai tertarik dan menekuni dunia fashion.

“Jadi saya udah lama di media selama 23 tahun, biasanya saya menulis tentang fashion, mengkritik desainer, memberikan solusi dan masukan untuk desainer Indonesia, sekarang sudah hampir 12 tahun saya menjalankan sebagai fashion desainer dan memiliki label sendiri,” ungkap Ai yang memiliki label Ai Syarif 1965.

Lebih jauh ia menambahkan,”Justru itu membuat saya bebenah diri, dulu saya sering memberi masukan pada desainer, akhirnya saya harus mempersiapkan diri agar menjadi desainer yang baik dan bertanggung jawab,” imbuhnya.

“Bekal saya di media selama 23 tahun, inilah yang akhirnya menjadi bekal yang luar biasa, start saya di media itu undangan saya kaya di Paris Fashion Week, Hongkong Fashion Week, kami ditugaskan untuk meliput kurang lebih biasanya 1 bulan di sana untuk meliput jalannya acara,” katanya.

Ai Syarif mulai belajar di ESMOD dengan beasiswa sealam enam bulan. Dari belajar ia mengaku banyak mendapat pengalaman sebagai bekal sebagai seorang desainer.

“Belajar di Esmod selama enam bulan justru yang saya dapat pengalaman langsung, kadang-kadang kita mau sekolah formal itu prakteknya kurang dan ketika terjun sekolah desainer banyak belajar lagi bagaimana branding, bagaimana selling, bagaimana belajar pada size dan masih banyak lagi,” katanya.

Masuk 25 tahun berkarya pada dunia fashion, Ai syarif mulai dikenal dengan koleksi busana khusus segmen pria. Namun ia juga membuat koleksi busana untuk wanita cenderung maskulin.

“Koleksi saya sebenernya unisex banyak kemeja, banyak jaket, banyak blazer, banyak over cut banyak celana juga yang bisa dipakai laki dan perempuan dan kebetulan kemeja dan over cut ini banyak diminati,” terang Ai.

Memiliki pengalaman matang di dunia fashion, Ai kerap melakukan kegiatan fashion show di Luar Negeri, seperti di Hongkong, Kuala Lumpur, London, Nepal dan Bangladesh dengan memperkenalkan kain batik nusantara, seperti kain tenun, batik tulis, dan kain songket.

“Kalau keluar negeri saya selalu menggunakan kain nusantara, artinya saya harus memperkenalkan kain dari Indonesia seperti tenun lalu juga batik tulis, ada juga songket, tidak membawa bahan-bahan polos atau katun,” ujar Ai.

Menurut pengalamannya beberapa tahun yang lalu Ai pergi ke London dan Denhag, ia memperkenalkan Tenun Endet dari Klungkung, Bali.

“Berapa tahun lalu saya ke London dan Denhag, saya bawa Tenun Endet dari Klungkung Bali, jadi saya bekerjasama dengan pengrajin di Klungkung dan itu motifnya dibuat khusus dan luar biasa tanggapannya di Denhag,” katanya.

Lebih jauh ia menambahkan, “Luar biasa animo masyarakat di sana, dan perlu kita tahu orang luar negeri sangat menghargai budaya kita, sebelum tampil kami juga memprestasikan tari kalisk Bali waktu itu ada Legong, semacam tari Leak. Mereka sangat takjub begitu disusul dengan karya saya dan mereka tertarik karena pembuatannya bukan dari mesin tapi dari alat tradisional yakni alat tenun,” imbuhnya.

Selain itu, pada saat tampil di Nepal, Bangladesh dan Kuala Lumpur Ai juga mempromosikan kain Batik dan sekaligus mempresentasikan bagaimana proses membatik.

Selengkapnya Klik Video Berikut Ini: