Kinanti Roospitasari membangun Kinrose Craft sejak tahun 2019. Fokus dari Kinrose Craft adalah berbagai item produk ecoprint.
Diceritakan Kinanti, ia belajar ecoprint di berbagai tempat. Lalu ia mengaplikasikan sendiri dengan proses trial and error sehingga menghasilkan formula yang pas.
Saat ini Kinrose Craft memproduksi beberapa macam produk. Sebut saja kain sutera dengan panjang 2 meter, harganya 1.400k, kemudian sepatu kanvas kombinasi kulit 550k, lalu ada syal dari tenun ATBM, harga variatif dari 225k-250k. Ada juga topi 200k, tas ransel kulit domba 850k, tas untuk telepon genggam 475k juga pashmina. “Yang paling laku memang pashmina sutera, dan pashmina ini paling banyak diminati,” kata Kinanti.
Dari berbagai produk yang diproduksi di Kinrose Craft, Kinanti mengakui yang paling sulit dibuat adalah kain sutera. “Karena kain lembut, jadi untuk menghindari kerutan harus ekstra hati-hati,” ujar Kinanti.
Dalam membangun usaha, tidak selamanya berjalan lancer. Ada saja kendalanya, terutama di awal-awal membangun usaha. “Waktu awal itu, ada berbagai teknik ecoprint yang memerlukan berbagai jenis daun untuk mengeluarkan warna dan corak sesuai dengan yang kita harapkan. Harus diakui, waktu awal itu, kita kesulitannya mencari daun-daun yang mengeluarkan warna tertentu. Karena itu, saya mencoba untuk menanam di halaman rumah sambil terus mempelajari teknik-teknik baru,” tukas Kinanti.
Saat ini beragam produk dari Kinrose Craft dijual melalui Instagram dan WhatsApp. “Tapi saya juga rutin mengikuti berbagai pameran agar produk kami makin dikenal,” terang Kinanti.
Saat memulai usaha di tahun 2019, persaingan usaha untuk produk ecoprint belum terlalu banyak. Namun, seiring dengan berjalannya waktu persaingan makin ketat karena semakin banyak pelaku usaha.
Meski begitu, Kinanti tidak pesimis. Baginya persaingan dalam bisnis adalah hal biasa. Karena itu, ia selalu berusaha agar produk dari Kinrose Craft memiliki keunggulan
“Saya mengedepankan materi kain, lalu dipadu dengan bahan kulitnya, kemudian hadirkan motifnya yang khas dengan penggunaan daun yang variatif,” ungkap Kinanti.
Untuk menghasilkan produk ecoprint yang istimewa, pemilihan kain merupakan kunci. Pasalnya, kain yang digunakan harus ada serat alamnya. Karena itu, Kinanti memiliki supplier khusus untuk membeli kain tersebut. “Kita punya supplier karena kainnya harus serat alam, tidak bisa sembarangan kita beli. Kemudian untuk mengatasi tingkat kesulitan pola daun, beberapa jenis saya tanam sendiri dan ini sangat membantu kalau diperlukan tinggal petik,” cerita Kinanti.
Setelah kain dan pola daun, proses selanjutnya adalah pembuatan. “Proses pembuatannya itu sebenarnya cukup rumit. Mulai dari pembersihan kain dengan cara di scouring, supaya pori- pori terbuka. Kemudian masuk tahap mordan. Saat fase mordan ini, kita menggunakan soda kue, maupun cuka, juga tunjung untuk mengeluarkan warna. Setelah mordan selesai, kain dalam keadaan lembab kita peras, lalu kain kita gelar dan ditempel daun-daun yang baru dipetik. Dari daun-daun ini akan menghasilkan warna putih, merah, hijau, juga kuning. Kita juga menggunakan pewarna alam, dari kayu secang, kayu tegeran dan ada juga kulit buah jalawe. Kita juga menggunakan kayu mahoni dan kayu nangka,” tukas Kinanti.
Lalu setelah usaha berjalan 5 tahun ini, apa harapannya? “Ke depannya semoga Kinrose Craft semakin maju dengan berbagai jenis produk. Kalau sekarang masih di bidang fashion, semoga nanti bisa masuk ke home décor,” pungkas Kinanti.
Artikel ini juga dapat dibaca di Majalah Digital Kabari Edisi 207
Simak wawancara Kabari bersama Kinanti Roospitasari dibawah ini