Nasya Collyer adalah salah satu perancang busana yang berhasil mendunia. Bahkan namanya dikenal hingga ke negeri Paman Sam alias Amerika Serikat (AS).

Mengawali karirnya menekuni dunia fashion, wanita yang memiliki nama lengkap Nasya Samidin Collyer ini berangkat dari hobi menjahit dan melihat keindahan model-model busana. Dan untuk melanjutkan hobinya tersebut, Dia memutuskan untuk mengambil sekolah perancang busana di ESMOD.

“Awalnya saya berkarir dan menekuni dunia fesyen itu berawal dari hobi saya, hobi untuk merancang, menjahit dan hobi untuk melihat keindahan baju-baju yang bagus, lalu saya memperdalam ilmu mendesain,” kata Nasya saat wawancara bersama Kabari di butik Nasya Collyer miliknya, di kawasan Blok M Square, Jakarta Selatan.

Setalah lulus dari sekolah mode, Nasya mencoba peruntungannya dengan merancang koleksi busana. Namun sebelum melangkah lebih jauh, Nasya melakukan beberapa riset terlebih dahulu. Ia berkisah, “Sebelum saya berani mengeluarkan koleksi ini saya melakukan riset dulu, apa sih yang belum banyak yang di kreativitaskan oleh para desainer Indonesia, apa yang belum banyak dibikin, kalau Batik kan sudah banyak banget nah, aku mau sesuatu yang belum begitu banyak dikenal oleh masyarakat luas,” kenang Nasya.

Wanita kelahiran asal Lampung ini, akhirnya menemukan ide baru untuk brand koleksi busananya, ia menginginkan lain dari yang lain, Nasya mengangkat kain Nusantara asal Lampung yaitu kain Tapis.

“Kebetulan saya dari Lampung, lalu saya pikir kenapa ga kain Tapis aja, kain Tapis kan bagus, memang dia berat karena benang-benangnya asli, disitulah tantangan saya untuk memulai, awalnya dari kain Tapis berupa sarung dipotong-potong lalu ditempelin, ternyata kain Tapis bagus untuk dibikin gaun-gaun malam, lebih glamour, glamour-nya dapet, terus warnanya juga warna kesukaan saya, warna gold,” terang Nasya.

Kain tapis adalah pakaian wanita suku Lampung yang berbentuk kain sarung terbuat dari tenun benang kapas dengan motif atau hiasan bahan sugi, benang perak atau benang emas dengan sistem sulam. Dengan demikian yang dimaksud dengan Tapis Lampung adalah hasil tenun benang kapas dengan motif benang perak atau benang emas dan menjadi pakaian khas suku Lampung.

Jenis tenun ini biasanya digunakan pada bagian pinggang ke bawah berbentuk sarung yang terbuat dari benang kapas dengan motif seperti alam, flora dan fauna yang disulam dengan benang emas dan benang perak.

Banyak koleksi yang sudah dibuat Nasya dengan gaun cantik nan anggun penuh motif warna yang terdapat pada kain Tapis. Kemudian dirinya memberanikan diri aktif mengikuti berbagai fashion show untuk menunjukkan kehadiran dan konsistensinya sebagai seorang fashion designer, dimulai dari Indonesia Creative Week (ICW) dengan manampilkan beragam koleksi busananya dari mulai gaun untuk makan malam hingga gaun untuk menghadiri acara pernikahan.

“Pertama kali fashion show saya ikut di Indonesia Kreatif Week tahun 2010, itu koleksi pertama saya gaun-gaun Ballrum, sama saya ada bikin yang untuk dress to diner. Jadi dari kantor bisa langsung makan malam bersama temen-temen atau sama klien, atau menghadiri acara kondangan,” ujar Nasya.

Kehadirannya pun diterima masyarakat pecinta fashion. Pesanan demi pesanan membludak karena banyak yang senang pada rancangan Nasya yang etnik namun tetap glamor dan elegan.

Selain itu, Nasya juga pernah mengikuti ajang fesyen dunia seperti di KJRI New York, AS pada saat bertepatan dengan hari raya Imlek. Nasya menampilkan busana cheongsam ( baju tradisional China) namun dikombinasikan dengan kain Tapis.

Membuat gaun dengan kain Tapis bagi Nasya tantangannya adalah ketika memilih warna, menurut dia warna terkadang susah dicari.

“Untuk memilih bahan warna itu kadang suka ngga ada, stoknya suka ngga ada, saya bekerjasama dengan para pengrajin di kampung dari asal saya itu ngga gampang. Kadang mereka harus bikin dulu, yang kedua warnanya ngga ada, ketiga berat, kita harus mencocokan dengan Tapis. Dan sekarang susah cari yang benang berat sudah jarang ada di pasaran, sekarang adanya itu yang lebih benang ringan,” ujar Nasya.

“Yang benang berat ini dia lebih padet, lebih bagus untuk dibikin baju. ketika saya belanja bahan saya harus mencocokan warna ini pas apa ngga, terus ini model seperti ini dengan bahan ini bagus ngga. Jadi kita harus bener-bener pakai insting kita, sama mood kita, Tapi saya di sini mencoba untuk tidak begitu ramai pakai Tapisnya kebanyakan, karena saya mau tetap dengan style saya yang elegan tapi tetap glamour dan klasik,” imbuhnya.

Nasya selalu konsisten dengan karyanya, ia pun ingin mewujudkan mimpinya untuk bisa mengikuti berbagai fashion show di luar negeri seperti, New York Fashion Week, Paris Fashion Week untuk memperkenalkan kain Tapis dari Lampung kepada dunia.

“Lebih ingin memperkenalkan kain Tapis Lampung dan kepengin punya store yang ada di Dubai, kemaren juga udah riset market untuk di London sendiri itu seperti apa, yang mereka bisa pakai untuk market-nya, di sini saya kan lebih ke yang evening gown,” katanya.

Menurutnya, meski cuaca dingin evening gown tetap bisa dipakai dan juga bisa digunakan untuk acara dinner atau red carpet, “Mudah-mudahan tahun 2020 saya bisa mewujudkan mimpi yang masih terpendam,” harap Nasya.

Selain itu, ia juga berharap semakin banyak orang mengenal kain Tapis sekaligus bisa membantu pendapatan daerah di Lampung, membantu memperkenalkan kerajinan Indonesia agar semaikn dikenal oleh masayarakt luas di tanah air hingga mancanegara.

“Dan niatnya kita ikhlas, maksudnya kami di sini tulus membantu memperbaiki ekonomi di kalangan para pengrajin, karena mereka untuk bikin satu sarung aja bisa tiga bulan, dengan demikian, semakin sering memesan langsung sarung Tapis ke pengrajin daerah juga sekaligus membantu pendapatan daerah di Lampung,” jelas Nasya.

“Semoga semakin banyak orang mengenal kain Tapis Lampung, semakin banyak desainer yang mau menggunakan Tapis untuk koleksi mereka, semakin banyak para desainer yang masih bermimpi untuk bikin koleksi sebagai alternatif untuk bikin koleksi dari kain etnik itu sendiri,” pungkasnya.