Komunitas Rajutan Mama dibentuk oleh Octiana Laraswati atau yang biasa disapa Oty pada tahun 2009 yang silam. Wadah kreativitas ini ditujukan bagi orang-orang yang mempelajari rajutan, “Awalnya saya membuat komunitas ini untuk para pemula yang ingin mempelajari tentang merajut,” ujar Oty saat wawancara bersama Kabari di kawasan Depok.

Wanita berusia 42 tahun ini awalanya hanya sekedar iseng atau tidak sengaja hingga membentuk komunitas ini selama 9 tahun, wadah kreasi ini memberikan pelatihan merajut dari mulai bagaimana tekniknya hingga proyek merajut.

Saat Oty masih bekerja sebagai karyawan kantoran pada tahun 2003, menurut dia dunia kerja itu sudah lumayan hectic, bersamaan dengan itu, Oty mengaku, ingin memiliki sesuatu yang bermanfaat demi meluangkan waktunya.

Me time dimanfaatkan sebaik mungkin dengan sesuatu yang saya suka, kenapa merajut, merajut itu hobi yang sangat simple karena dengan kita duduk saja, kita bisa berkreasi,” kata Oty.

Wanita berkacamata ini mengaku, merajut itu tidak perlu banyak menggunakan alat, namun cukup dengan disediakan benang dan alat jarum saja.

Awalnya karena ingin melarikan diri dari rutinitas, akhirnya Oty memutuskan untuk fokus pada hobi merajut, saat itu hanya untuk mengisi waktu luangnya pada saat makan siang ketika menjadi pegawai kantoran.

Berangkat dari seorang teman kantornya yang juga ingin belajar merajut pada Oty, dan juga pada saat itu mencari sumber untuk belajar merajut masih tergolong langka, akhirnya Oty membuka kelas merajut pada hari weekend saja karena dirinya masih bekerja dan kelas tersebut dikhususkan bagi karyawan kantor di kawasan Sudirman.

Saat itu dunia internet belum marak separti sekarang, belajar merajut diberikan melalui milis (mailing list) pada zamannya. Terinspirasi dari sang Oma yang usianya sekitar 80-an, Oty berkisah, kemana pun omanya pergi di setiap acara keluarga selalu membawa peralatan merajut.

“Pertama saya ga tertarik, karena kerjaan oma-oma banget kan, lama-lama saya tertarik, karena sambil acara keluarga sambil ngapain, tapi dia masih bisa merajut, akhirnya saya deketin Oma dan akhirnya saya belajar juga,” kenang Oty yang saat itu hanya belajar sekilas karena ingin bisa.
Setelah mendapatkan benang dan alat jarumnya, Oty mulai mencobanya dan di setiap ada waktu luang Oty selalu memanfaatkan untuk merajut.

Namun, Oty mengaku ada kesulitan ketika mulai merajut sendiri tanpa guru seperti Omanya, tanpa rasa menyerah Oty mencari buku cara merajut di toko buku Jepang.
“Saya ga ngerti bahasanya saya hanya melihat gambarnya yang cukup rumit meskipun masih minimalis media belajar merajut pada saat itu,” ujar Oty.

Komunitas Rajutan Mama menghadirkan pelatihan kursus dan para pesertanya dari kalangan Ibu-Ibu, Remaja hingga Anak-anak usia 10 tahunan.

Oty setiap harinya menerima pesanan merajut, untuk membuat pesanan tersebut sekaligus ia memberikan pelatihan kursus merajut kepada para siswanya.

Menurut Oty, tas dan dompet merupakan tren fashion yang paling banyak digemari, “Karena tas dan dompet mungkin personal dan mereka bisa langsung pakai, kalau baju rajutan, karena iklim kita kurang mendukung, syal juga ada beberapa yang belajar yang biasanya memang untuk diberikan atau untuk kado,” katanya.

Dikatakan Oty, sepanjang merajut yang paling istimewa dan berkesan ketika ia membuat dompet warna-warni, uniknya, untuk membuat dompet tersebut membutuhkan 20 warna benang yang disiapkan untuk merajut. “Ketika saya mengerjakan heboh banget karena pakai 20 warna untuk satu proyek sekaligus, jadi kebutuhannya sedikit-sedikit,” kenang Oty.

Untuk proyek merajut yang sederhana hanya membutuhkan benang dan alat jarum, ini merupakan senjata yang paling utama dalam membuat rajutan.

“Benang satu gulung dengan alat jarumnya sudah bisa menjadi sesuatu, tapi kalau kita akan membuat baju, gulungannya akan lebih banyak lagi yang dibutuhkan dan juga seperti karpet, kita harus perhitungkan dulu kebutuhannya,” kata Oty.

Selain belajar merajut dari sang Oma, Oty juga belajar secara literatur, buku yang dipelajarinya justru buku cara merajut ala Jepang dan Amerika.
Menurutnya, belajar dari buku-buku tersebut trennya lebih jauh ke depan, “Ada beberapa majalah yang pernah saya ikutin, jadi trennya kaya fesyen aja, gayanya bukan lagi klasik, bahan-bahan yang dibutuhkan juga sudah advanced, jadi sudah mendekati fesyen,” terang Oty.

“Rajutan Jepang itu lebih klasik, untuk yang lebih modern stylenya ikutin tren itu Amerika, namun di Indonesia sendiri sudah mulai mereka punya tren, kita bisa bikin bermacam-macam tas yang punya nilai lebih,” kata Oty.

Oty sangat mengapresiasi bagi kebanyakan orang khususnya kaum hawa yang mau meluangkan waktunya untuk berkreasi, terutama yang ingin belajar merajut, menurutnya merajut adalah suatu kegiatan yang meski hanya mengisi waku saja, namun juga menghasilkan untuk mendukung perekonomiannya.

“Saya senang banget kalau makin banyak yang belajar merajut, jadi apa yang sudah saya impikan, yaitu ketika saya merajut saya punya temen, duduk bareng, sambil merajut itu sesuatu yang membahagiakan, karena kita bersama-sama melakukan yang positif,” pungkasnya.

Oty berharap, semakin banyak orang yang suka dengan kerajinan tangan merajut, baik dari masyarakat maupun para pembuat rajutan, semakin semangat para pengrajin rajutan untuk lebh baik lagi membuat kreasi merajut yang nantinya akan diminati oleh khalayak.