Di tengah gempuran budaya modern, kebaya sebagai busana khas Indonesia berhadapan dengan tantangan untuk tetap eksis di hati generasi muda.

Acara “1000 Gen Z Berkebaya” yang digelar di BINUS University Semarang pada Hari Kebaya Nasional ini menjadi angin segar dalam upaya pelestarian budaya bangsa.

Mengusung tema “Cultural Fusion: Kebaya dalam Kreativitas Gen Z”, acara ini tak hanya memanjakan mata dengan parade kebaya, tetapi juga menghadirkan talkshow, peluncuran buku, dan kompetisi yang sarat makna.

Lebih dari sekadar busana, kebaya adalah warisan budaya yang sarat nilai dan sejarah. Di balik keindahannya, terkandung filosofi dan tradisi yang telah diwariskan turun-temurun. Namun, di era digital ini, tak jarang kebaya dianggap ketinggalan zaman dan tergantikan oleh tren fashion modern.

Melihat fenomena tersebut, BINUS University Semarang berkolaborasi dengan Komunitas Diajeng Semarang untuk menyelenggarakan “1000 Gen Z Berkebaya”. Acara ini bukan hanya perayaan, tetapi juga sebuah gerakan untuk melestarikan kebaya dan membangkitkan kecintaan generasi muda terhadap budaya bangsa.

“Hari ini, kami bersama-sama menunjukkan kebaya sebagai identitas budaya yang perlu dilestarikan. Kami ingin mengedukasi Gen Z untuk mencintai budaya, khususnya batik dan kebaya,” ujar Maya, founder Komunitas Diajeng Semarang.

Lebih dari 1000 peserta, termasuk pelajar, mahasiswa, dosen, dan masyarakat sekitar, memadati lapangan BINUS University Semarang. Mereka berbalut kebaya dengan penuh semangat, menunjukkan bahwa kebaya bukan hanya milik generasi tua, tetapi juga generasi muda.

Acara ini diawali dengan parade kebaya yang memukau. Para peserta memamerkan kebaya kutubaru dan jarik motif sogan, paduan antara keanggunan tradisional dan sentuhan modern. Keindahan dan keragaman kebaya yang dipamerkan menjadi bukti bahwa kebaya bisa tetap stylish dan relevan bagi generasi muda.

Tak hanya indah, parade kebaya ini juga memecahkan Rekor Muri. BINUS University Semarang dinobatkan sebagai pemrakarsa dan penyelenggara mengenakan kebaya kutubaru dan jarik motif sogan oleh perempuan terbanyak. Sebuah pencapaian luar biasa yang menunjukkan komitmen kuat dalam pelestarian budaya.

“Acara ini bukan hanya sekadar perayaan, tetapi juga gerakan untuk menginspirasi generasi muda agar lebih menghargai dan melestarikan warisan budaya Indonesia,” ujar Dr. Nelly, S.Kom., M.M., CSCA selaku Rektor BINUS University.

Lebih dari parade kebaya, acara ini juga diisi dengan talkshow, peluncuran buku, dan kompetisi. Talkshow menghadirkan narasumber inspiratif yang membahas tentang sejarah, makna, dan peran kebaya dalam kehidupan modern. Peluncuran buku “Kebaya: Warisan Budaya yang Memukau” menjadi sumbangsih nyata dalam menyebarkan pengetahuan dan kecintaan terhadap kebaya.

Kompetisi desain kebaya dan foto ber kebaya pun menjadi wadah bagi para Gen Z untuk menunjukkan kreativitas mereka dalam mengekspresikan kecintaan terhadap kebaya. Karya-karya terbaik mereka dipamerkan, menunjukkan bahwa kebaya bisa menjadi bagian dari gaya hidup modern yang kekinian.

“Kami berharap melalui acara ini, generasi muda dapat mengenal dan mencintai kebaya sebagai warisan budaya Indonesia yang kaya, sambil mengintegrasikan semangat kolaborasi dan teknologi industri 4.0,” ujar Dr. Fredy Purnomo, S.Kom., M.Kom. selaku BINUS University Semarang Campus Director.

“Cultural Fusion: Kebaya dalam Kreativitas Gen Z” menjadi bukti bahwa pelestarian budaya bukan hanya tanggung jawab generasi tua, tetapi juga generasi muda. Dengan memadukan nilai-nilai tradisional dan kreativitas kontemporer, generasi muda menunjukkan bahwa kebaya bisa tetap eksis dan menjadi kebanggaan bangsa di era modern.

Sumber foto: istimewa

Baca Juga: