Minuman bersoda telah menjadi bagian tak terpisahkan dari gaya hidup modern. Hampir separuh masyarakat di Amerika Serikat mengonsumsinya setiap hari, dan fenomena ini juga makin marak di berbagai belahan dunia. Dari mesin penjual otomatis hingga meja makan keluarga, soda hadir di mana-mana. Namun, di balik sensasi manis dan gelembung karbonasinya, tersimpan risiko serius bagi kesehatan tubuh dan pikiran.

Apa Saja Kandungan Soda?

Secara umum, soda terdiri dari air berkarbonasi, pemanis seperti gula atau sirup jagung fruktosa tinggi, asam fosfat untuk memperpanjang masa simpan, dan kafein pada varian tertentu. Meskipun kombinasi ini menciptakan rasa yang memikat, kandungan gula dalam satu kaleng soda bisa mencapai 37 gram—jauh melebihi batas harian yang direkomendasikan oleh American Heart Association.

Tingginya kadar gula tersebut berkontribusi terhadap kenaikan berat badan, resistensi insulin, dan peningkatan risiko diabetes tipe 2. Sementara itu, sirup jagung fruktosa tinggi juga dikaitkan dengan kerusakan hati dan obesitas. Asam fosfat dalam soda dapat menghambat penyerapan kalsium yang penting bagi tulang, sehingga meningkatkan risiko osteoporosis. Bagi penggemar soda berkafein, efek stimulan ini memang memberi dorongan energi cepat, namun bisa mengganggu tidur, mempercepat detak jantung, dan meningkatkan kecemasan jika dikonsumsi berlebihan.

Dampak Langsung dan Jangka Panjang pada Tubuh

Ketika seseorang minum soda, lonjakan gula dan kafein memberikan efek cepat berupa peningkatan energi. Namun, efek ini hanya berlangsung sementara. Setelah itu, tubuh akan mengalami “crash” atau penurunan energi drastis yang bisa menyebabkan kelelahan dan mudah marah.

Dari sisi pencernaan, kandungan gula dan karbonasi dapat menyebabkan perut kembung, gas, hingga gangguan pencernaan. Konsumsi rutin dalam jangka panjang bahkan bisa memicu gangguan sistem pencernaan kronis.

“Peminum soda rutin berisiko lebih tinggi terkena penyakit jantung, stroke, hingga gangguan ginjal,” jelas Dr. Neil Paulvin, pakar pengobatan regeneratif. Ia menambahkan bahwa lonjakan gula darah dari soda juga bisa memicu peradangan otak, meningkatkan risiko depresi, penurunan kognitif, bahkan demensia.

Dampak Psikologis dan Kesehatan Mental

Efek gula tinggi tidak hanya menyerang tubuh, tapi juga berdampak langsung pada kesehatan mental. Fluktuasi gula darah yang cepat dapat memicu iritabilitas, kesulitan fokus, dan kelelahan mental. Jika terus berlanjut, kondisi ini bisa menyebabkan inflamasi pada otak dan memperburuk gangguan suasana hati seperti depresi dan kecemasan.

Kafein yang sering dianggap membantu meningkatkan fokus, justru bisa memperparah masalah tidur dan stres jika dikonsumsi berlebihan. Kombinasi antara gula dan kafein menciptakan ketergantungan yang sulit diputus dan memperburuk siklus gangguan mood jangka panjang.

Bagaimana Cara Beralih ke Gaya Hidup Lebih Sehat?

Mengurangi konsumsi soda memang menantang, tetapi bukan tidak mungkin. Langkah awal adalah mengenali apa yang membuat Anda menyukai soda. Jika Anda mencarinya karena kandungan kafein, cobalah beralih ke teh hijau, kopi tanpa gula, atau matcha. Jika tertarik pada sensasi soda yang berkarbonasi dan manis, air soda dengan irisan buah atau kombucha bisa menjadi pilihan menarik.

Menurut ahli gizi Sonya Angelone, kunci sukses dalam berhenti minum soda adalah pengurangan secara bertahap untuk menghindari gejala putus zat seperti sakit kepala atau kelelahan. Mengganti soda dengan air putih, teh herbal, atau infused water juga bisa menjaga tubuh tetap terhidrasi. Untuk mencegah penurunan energi, konsumsi camilan sehat seperti yogurt dengan buah beri atau roti gandum dengan selai kacang bisa membantu.

Sumber Foto: Tima Miroshnichenko / Pexels.com

Baca Juga: