KabariNews – Gedung bioskop itu tetap berdiri kokoh. Tak banyak yang berubah saat awal berdirinya di Juli 1989 silam. Masih tetap berada di pinggir pertigaan jalan Raden Inten Jakarta Timur. Parkiran mobil luas membentang. Etalase poster film dalam kaca menyambut saat kaki melangkah masuk ke gedung bioskop. Tempat duduk melingkar penonton tunggu terasa sangat jadul. Pun dengan poster-poster kecil film di samping atas tempat pembelian tiket karcis yang nampak klasik seperti tidak pernah diganti. Sejauh mata memandang siang itu, hanya ada segelintir penonton saja yang duduk seraya menunggu masuk layar teater.

Buaran Teater atau yang akrab disebut Butet ini memang tidak seperti bioskop lainnya di Jakarta. Bagi penikmat film yang terbiasa menonton di bioskop sekelas XXI di mal-mal Ibukota, Buaran tak lebih cerita lama yang sudah usang. Harga karcisnya hanya Rp15.000 untuk sekali tonton. Baleho film yang sedang diputar diatas atau disamping luar gedung bioskop tiada tampak. Tak ada wanita cantik penyobek karcis yang menunggu di depan ruang teater. Belum lagi dengan film yang diputarnya, bukanlah film up date alias film lama yang mungkin sudah pernah diputar di televisi.

Namun Buaran Teater berhasil melawan waktu di saat bioskop tua di Jakarta lainnya tenggelam. Roda pembangunan menjamah dan menggilas tanpa bekas. Yang tersisa hanya cerita muda mereka yang pernah duduk manis menatap layarnya. Kabar pernah beredar, Buaran Teater akan dijual ke pihak swasta untuk menutupi biaya operasionalnya yang membengkak. Tetapi hal ini ditampik oleh Widianto, Manager Buaran Teater, yang mengatakan Buaran tak pernah ingin dijual. “Keputusan mau dijual atau tidak, itu ada di tangan pemilik Buaran ini. Toh, sampai sekarang Buaran tetap saja buka” tuturnya.

Baca artikel selengkapnya di Kabari Digital