Zero waste fashion adalah salah satu dari banyak cara yang dapat dilakukan pelaku industri fashion untuk membangun proses produksi yang lebih berkelanjutan.

Tak sedikit pelaku Industri fashion semakin condong ke arah penerapan praktik berkelanjutan karena adanya konsumen yang menjadi sadar akan dampak negatif fast fashion terhadap lingkungan.

Nah, salah satu fashion designer yang peduli dengan zero waste fashion di Indonesia adalah Yana Ari, pemilik YNA Brides yang berbasis di Malang, Jawa Timur.

Yana mengatakan ketertarikan dengan zero waste fashion semenjak enam tahun terakhir ini, saat dirinya  berpartipasi di UMKM Jawa Timur dan bergabung dalam Komunitas Usaha Kreatif Jawa Timur (KUKJ).

KUKJ adalah komunitas binaan Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Provinsi Jawa Timur.  Di komunitas ini banyak UMKM yang membuat produk berciri khas olah perca, zero waste,dan lainnya.  Dari situ timbul keinginannya untuk membuat produk yang unik di bidang fashion.

“Zero waste fashion ini meminimalkan limbah fashion kalau bisa nol persen. Dari sana saya mulai tertarik membuat baju dengan teknik yang zero waste. Saya mulai belajar kalau dari tekniknya sudah menguasai sejak lama jadi tinggal mengolahnya saja, seperti apa saja sih modelnya dari zero waste fashion ini,” tutur Yana kepada KABARI.

Berbeda dengan  YNA Brides yang fokus kepada gaun pengantin. Untuk busana yang ramah lingkungan, Yana membuat label baru bernama Mollaperc. Label ini dibuatnya dengan harapan dapat membantu, memberdayakan masyakarat sekitar sembari mengurangi limbah tekstil.

Ia mengolah limbah tektil berupa perca semaksimal mungkin supaya bisa bernilai jual dan bermanfaat. Perca bisa diolah dari dulu berupa pembuatan produk dengan teknik patchwork hanya penerapannya di Indonesia masih terbatas untuk produk fashion.

Untuk perca lebih banyak diterapkan di produk craft seperti bed cover, sarung bantal dan lainnya. Yana mencoba mengalihkan untuk digunakan di produk fashion. Kain perca diaplikasikan pada detail baju. Nilai lebihnya dari detail dapat mengurangi limbah sablon kemudian mengurangi pewarna tekstil yang tidak ramah lingkungan.

“Saya concern ke poin-poin ini, apabila dimaksimalkan akan banyak membawa manfaat,” imbuhnya.

Tshirt yang Yana produksi tidak menggunakan sablon melainkan kain perca, sulam pun tidak menggunakan patokan khusus menggunakan benang apa. Benang yang terbuang Yana gunakan kembali.

“Costnya sendiri masih terjangkau, saya jual busana dari kisaran harga Rp.40.000 – 100.000 ke atas. Kita mengambil segmen menengah ke bawah,” kata Yana.

Namun nantinya produk ini akan dibagi menjadi dua kategori yaitu yang bernilai ekonomis dan premium. Untuk yang premium, Yana menyasar ke konsumen menengah ke atas. Perbedaan keduanya terletak dari cara pengerjaannya.  “Yang premium sedang proses, kita fokus ke yang ekonomis dulu,” tuturnya.

Dalam memproduksi produk zero waste fashion, Yana mengakui cenderung murah dan efisien dalam pengunaan bahan yang lebih minim untuk membeli bahan karena memaksimalkam bahan yang ada, misalnya kain satu meter harus habis 1 meter juga jadi tidak menyisakan perca.

Yana berujar zero waste fashion akhir-akhir ini mulai berkembang di kalangan UMKM. Produk zero waste dari UMKM ditampilkan untuk busana ready to wear, jadi setiap orang bisa pakai dengan teknik yang simple dan ramah lingkungan.

“Jadi UMKM harus tetap diberikan wadah untuk terus tumbuh karena UMKM memiliki potensi bagi perkembangan perekonomian bangsa,” pungkaasnya.

Simak video pilihan Kabari dibawah ini