Fashion adalah panggilan jiwa Yurita Puji. Namun unik pendidikan formalnya berseberangan dengan fashion.  S1-nya Ilmu Komputer, S2-nya  Manajemen Gas dan S3-nya adalah Ilmu Kesejahteraan Sosial.

Bagaimana bisa? Yurita bertutur memang cita – citanya ingin menjadi fashion designer, namun terkadang ada tuntutan untuk bekerja di bidang lainnya alih-alih dunia fashion itu tidak banyak menghasilkan.

Yurita Puji mengatakan dari dulu suka dengan dunia fashion saat tinggal di Bandung.  Suatu ketika Yurita melihat sebuah toko yang ada di Bandung. Dalam dirinya terbesit ingin buat produk fashion yang bisa mejeng di toko tersebut.

Singkat cerita Yurita pun kuliah. Namun kuliahnya waktu itu bukanlah soal fashion designer tetapi ilmu  komputer. Tetapi di saat bersamaan, karena fashion adalah panggilan jiwanya, Yurita menimba ilmu fashion sama desainer-desainer di Bandung.

“Jadi saya tidak belajar formal fashion, waktu saya ambil S2 di Jakarta itu sama, saya ambil S2 sambil belajar lagi dunia fashion untuk mendalami,” tutur Yurita.

Diawal Yurita terjun sebagai fashion designer, dia fokus ke couture. Seiring berjalan waktu terlebih ketika dia menempuh S2 di bidang Manajemen Gas Universitas Indonesia. Disana Yurita berhubungan dengan banyak perusahaan minyak. Teman-temannya banyak di  perusahaan minyak yang concern terhadap potensi – potensi daerah.

Yurita pun punya ide bagaimana kalau mengeskpos potensi daerah yang notabene juga ada kain -kain di daerah. Dia lalu memberanikan diri mengskplorer menggunakan produk – produk kain nusantara.

“Pertama kali  terjun saya pegang kain tenun NTT itu dan memang support banget dari LeVico dari situ orang sudah mulai melihat bahwa produk kain itu packagingnya jauh banget dan saya mencoba untuk menambah produk – produk lainnya dari daerah lain, dan salah satunya adalah daerah Gorontalo,”tuturnya.

Didukung oleh  Perindag dan Bank Indonesia, Yurita melakukan pelatihan untuk mengembangkan membuat produk – produk Karawo yang lebih kekinian, produk – produk yang lebih kekinian yang diterima oleh anak muda dan sempat ditayangkan di New York Fashion Week waktu itu.

Yurita mengaplikasikan kain nusantara dalam busana couture. Dia melakukan itu karena merasa kalau kain daerah  cukup mahal jika didesainnya secara couture. Sehingga dia memanfaatkan kain nusantara tetapi dengan harga produksi yang tidak terlalu tinggi sehingga masyarakat mampu membeli.

“Jadi kita kombinasikan kain -kain ini ke produk fashion yang ready to wear  bisa dibuat sehari – hari sehingga pasarnya lebih besar dan costnya juga lebih rendah sehingga masyarakat mampu membeli produk itu,” imbuhnya.

Selain busana yang sederhana namun berkelas, Yurita mengutamakan maintenance yang murah. Dia membuat produk yang berkualitas tetapi juga tidak memberatkan pembel dengan menekankan kalau mau membeli produknya tidak keberatan juga untuk merawat produk tersebut.

Di dunia fashion, Yurita sudah melalui banyak panggung baik di Indonesia maupun di luar negeri di antaranya Jakarta Fashion Week, Indonesia Fashion Week dan event kecil lainnya.

Untuk panggung internasional, ia sudah merasakan megahnya panggung New York Fashion Week yang berkolaborasi dengan Gallery of Indonesia dan Bank Indonesia Gorontalo, Panggung Milan Fashion Week kolaborasi dengan Yayasan Maramowe dan Freeport, panggung Paris Fashion Week berkolaborasi dengan LeVico, dan panggung Milan Fashion Week bekolaborasi dengan Biomas Energy.

Berkarir di dunia fashion dan bergelar S2 tidak membuat Yurita berhenti belajar.  Saat ini Yurita sedang menempuh pendidikan S3 dengan jurusan Kesejahteraan Sosial di Universitas Indonesia.

“Semoga cepet beres S3 saya biar bisa konsen ke dalam market lagi kemarin dan  lebih fokus supaya bisa meningkatkan lagi perekonomian ke posisi sebelum kena dampak Pandemi,” pungkas dosen di Universitas swasta di Jakarta untuk mata kuliah Manajemen Strategi, Manajemen Pemasaran, Kewirausahaan dan Statistic Social ini.

Artikel ini dapat dibaca juga di Majalah Digital Kabari Edisi 192

Simak wawancara KABARI dengan Yurita Puji dibawah ini.