Modal terkadang menjadi momok bagi siapapun yang ingin buka usaha. Tak sedikit yang urung niat buka usaha karena modal yang dimilikinya minim. Belum lagi banyak yang mengira butuh modal besar untuk membuka usaha.

Namun bagi Netty buka usaha itu tak melulu soal modal besar. Contohnya saat dirinya mendirikan usaha dengan nama brand, Ketjilkoe. Netty mengatakan hanya membutuhkan modal awal sekitar Rp. 200-400 ribu untuk mendirikan bisnisnya. Modal yang “sedikit” itu digunakannya untuk membeli bahan kain, dan bahan lainnya.

“Ya, beberapa tahun yang lalu saya mendirikan Ketjilkoe. Awalnya itu hanya hobi saja karena kesukaan saya pada kerajinan tangan,” kata Netty kepada KABARI.

Netty mengatakan inspirasi khusus yang membuat dirinya membangun usaha ini tidak ada. Tetapi Netty sangat salut kepada ibu-ibu yang berani berhenti bekerja dan menggeluti usaha sambil mengurus keluarga. Dan tentunya bisa bermanfaat bagi orang lain juga.

“Mereka mengajarkan kaum perempuan terutama yang sudah berkeluarga untuk dapat memiliki keahlian yang dapat menghasilkan uang.”

Produk Ketjilkoe sederhana yaitu berupa kalung-kalung atau aksesoris lainnya yang berbahan dasar kain atau batik. Teknik pembuatannya beragam mulai dari “kanzashi” yaitu teknik lipat kain dari Jepang dan lainnya. Harganya cukup murah mulai dari Rp. 35.000 sampai ratusan ribu.

Untuk proses pembuatannya dan pemasaran masih dikerjakan oleh Netty sendiri. Dalam sehari bisa produksi sekitar dua kalung/hari. Ketjilkoe juga menerima pesanan kalung “custom” yang sesuai dengan keinginan customer. Bahan baku paling utama yaitu batik didapatkan dari Jakarta dan Pekalongan.

Lantas bagaimana dengan distribusinya? Netty mengatakan masih seputaran Jakarta dan beberapa pulau di Indonesia. Namun pernah juga ada yang pesan dari luar negeri tepatnya dari California, Amerika Serikat. Sungguh tidak menyangka, Ketjilkoe bisa melalang buana ke negeri paman Sam.

Nah, penjualan produk dari Ketjilkoe memadukan antara online dan offline. Secara online, Netty banyak menggunakan media sosial semisal instagram. Selain online, Ketjilkoe juga menjual produknya lewat offline melalui pameran-pameran seperti Inacraft. Netty mengatakan respons masyarakat sejauh ini positif dan mendapatkan banyak masukan dari konsumen.

Masukan dari konsumen itu penting, baginya. Dan demi menjaga kualitas, Netty menggunakan bahan-bahan yang bermutu. Namun mencari bahan baku yang berkualitas susah gampang. Dan inilah yang menjadi kendala dalam bisnis Ketjilkoe. “Bahan baku terkadang terlalu mahal. Kalau mahal maka harga jual juga semakin mahal,” katanya.

Tetapi semua itu bisa ditangani Netty dengan baik. “Usaha saya banyak yang harus diperbaiki dan masih jauh dari kata sukses. Tapi menurut saya dalam berbisnis adalah terus mencoba, belajar terus dan tidak pernah menyerah.” katanya.

Pandemi Datang

Pandemi corona yang masih berlangsung di Indonesia memberikan dampak bagi usahanya. Netty mengatakan di awal pandemi sempat beberapa bulan tidak ada pemasukan karena reseller dan customer sudah tidak berbelanja lagi.

Netty pun putar otak. Ketjilkoe pun beralih berjualan masker kain dan bersyukur dari pandemi dirinya bisa belajar skill baru, belajar menjahit dengan mesin jahit.

“Sekarang customer sudah mulai ada tetapi sedikit perubahan di perilaku konsumen. kalau dulu pembelian kalung/aksesoris untuk pemakaian pribadi atau dijual kembali. Kalau sekarang lebih untuk gift/hadiah/souvenir,” tutur seraya menambahkan harapan Ketjilkoe dapat berkembang dengan baik secara skill maupun produk dan menjaring customer baru.

Baca Juga: