Di sebuah sudut di Cilaku, Cianjur, berdiri sebuah klinik yang tidak hanya menyembuhkan penyakit fisik, tetapi juga menjadi simbol harapan, solidaritas, dan cinta Tanah Air.
Klinik itu bernama Klinik Harapan Sehat, didirikan oleh seorang dokter yang punya mimpi besar dan keberanian luar biasa: dr. Yusuf Nugraha.
Sejak berdiri tahun 2008, klinik ini menawarkan layanan yang tak biasa yaitu masyarakat bisa membayar berobat sesuai kemampuan hanya dengan mengucapkan ikrar Pancasila atau membawa botol plastik bekas.
Langkah berani ini bukan muncul tiba-tiba. Yusuf memiliki alasan kuat yang mengakar dari masa kecilnya. Ia lahir dari keluarga sederhana, dibesarkan oleh seorang ibu guru yang membesarkan lima anak sendirian setelah perceraian.
Ibunya, meski hidup dalam keterbatasan, selalu menanamkan nilai-nilai kemandirian dan integritas. “Ibu selalu bilang tangan tidak boleh di bawah, kita harus tetap berusaha dan tidak kehilangan semangat memberi aura positif,” kenang Yusuf kepada KABARI.
Masa kecilnya dihantui oleh satu ketakutan besar: sakit. Karena sejak kecil ia tahu betul bahwa dalam anggaran rumah tangganya, tidak ada alokasi untuk biaya kesehatan.
Diskusi tentang keuangan keluarga terbuka di dalam rumah, dan Yusuf tahu, jika sakit, tak ada cukup uang untuk berobat. “Dari situ saya bernazar, kalau besar nanti saya ingin jadi dokter dan membantu orang-orang yang tidak mampu agar tidak takut lagi jika sakit,” katanya.
Perjalanan menjadi dokter bukan tanpa perjuangan. Ketika diterima di fakultas kedokteran, Yusuf tidak punya tabungan. Satu-satunya jalan: menggadaikan rumah keluarga.
“Kami semua sepakat, walau dengan rasa takut rumah akan disita. Tapi ini adalah satu-satunya jalan,” ujarnya. Selama kuliah, ia berjualan untuk menutupi kebutuhan hidup. Dengan kerja keras dan keyakinan, ia berhasil lulus tepat waktu.
Setelah lulus, mimpi masa kecilnya tak ia lupakan. Ia ingin membuktikan bahwa berobat murah bahkan gratis bukan mustahil. “Banyak yang bilang ini mimpi gila, apalagi mendirikan klinik itu butuh biaya besar. Tapi saya selalu percaya, kalau kita mudahkan urusan orang lain, maka Allah akan mudahkan urusan kita,” kata Yusuf penuh keyakinan.
Tahun 2008, Klinik Harapan Sehat resmi berdiri. Dimulai dari nol, kini klinik itu berkembang menjadi bangunan dua lantai seluas 2.000 meter persegi. Di klinik ini, pasien bisa berobat dengan model ijab kabul kemampuan, yakni membayar semampunya. Bahkan, bagi yang tak mampu, cukup membayar dengan ikrar Pancasila atau 10 botol plastik bekas.
Kreativitas Yusuf tak berhenti di situ. Ia menciptakan sistem pertukaran botol plastik untuk pengobatan, sebagai bentuk kepedulian terhadap krisis lingkungan akibat plastik yang sulit terurai.
“Botol plastik itu bisa ratusan tahun baru terurai. Saya ingin masyarakat sadar bahwa kesehatan dan lingkungan itu saling terkait,” jelasnya.
Botol-botol yang terkumpul ia serahkan ke pengepul untuk didaur ulang. Residu dari daur ulang itu diubah menjadi batako, yang kemudian digunakan untuk program bedah rumah sebagai bagian dari tanggung jawab sosial (CSR) kliniknya.
Rumah-rumah hasil program itu disebut Rumah Merah Putih, sebagai pengingat bahwa nasionalisme harus tetap tumbuh di setiap sudut negeri.
“Saya percaya, semua masalah bangsa ini bisa selesai jika kita kembali ke Pancasila. Program ikrar Pancasila bukan hanya simbol, tapi cara menanamkan kembali semangat kebangsaan,” ujar Yusuf.
Melalui klinik, botol plastik, dan semangat merah putih, Yusuf membuktikan bahwa mimpi besar bisa diwujudkan dari keterbatasan. Klinik Harapan Sehat bukan hanya fasilitas medis, tetapi juga gerakan sosial dan lingkungan yang mengedukasi masyarakat untuk hidup lebih sehat, peduli sesama, dan mencintai negeri.
Yusuf berharap semangat ini bisa menular. “Saya ingin program ini bisa membantu meringankan beban masyarakat, mengedukasi soal lingkungan, dan menumbuhkan kembali nasionalisme,” tutupnya.
Artikel ini juga dapat dibaca di Majalah Digital Kabari Edisi 213