Ananda Sukarlan seorang pianis dan komponis asal Indonesia yang menetap di Jakarta dan Spanyol, namanya lebih dikenal di kalangan musik klasik.

Sebagai komponis musik sastra dan juga pendiri Yayasan Musik Sastra Indonesia, musik klasik memiliki makna yang dalam bagi seorang pianis seperti Pria berkaca mata ini.

“Musik klasik itu adalah musik yang tertulis, bedanya dengan musik jazz, musik pop dan segala macam dimana ini ada partiturnya (tulisan musik) dan kami para komponis menulis di partitur, kemudian partiturnya itu dikasih ke semua orang, semua orang bisa mendapatkan partitur itu lalu memainkan musiknya,” ungkap Ananda saat wawancara bersama Kabari, di Dermalounge, Jalan Daksa 3 no. 14, Jakarta Selatan.

Lebih lanjut, ia menambahkan, “Musik sastra yang biasanya kita sebut klasikal musik itu bisa tahan sampai ratusan tahun karena kita masih bisa lihat partiturnya dan masih bisa kita mainkan sampai sekarang dan itu seperti karya satra, dimana kita punya kertasnya,” imbuhnya.

Menurutnya, dalam sebuah karya seni musik, istilah musik sastra itu seperti musik klasik yang sudah kuno, namun musik klasik masih terus diciptakan hingga sampai sekarang.

Sebagai komponis, menulis musik klasik bukanlah hal yang mudah meski sudah menekuni hingga belasan tahun. Ananda pun sering menemui tantangan, khususnya pada masalah teknis, misalnya pada saat memainkan intstrumen musik itu sendiri yang dinilai secara permainan teknis harus diperbaiki untuk harmoninya.

Selain itu, Ananda juga dikenal sebagai pendidik, penulis dan aktivis kebudayaan, ia juga membuat musik untuk anak-anak difabel di Spanyol, bekerjasama dengan Fundacion Music Abierta, dan di tanah air melalui yayasan yang didirikannya, Yayasan Musik Sastra Indonesia (YMSI)

“Saya di Spanyol itu bekerja sama dengan yayasan namanya open musik foundation, musik terbuka. Intinya adalah anak-anak dengan berkebutuhan khusus, secara fisik misal hanya punya satu tangan saja, atau jari sepuluhnya tidak berfungsi dengan semestinya namun masih bisa main instrumen,“ kata Ananda.

Membuat karya musik untuk kaum difabel, lanjut Ananda, “Jadi misalnya saya bikin karya untuk tangan kiri saja atau untuk empat jari misalnya, yang paling penting adalah musik ini kalau kita dengerin tetep harus bagus, harus normal bunyinya meski ini dimainkan bukan dengan tangan lengkap sepuluh jari atau hanya dengan satu tangan,”imbuhnya.

Menurutnya, orang yang berkebutuhan khusus tak ada alasan untuk tidak bisa bermain musik karena sudah memiliki talenta untuk menjadi seorang musisi.

“Tuhan memberi kita bakat akan tetapi tidak semua diberi fasilitas dengan jari yang berfungsi penuh. Nah, ini tugas kami para komponis untuk bisa memberikan bahan untuk musikus-musikus itu, misalnya kita lumpuh atau dengan satu tangan, kita harus tetap bisa bermain “ terang Ananda.

Tak diragukan lagi kiprah Ananda dalam bermain musik klasik memberikan metode dengan satu tangan, ia bekerjasama dengan anak yang berkebutuhan khusus yang memang sudah piawai bermain musik.

“Salah satu contoh misalnya kita bermain piano , tangan kanan untuk melodi tangan kiri untuk iringan bagaimana caranya supanya melodi dan iringan dimainkan dengan satu tangan. Seperti satu tangan yang dibelah menjadi dua, dua jari memainkan melodi yang tiga jari memainkan iringan, “ katanya.

Ananda mendirikan Yayasan Musik Sastra Indonesia untuk anak- anak yang kurang mampu mendapatkan pendidikan musik.

“Saya terinpirasi sebenernya karena saya sendri, dulu orang tua saya ga mampu, dan saya kuliah musik berdasarkan beasiswa dari pemerintah Belanda, jadi saya mikir, lagi-lagi kalau orang berbakat harusnya punya akses ke pendidikan musik karena pendidikan musik itu bukan berarti jadi musikus tapi pendidikan musik itu penting untuk mengaktifkan otak, bagian-bagian otak yang biasanya ga aktif kalau kita ga main musik atau ga bekerja dalam seni dan itu sangat penting,“kenang Ananda.

“Kalau kita akan menekuni satu hal yang baru, pertama kita harus punya imajinasi dulu. Einstein itu bilang imajinasi itu lebih penting daripada ilmu pengetahuan. Jadi imajinasi itu dipicu oleh pendidikan seni, baik seni musik, visual maupun seni tari,“imbuhnya.

Yayasan musik yang ia dirikan memberikan banyak ilmu pengetahuan mengenai musik klasik bagi anak-anak yang kurang mampu secara gratis dengan kegiatan memberikan pelatihan dan juga meminjamkan instrumen untuk dibawa pulang agar lebih leluasa anak-anak berlatih.

Dikenal dengan kiprah musik klasik ini, Ananda membagikan kiprahnya untuk anak-anak Indoneisa dengan mengajarkan banyak hal tentang sejarah dan kebudayaan nusantara serta melestarikannya hinga dikenal dunia.

“Kebudayaan itu penting banget, kita ga boleh ga ngerti akan lagu-lagu daerah kita dan sayangnya di zaman sekarang masih minim anak muda mengenal pengetahuan kebudayaan baik dari segi musik, tari, dan pemerintah harus lebih serius dalam menangani hal itu, “ungkap Ananda yang juga sebagai pegiat Budaya.

 “Jadi anak Indonesia itu sesuatu yang keren, mungkin ga tau bagian kekerenannya, haruslah dihargain musik kita jangan sampai kita lupa dengan kebudayaan kita sendiri, dan tetaplah berkesenian tapi tetap punya identistas sebagai orang Indonesia yang berkebudayaan tinggi dan memiliki nilai artistik yang tinggi, “ pungkasnya.