Pada Rabu, 4 Juni 2025 telah berlangsung Soemitro Economic Forum di The Tribrata Hotel, Jakarta Selatan. Para ekonom hadir untuk berbicara tentang pemikiran Sang Begawan Ekonomi, yakni Prof. Dr. Soemitro Djojohadikusumo. Dua sesi diskusi dihadirkan, mulai dari tema terkait Ekonomi Global dan Kebijakan Kerakyatan hingga Membiayai Pembangunan Lewat Keunggulan.
Rocky Gerung selaku panelis dan pengamat politik mengatakan salah satu bukunya yang dibacanya berjudul Economics Doesn’t Lie, Ilmu ekonomi tidak berbohong. ”Yang berbohong adalah ekonom. Karena dia mesti ucapkan apa yang dia maksud dengan efisiensi. Dia mesti ucapkan apa yang dia maksud dengan rational expectation. Nah semua itu menuntut pertanggung jawaban, ”kata Rocky blak-blakan sore itu.
Dalam kaitan dengan pemikiran Soemitro, Rocky menyatakan bahwa Soemitro mengerti sejarah ekonomi. ”Pak Mitro pasti di awal abad 20 bergaul dengan para ekonom Prancis yang padat filosofinya. Pak Mitro bukan homo economicus in optima format. Tetapi mari kita mengembalikan pikiran Pak Mitro di dalam ranah etik,” jelasnya.
Bagi Rocky, Soemitro adalah seorang ekonom yang terlibat dalam masa depan negerinya. Karena mazhab ekonomi yang diusungnya adalah ekonomi kerakyatan. ”Bagi Pak Mitro ekonomi itu kehidupan bersama, bukan kepentingan individu. Individualisme bagi Pak kmitro adalah kebebasan individu, bukan kepentingan individu,” terangnya.
Jika dikaitkan dengan kebijakan Presiden Prabowo, Rocky melihat bahwa orang nomor satu di republik ini menginginkan ada kesetaraan manusia di depan kapital.
Sementara itu, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, Wakil Ketua Komisi VII DPR menjelaskan pemikirannya tentang Soemitro. ”Satu legacy yang saya dapat dari Prof. Soemitro adalah etos. Bukan hanya etos kerja, tetapi etos dalam kaitan bagaimana ekonomi berdampak kepada kesejahteraan rakyat.Kalau kita bicara ekonomi kerakyatan, itu ada etosnya. Ekonomi yang berpihak, bukan sekedar hanya teori. Walaupun saya tidak paham teori-teori ekonomi, tapi yang saya belajar dari beliau (Prof. Soemitro), bahwa ekonomi yang baik adalah ekonomi yang berpihak pada kepentingan rakyat,” jelas wanita yang akrab disapa Sara ini.
Selain sebagai Begawan Ekonomi, Soemitro adalah kakek Sara. ”Opa saya, waktu belajar di luar negeri, dia sering cerita dulu itu pernah bekerja sebagai doorman hingga waiters. Makanya dia selalu bilang kepada ayah saya dan kakak-kakaknya, kalau tip, tip yang benar. Karena itu ajaran, a very simple lesson dari pengalaman seorang Profesor Soemitro yang pernah bekerja di service industry,” tukasnya.
Karena kaya akan pengalaman tersebut membuat Soemitro sebagai ekonom tidak hanya bicara tentang inflasi, harga naik dan nilai tukar Rupiah, tapi Soemitro lebih fokus bicara dampak sebuah kebijakan yang berpihak pada Wong Cilik.
Soemitra yang pernah jadi menteri lima kali, baik di pemerintah Orde Lama dan Orde Baru, tidak membuatnya menjadi jumawa. Sara menyebut sang kakek sebagai pribadi yang sederhana. ”Pak Mitro seingat saya adalah sangat humble. Sangat sederhana bukan pejabat yang suka pamer. Legacy beliau adalah intelektualitasnya. Intelektualitas yang bukan hanya bicara narasi tapi juga memiliki integritas dan menjalankannya. Beliau menjadikan contoh bahwa pemikiran itu bisa menjadi realita. Beliau berani untuk melawan Bung Karno, sehingga keluarga beliau harus pergi keluar negeri,” kata Sara.
Sebagai cucu, keberanian Profesor Soemitro pun diteladani Sara. ”Saya sebgai cucu beliau, bisa melanjutkan pemikiran beliau, jadi bahan pikiran kita jangan hanya narasi, tapi harus kita jalankan. Saya selalu ingat yang Opa katakan bahwa dengan kekuatan besar datang juga tanggungjawab yang besar,” kata Sara.
Keberanian Profesor Soemitro ini diikuti jejaknya oleh Sara. Saat Ipda Rudy Soik dipecat oleh kepolisian, Sara berani bicara dengan lantang dan membelanya. ”Saya berani menyampaikan realita terkait Ipda Soik yang memperjuangkan nasibnya di kepolisian, saya berani menyampaikan langsung di Komisi III, meski itu bukan komisi saya. Sebagai bagian dari partai penguasa, itu resiko dan seolah-olah membuka aib sendiri. Tapi kita harus menyatakan yang benar itu benar, yang salah, itu salah. Saya berupaya dalam segala hal yang saya lakukan sebagai wakil rakyat, menjunjung tinggi kebenaran dan memperjuangkan kesejahteraan rakyat,” terangnya.
Melalui Soemitro Economic Forum, Sara berharap pemikiran Profesor Soemitro yang masih relevan dengan kondisi ekonomi saat ini bisa menjadi bahan bagi Presiden Prabowo agar belajar dari sejarah, tidak melupakan sejarah, dan jangan sampai mengulang sejarah yang salah.
Fakhrul Fulvian, Chief Economist di Trimegah Securitas dan Chairman of Indonesia Roundtable of Young Economist menjelaskan dengan adanya perang tarif saat ini, maka penting bagi indonesia untuk membangun industry. Indonesia harus punya industri unggulan sehingga memiliki keunggulan komparatif, terutama hilirisasi di sektor mineral. “Kita harus percepat hilirisasi sehingga trade war ini berlanjut atau tidak, kita punya batu pijakan yang lebih tinggi, sehingga Indonesia tidak akan terombang ambil oleh kondisi global,” jelasnya.
Diakui Fakhrul bahwa perang tarif berpengaruh pada aliran modal dan fluktuasi Rupiah. Karena itu, ini menjadi menjadi momentum penting untuk bergerak maju. ”Ini menjadi wake up call yang luar biasa bagi industri, untuk pemerintah agar kita punya kebijakan industri yang kuat. Kita harus bisa membangun industri kita sendiri. Karena biasanya good policy datang ketika tertekan. Jadi bangsa indonesia bisa tentukan masa depannya sendiri,” tukasnya.
Sementara itu, Harryadin Mahardika, Chairman Soemitro Economic Forum menyebut bahwa pemikiran Prof. Soemitro melintasi zaman dan tetap relevan hingga kini. ”Apa yang bisa kita pelajari dari Prof Soemitro, beliau mengajari bahwa ekonomi itu tidak hanya mengenai kebijakan tapi juga kebijaksanaan. Jadi kalau hanya kebijakan ekonomi, artinya kadang-kadang kita akan terbatas dan terikat dengan aturan, teori, dan peraturan yang sudah ada. Tapi Prof. Soemitro mengatakan harus melakukan kebijaksaaan, dan itu sudah dilakukan oleh Presiden Prabowo. Contohny presiden melihat sudah perlu adanya pelonggaran, tapi tidak seterusnya terkait TKDN. Karena kita sedang membutuhkan percepatan alih teknologi. Maka TKDN untuk sementara waktu, kebijaksanaan dari presiden dihapuskan. Ini bukan kebijakan tapi kebijaksaan, inilah yang kita pelajari dari Prof Soemitro, bahwa kebijakan dan kebijaksanaan harus terus dijaga dan diseimbangkan sehingga ketika dibutuhkan maka pemimpin seharusmya memberikan keputusan yang tepat, itu dilakukan, dan tujuannya untuk kemakmuran rakyat,” pungkasnya.
Sumber Foto: Istimewa
Baca Juga:
- Waspadai! Enam Minuman “Sehat” Ini Diam-Diam Bisa Mengganggu Usia Panjang Anda
- Satu Dekade Berdiri, Donat Artisanal Lokal Dough Darlings Jadi Merek Donat Lokal Pertama yang Go International ke Doha, Qatar
- Mazhab Ekonomi Soemitro Adalah Berpihak pada Kepentingan Rakyat
- Berprestasi di Sekolah dan Panggung Modeling, Felicia Annabel Punya Mimpi Besar
- Boyz II Men & Kahitna Live in Jakarta Satu Panggung dan Ribuan Cerita Cinta