Bisa dikatakan Ananta Kanapi adalah orang seniman yang  mencintai segala sesuatu yang bersifat seni. Tetapi diantaranya itu, dunia fashion adalah dunia yang paling istimewa digelutinya selama puluhan tahun.

Kecintaan Ananta terhadap fashion terpupuk dalam proses yang tidak sebentar. Ananta yang menyukai tarian dan pentas seni ini berasal kota kecil bernama Lawang di Jawa Timur. Saat itu pada dekade 1980-an, di Indonesia tenar dengan kelompok seni pimpinan putra bungsu Presiden pertama RI Guruh Soekarno Putra, Swara Mahardika.

Ananta yang berasal dari kecamatan kecil di ujung kota Malang ini kepincut dengan Swara Mahardika. Dia terinsipirasi oleh kelompok seni yang didirikan pada 1977 ini. Singkat cerita, Setelah lulus SMA di tahun 1980-an, Ananta melanjutkan sekolah di Atmajaya Jogyakarta, Jurusan Hukum. Sembari kuliah, dia bergabung di grup seni besutan Hamzah Sulaeman.

Hamzah sendiri dikenal sebagai  seorang seniman khususnya di dunia akting dan tari, dan dikenal juga dengan nama Raminten di Yogyakarta. Disini Ananta belajar menimbu ilmu seni  dari seni tari, fashion, sampai drama.

“Saya tak pernah belajar seni di sekolah, disinilah saya belajar banyak ilmu. Saya belajar mengikuti naluri. Bagaimana membuat pertunjukan seni langsung ditempatnya dan bukan dari sekolah, karena sekolah saya sekolah hukum,” tuturnya kepada KABARI.

Pada tahun 1986, mulailah Ananta tertarik ke dunia fashion show sebagai koreografer. Menjadi koreografer bukanlah hal yang mudah. Membutuhkan proses bagi Ananta. Dia memulainya dari hal-hal yang kecil, berkutat di belakang panggung, hilir mudik membantu sana sini, dari dekorasi sampai mengurus model, dan lainnya.

“Saya orangnya learning by doing, belajar sambil berjalan,” imbuhnya.

Ananta kemudian menjadi  seorang professional koreografer. Koreografer yang mendapatkan bayaran atas jasanya. Mendapatkan bayaran dari yang jumlahnya kecil sampai besar. Melayani desainer lokal sampai nasional. Di tahun 1990, Ananta mengingat sempat terlibat dalam fashion show untuk Itang Yunaz, dan desainer terkenal lainnya.

Ananta pun pernah hijrah ke Belanda dan menetap tiga tahun  di kota kincir angin. Di negara ini, dia belajar hidup mandiri di luar negeri. Belajar mengenal kedisipilinan terhadap waktu dan etika kehidupan dan segala macamnya untuk menjadi kuat saat menghadapi ketakutan.

Sepulang dari Belanda, Ananta bertemu dengan desainer kondang Anne avantie. Perancang busana dan pelopor kebaya kontemporer asal Semarang ini saat itu belumlah setenar se[erti sekarang.

Bersama Anne, Ananta membuat peragaan busana  di tahun 1996/97, dari peragaan busana yang dihelat di  hotel kecil kota Lumpia sampai hotel berbintang dan menembus Jakarta. 

“Sampai show-show tunggalnya Anne Avantie saya masih suka terlibat didalamnya,” tuturnya.

Ananta juga sempat melatih puteri Indonesia selama 6 tahun, dia bersama Yayasan Putri Indonesia mengikuti pemilihan Miss Universe di Amerika Serikat, Meksiko. Waktu Nadine Candrawinata ikut dalam kontes itu pun, dirinya terlibat mengurusi busananya.

Menjadi seorang koreografer memberikan kepuasan yang tak bisa digambarkan oleh kata. Sesuatu yang juga tidak bisa dihitung dengan materi.  “Saya kira saya cukup puas dengan kehidupan saya yang semakin menua ini menginjak 60 tahun,” kata Ananta.

Ananta sudah melakukan banyak peragaan busana dengan segala macam peragawati dengan segala macam desainer dan peragaan busana. Dia bertutur, tidak ada lagi yang dikejar karena semuanya sudah dialaminya.

“Sampai pandemi datang, saya mulai terasa letih, ada juga kejenuha.  Sekarang ini saya tidak banyak mengambli job fashion dan lebih memproduksi baju saja karena tidak terlalu letih. Saya fokus membahagiakan dan ingin lebih dekat dengan keluarga karena banyak saya tinggalkan karena kesibukan.”

Baca Juga: