Kepedulian Nukila Evanty selaku Ketua Inisiasi Masyarakat Adat (IMA) terhadap kelompok marjinal tidak diragukan lagi.

Kali ini, Nukila menyambangi Suku Laut yang tinggal di sekitar Kepulauan Riau dan Batam. Dalam perbincangan dengan media, Nukila mengaku menyambangi kelompok Suku Laut yang tinggal di Pulau Lingka, Pulau Bertam, Pulau Dare, Pulau Caros dan Telok Paku di Kepulauan Riau.

Dalam pertemuan dengan perwakilan Suku Laut, mereka mengaku bahwa kehidupan mereka semakin sulit. “Karena terlalu masifnya industri ekstraktif, yang membawa dampak pada masalah lingkungan. Seperti tumpahan limbah minyak dan pasir, serta abainya pemerintah setempat terhadap maslah tesebut,” ungkap Nukila.

Saat Nukila mengunjugi Pulau Caros di Kepulauan Galang, ia bertemu dengan anak-anak Suku Laut yang masih usia sekolah. Anak-anak ini menceritakan kesulitan mereka untuk bersekolah.

“Mereka bercerita, belum banyak program sekolah yang sesuai dengan kebutuhan anak-anak Suku Laut,” terang Nukila. Bahkan para tetua dari Suku Laut di Pulau Caros mengaku mengalami banyak tekanan dari oknum-oknum Pemerintah. “Mereka khawatir tanah mereka diambil oleh oknum-oknum tersebut,” tukas Nukila.

Dari Pulau Caros, Nukila melanjutnya perjalanan untuk bertemu dengan Suku Laut di Pulau Lingka, Batam. Nukila bertemu dengan Rita, perwakilan perempuan dari Suku Laut, “Rita menceritakan kesulitan karena masifnya perusahaan-perusahaan yang membuang limbah di sekitar perairan di mana mereka tinggal. Masih menuruut Rita, jika dulu laut mereka sangat indah dengan ikan yang melimpah. Tapi dengan kehadiran perusahaan tersebut, air laut menjadi kotor sehingga banyak ikan mati. Mereka mengaku harus melaut lebih jauh dari tempat tinggal mereka dengan mendapat hasil yang seadanya. Bahkan ada salah satu oknum aparat yang mengajak suku suku laut tinggal di darat dengan jaminan anak-anak mereka akan di sekolahkan lebih baik. Faktanya itu hanya harapan palsu.  Mereka hanya dibuat rumah tanpa kesejahteraan lainnya,” kisah Nukila.

Tak hanya oknum aparat yang memberi janji palsu, perusahaan-perusahaan yang hadir di Pulau Lingka pun berjanji tapi tidak bisa menepati. “Perusahaan ini telah mengotori pesisir dengan pengerukan pasir, juga membuang limbah dan sampah. Perusahaan berjanji memberikan beras untuk Suku Laut secara kontinyu. Faktanya hanya diberikan sekali saja,” ucap Nukila.

Hal yang tak jauh berbeda juga dialami Suku Laut yang tinggal di Telok Paku, Kepulauan Batam. “Saya bertemu dengan perwakilan Suku Laut di sini.  Para Suku Laut di sini, saat melaut masih pakai kajang (perahu yang ada atapnya dari daun). Dan kata mereka, atap daru daun ini sekarang sudah sulit di dapatkan, karena hutan mereka yang sudah dibabat abis, padahal itulah ciri khas mereka,” kata Nukila.

Tak hanya itu, para nelayan juga mengaku, saat melaut mereka harus bersaing dengan kapal-kapal besar dengan teknologi tinggi. Dampaknya nelayan dari Suku Laut, saat melaut, hanya mendapat ikan ala kadarnya saja.

Dengan melihat permasalah yang dialami Suku Laut, Nukila berharap pemerintah hadir melihat kebutuhan suku laut. “Kita harus ingat, bahwa Suku Laut ini mempertahankan dan menjaga laut dengan bijak. Mereka memelihara laut dengan baik, dengan mengambil ikan sesuai kebutuhan saja,” kata Nukila.

Karena itu, Nukila berharap, meski adanya Proyek Strategi Nasional dan Kawasan Ekonomi Khusus, tapi jangan sampai meniadakan eksistensi Suku Laut.

Ada beberapa masukan penting Nukila bagi pemerintah terkait keberadaan Suku Laut. Pertama, Suku Laut harus dihormati hak hidupnya. Kedua, petakan apa saja kebutuhan mereka, mulai dari kesehatan hingga pendidikan. Ketiga, Pemerintah daerah wajib memberi nasihat kepada pebisnis untuk menghormati HAM Suku Laut. Keempat, pembangunan harus menyeluruh. Kehadiran dan keterlibatan Suku Laut harus diperhitungkan. Dengarkan suara mereka, jangan diabaikan.

Kelima, karena kita adalah negara maritime, maka peran Suku Laut sangat penting yakni menjaga laut kita. Keenam, berharap presiden dan para menteri terkait untuk meperhatikan suku laut. Agar Suku Laut ini dijamin ruang hidup mereka. Sebagai bangsa yang besar, adalah bangsa yang yang menghargai suku sebagai bagian dari keberagaman kita.

Ketujuh, agar anak-anak Suku Laut bisa bersekolah dengan membangun sekolah yang dekat dan bisa dijangkau oleh Suku Laut. Kedelapan, Lakukan pendampingan ekonomi bagi perempuan Suku Laut, agar mereka bisa mandiri dan mendapatkan akses kesehatan dan pendidikan yang layak.

“Di samping melakukan riset dan investigasi di beberapa lokasi Suku Laut, saya juga memberikan pelatihan terutama kaum perempuan dan anak-anak Suku Laut. Dengan harapan agar mereka mengenal potensi dan bangga dengan eksistensi sebagai Suku Laut,” pungkas Nukila.

Sumber Foto: Istimewa

Baca Juga: