Sejak tahun 2016, Nurhayati merintis usaha rempeyek. Menurut wanita kelahiran 7 Oktober 1964, usaha ini dipilih karena keahliannya membuat rempeyek.

Dikatakan Nur yang asli Wonogiri, Jawa Tengah ini, tantangan dalam usaha ini adalah rempeyek yang mudah hancur. Karena itu membutuhkan teknik khusus dalam pengemasannya.

Bagi ibu 7 orang anak ini, persaingannya di usaha ini tidak terlalu ketat. Meski begitu, Nur berusaha mempertahankan kualitas rasa dan terus mengenalkan produk agar makin dikenal.

Saat memulai usaha, modal awal sebesar Rp 500 ribu dan tidak sampai satu bulan sudah balik modal.
Hadir dengan merek Bakulan Mak Nur, produk andalannya adalah rempeyek yang dijual dengan harga toples 16 liter Rp 120 ribu, 10 liter Rp 90 ribu, 5 liter Rp 45 ribu. Selain rempeyek, tersedia bawang goreng 50 gram Rp 15 ribu, dan minyak kelapa 100 ml Rp 20 ribu. Kini, ada produk baru yakni bumbu pecel ¼ kg Rp 15 ribu dan bubuk cabe 100 gram Rp 25 ribu.

Menjelang puasa dan Lebaran nanti, Bakulan Mak Nur juga menyediakan ragam kue kering antara lain Nastar Rp 65 ribu, Kastangel Rp 70 ribu, Putri salju Rp 55 ribu, Kue coklat Rp 50 ribu, Kacang telur Rp 40 dan Kue kacang Rp 55 ribu/toples. “Kue kering yang paling laku biasanya nastar,” ucapnya.

Dikatakan Nur, semua produk dibuat berdasarkan pesanan, jadi selalu fresh dan renyah.
Saat ini penjualan dilakukan secara online melalui WhatsApp. “Kalau promosi lebih diandalkan dari mulut ke mulut juga membagi-bagikan tester,” jelas wanita murah senyum ini.

Saat ini dalam sebulan, omzet sebesar Rp 2,5 juta. Sebelum pandemi omzet bisa mencapai Rp 5 juta. “Biasanya kalau puasa dan lebaran, permintaan rempeyek dan kue kering khusus nastar meningkat hingga 100 persen,” kata nenek 6 cucu ini.

Tips bertahan di usaha ini adalah mempertahankan rasa dan membuat inovasi baru. Harapan Nur, semoga ke depannya ia bisa merekrut karyawan dan mempunyai tempat usaha sendiri. Motto Nur yakni lebih baik kejar pelanggan sebanyak-banyaknya daripada mengejar untung sebanyak-banyaknya.