Pasangan suami istri, Angger Trah Saloko dan Zul Farahmawati, membuat motif batik yang lain dari pada yang lain. Mereka berdua membuat batik cap dengan motif yang berasal dari lagu  dolanan anak-anak khas Jawa tengah.

Bukan tanpa alasan mereka membuat motif batik ini. Zul kepada KABARI mengatakan alasan memilih lagu dolanan sebagai motif batiknya karena lagu dolanan anak tradisional semakin minim didengar dan diketahui oleh masyarakat umum. Selain juga mereka melihat peluang bisnis dari semakin ketatnya persaingan  busana batik di Jawa Tengah.

“Visa cotton batik ini sudah mulai dari tahun 2015. Awalnya bukan jualan baju, justru bantal bayi, perlengkapan traveling bayi, dan lainnya yang menggunakan batik cap. Kemudian kita merasa di Solo ini semakin banyak usaha batik. Jika kita gunakan motif yang ada di pasaran, bisnis akan stuck. Solo sudah ramai. Kita ingin variasikan motif jatuhnya hampir mirip dengan yang ada di market. Jika tidak ada yang unik dan beda bakalan akan susah,” tuturnya.

Di 2019 akhirnya mereka memutuskan akan membawa sesuatu yang lokal dalam kain batiknya. Sejurus dengan keputusannya itu, lagu-lagu anak sangat jarang.  Lagu anak-anak  sudah minim terdengar apalagi lagu anak daerah. Maka dipilihlah lagu anak tradisional sebagai motif untuk batik Visa Cotton.

Zul bercerita motif pertama yang dibuatnya adalah motif dari lagu Bebek Adus Kali. Lagu sederhana hanya empat baris dengan lirik yang tidak sama jika mencarinya di google. Lagu sederhana namun memiliki makna dan nilai filosofi, sama dengan lagu anak-anak tradsional lainnya.  

Dengan tetap menggunakan batik cap, mereka komitmen mengangkat lagu anak daerah sambil mengedukasi. “Kita tidak hanya menjual barang saja, melainkan ikut mengedukasi lagu-lagu anak daerah. Sambil dagang ingin mengedukasi. Kita visualisasikan lirik dari dari lagu anak itu dalam busana batik,” tuturnya.

Lirik lagu dituangkan dalam gambar, contohnya lagu Bebek Adus Kali, disitu ada beberapa benda yang dapat divisulisika,  bebek diaplikasikan dalam bentuk yang sederhana di batik,  ada kali disitu divisualisasikan dengan air, dan lainnya.

Zul menjelaskan sebelum diaplikasikan, mereka mendesainnya dengan sketsa manual. Dari sketsa manual itu  kemudian diberikan ke pengrajin, lalu dibuatkan cap-nya, seterusnya cap itu yang nantinya menjadi modal produksi ke kain batik.

Dengan motif lagu anak daerah, perkembangan bisnis Visa cotton batik lebih cepat dikenal orang. Bahkan  Zul bercerita di awal-awal menggunakan motif itu orang lebih mengenal motifnya dibanding nama brandnya. Tapi bagi mereka berdua, hal itu bukanlah masalah.  

Alhasil mereka  dapat bersaing dengan perajin-perajin batik lama yang memakai tema yang sudah ada. Karena tidak hanya lewat baju batik saja motif-motif dituangkan. Tapi juga dalam rok lilit, celana lilit, sarung, blouse, kemeja, otter, topi, tas lipat, ikat perut hingga blangkon.Visa cotton batik menjual produknya mulai dari harga Rp. 200- 400 ribu yang dipasarkan secara offline dan online.   

Ke depannya Visa Cotton batik berencana ingin menambah motif-motif lagu-lagu anak di baju batik. “Lagu- lagu di Jawa ini sudah banyak banget tetapi tidak menutup kemungkinan juga kita  ke depannya akan mengadopsi lagu-lagu dari daerah lainnya,” pungkasnya.

Artikel ini dapat dilihat di Majalah Digital Kabari Edisi 189

Baca Juga: