Investasi bodong dengan segala macam jenisnya seperti tidak ada habisnya memakan korban. Pemerintah Indonesia melalui otoritas berwenang juga tak tinggal diam. Diberantas lalu mati namun tumbuh seribu. Kerugian ditaksir sampai banyak sekali jumlahnya. Namun tetap saja praktik investasi bodong masih berjalan dan masyarakat yang dirugikan.

Menanggapi hal ini, Imas Suryati Sihombing, Direktur PT Xdana Investa Indonesia mengatakan banyaknya masyarakat yang dirugikan karena kurangnya edukasi tentang investasi yang merata ke semua pihak. Sehingga dengan mudahnya tergiur mendapatkan keuntungan secara instan dan cepat. Akhirnya tanpa mengetahui risikonya terjun dalam investasi yang pada akhirnya merugikan diri sendiri.

Terlebih juga di era sosial media sekarang secara tak langsung menjamurkan investasi bodong melalui tawaran pendapatan yang menggiurkan karena semakin mudah menjaring mangsa.

“Ya, filter juga harus dilakukan oleh kita sendiri, logikanya kalau misal keuntungan mudah didapat kenapa mereka menawarkan kepada orang lain? Kenapa tidak memperkaya diri sendiri? Kira-kira masuk akal nggak investasi dengan return 10% per hari atau 30% per bulan?.”

Kurangnya edukasi masyarakat yang menjadi korban, tanpa pikir panjang dan tergiur berinvestasi pada tempat yang salah dan sudah menjadi tugas kita semua untuk bisa membentuk ekosistem kecil tentang investasi.

“Seenggaknya kita bisa edukasi ke lingkup kecil, misal keluarga, saudara, tetangga, teman. Dan mereka akan melakukan kegiatan yang sama di lingkaran mereka, sehingga tercipta ekosistem edukasi tentang investasi,” kata Imas.

Imas menambahkan, ”Investasi itu tetap ada risikonya. Tidak ada yang bebas risiko. Sekecil apapun tetap dinamakan risiko. Untuk mencari instrumen investasi yang baik, selalu lakukan crosscheck dengan pihak regulator. Di sini masyarakat bisa melakukan cek ke OJK apakah investasinya diawasi dan terdaftar. Jika iya bisa dicoba pelajari lebih dalam. Jika tidak ya abaikan saja.”

Forex atau Reksadana, Aman Mana?

Nah, instrumen investasi itu beragam jenisnya. Sebut saja mulai dari Deposito, Emas, Obligasi, Saham dan lainnya. Lantas bagaimana dengan jenis investasi seperti Reksadana dan Forex? Manakah yang paling mudah dan berisiko?

Imas mengatakan antara reksadana dan forex adalah dua hal berbeda. Reksadana adalah instrumen investasi dimana dana dari beberapa investor dikumpulkan untuk diinvestasikan ke berbagai instrumen investasi seperti saham, surat utang, deposito, dan lain sebagainya.

Sementara forex merupakan jenis perdagangan atau transaksi yang memperdagangkan mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lainnya (pasangan mata uang/pair) yang melibatkan pasar-pasar uang utama di dunia selama 24 jam secara berkesinambungan.

“Dan kalau ditanya mana yang lebih berisiko antara dua instrumen di atas, tentunya Forex lebih berisiko,” tuturnya. “Sebetulnya Forex ini adalah derivatif produk, yang mana profil risiko dari produk ini cukup tinggi, high risk high return. Diperlukan keterampilan khusus apabila ingin melakukan kegiatan trading forex ini, biasanya trading forex mengandalkan analisa teknikal.”

Pun soal dana yang digunakan dalam trading forex, dana itu tergantung seberapa besar perusahaan futures memberikan minimum investasi dan biasanya kegiatan ini mengenal istilah margin.

Menurut Imas apabila investor memutuskan untuk melakukan trading forex, sebaiknya yang digunakan adalah dana idle atau dana yang memang tidak digunakan. Sementara, reksadana sebaliknya, justru dana yang disisihkan untuk tujuan tertentu bisa bertumbuh atau berkembang dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang. Dan jika berinvestasi di reksadana ditentukan pada tujuan investasi dan profile kita.

“Jenis reksadana itu bisa mengakomodir profile investasi kita. Misalnya kalau A punya tujuan investasi selama 5 tahun, target return dari 10% setahun. Mungkin A bisa memilih jenis reksa dana saham, kenapa? Kan pandemi. karena dia memiliki horison berinvestasi yang cukup panjang dengan target return yang moderat. Justru adalah waktu yang tepat ketika dia membeli di saat harga turun saat ini karena faktor pandemi mengingat jangka waktunya yang panjang. Pandemi akan berakhir ketika vaksin bisa ditemukan dan bukan tidak mungkin ekonomi akan kembali rebound,” tutur Imas.

Namun apabila belum bisa memastikan profile-nya apa, tetapi ingin berinvestasi. Imas menganjurkan untuk mencari yang volatilitasnya rendah, yaitu reksadana pasar uang atau reksadana obligasi.

Baik Reksadana maupun Forex dipengaruhi oleh sentimen market. Hanya saja keduanya memiliki perbedaan. Imas mengatakan jika forex, sentimen market adalah hal paling dominan mempengaruhi pergerakan seperti berita dari central bank negara tertentu atau agenda-agenda dari negara tertentu.

Reksadana juga dipengaruhi juga market, akan tetapi dalam hal pengelolaan reksadana, ada aturan atau batasan jumlah kepemilikan bila ingin membeli efek yang akan masuk dalam portofolionya sehingga pengelolaan reksadana bisa diversify atau risikonya menyebar dan diversifikasi inilah yang bisa menurunkan yang namanya risiko market.

Risiko sebagai pemilik unit reksadana di antaranya risiko perubahan (nilai aktiva bersih) reksadana, risiko kredit, risiko wanprestasi pengelola reksa dana, risiko perubahan kebijakan pemerintah, perubahan tax dan mata uang asing (kalau punya reksa dana dengan denominasi mata uang asing.

Lantas lebih mudah mana investasi reksadana atau forex?

“Jelas investasi reksadana. Kan reksadana yang kelola itu profesional, kita cuma tinggal pilih saja reksadana mana yang kelolaannya bagus dan nikmati performance-nya. Registrasinya juga mudah dan lebih aman reksa dana,” tuturnya.

Sementara Forex, Imas mengatakan jika ingin trading forex harus fokus dan mengerti. Masyarakat awam sebaiknya jangan mencoba dulu trading forex apalagi jika belum mengerti risikonya melakukan trading forex.